Sukses

Cerita Akhir Pekan: Beri Panggung Lebih Luas pada Musik Tradisional

Hari Musik Nasional yang jatuh setiap 9 Maret kembali mengingatkan bahwa Indonesia juga kaya dari sisi seni budaya, termasuk musik tradisional. Sudah semestinya dukungan tiada henti menggema agar musik yang diwariskan secara turun-temurun ini tetap lestari.

Liputan6.com, Jakarta - Hari Musik Nasional yang jatuh setiap 9 Maret kembali mengingatkan bahwa Indonesia kaya dari sisi seni budaya, termasuk musik tradisional. Sudah semestinya dukungan tiada henti menggema agar musik yang diwariskan secara turun-temurun ini tetap lestari.

Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Hilmar Farid mengungkapkan bahwa salah satu yang utama dan mendasar adalah pelestarian musik tradisional. Pihaknya turut ambil bagian dalam memastikan bahwa tetap adanya ekspresi-ekspresi musik, baik itu berupa notasi juga rekaman.

"Kita cukup aktif melakukan perekaman-perekaman untuk memastikan arsip musiknya tersedia, yang paling basic dari sisi kita adalah pelindungannya," kata Hilmar saat dihubungi Liputan6.com, baru-baru ini.

Hilmar menyebut, pihaknya telah menyuarakan dukungan dengan memberi panggung lebih luas lagi pada musik tradisional melalui ragam acara. Salah satunya adalah Festival Musik Indonesia yang digelar di beberapa tempat di Indonesia.

"Intinya memberi musisi tradisional untuk tampil. Tampil, bukan hanya soal panggung tetapi memberi kesempatan untuk berinteraksi dengan musisi yang lain. Jadi kita melihatnya lebih ke sebuah platform untuk bertukar informasi, pengalaman," terangnya.

Acara lain yang dihadirkan adalah Indonesian Music Expo (IMEX). "Itu lebih ke world music, intinya sebuah musik di luar dunia pop di mana seniman-seniman tradisional banyak sekali berperan dan itu mudah-mudahan di bulan Mei Indonesian Music Expo akan berlangsung," kata Hilmar.

Dikatakannya, acara tersebut juga banyak membuka akses bagi musik tradisional ke pasar dunia. "Karena world music ini lumayan ya, satu genre musik yang walaupun tidak sebesar pop, tapi di dunia cukup besar sirkulasinya. Biasanya mereka main di radio-radio yang khusus, produksi-produksi yang spesifik," tuturnya.

Bukan hanya mendukung melalui acara, pihaknya juga fokus pada perlindungan hak cipta. Hilmar menyebut, banyak sekali karya-karya musisi tradisi ini dipakai untuk berbagai keperluan, namun mereka tidak mendapatkan economic rights (hak ekonomi).

"Salah satu alasan mengapa hak ekonomi ini harus diberikan karena memang pendataan siapa melakukan apa itu masih sangat terbatas," katanya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Bentuk Dukungan dan Perlindungan pada Musik Tradisional

Tugas yang paling penting, disebut Hilmar, adalah pendataan. Langkah ini nantinya untuk memperjelas hak moral (siapa pencipta) hingga hak ekonomi merujuk pada pihak yang berhak mendapatkan royalti dari karya tersebut.

"Jadi seluruh mekanisme ini sedang kita dukung melalui pembentukan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Di dalam Undang-Undang Hak Cipta memang diatur pembentukan LMK yang tugasnya mengumpulkan pendapatan yang diperoleh dari berbagai macam sumber," tambahnya.

Hilmar menambahkan, "LMK ini yang kita sokong memang kebetulan ada teman-teman komunitas musik tradisi yang menjalankan itu. Kita melalui Direktorat Perfilman, Musik dan Media memberikan dukungan."

Hilmar mengatakan bentuk dukungan lainnya, berupa workshop untuk musisi tradisi, terutama untuk kaum muda yang sedang mendalami musik tradisi. Ada pula residensi bagi seniman-seniman untuk belajar dari berbagai sumber.

"Kita juga mendukung pembinaan khususnya para musisinya," tutur Hilmar.

Ditanya soal cara menjaring musisi tradisi berpotensi dari berbagai wilayah, Hilmar menjawab, "Sering kali kita mendapati musik tradisi ini tersisih artinya enggak banyak lagi ditanggap di daerahnya masing-masing, tapi masih ada nih maestro-maestronya."

"Kita melalui balai-balai, kita punya balai di 23 provinsi yang aktif melakukan penelusuran, misalnya musik-musik yang dianggap sudah sangat langka pemainnya, itu yang segera kita datang kemudian melakukan pendataan, kalau misalnya mungkin untuk perekaman kemudian disiarkan," katanya.

Selain itu, pihaknya juga punya program "Belajar Bersama Maestro". Program yang menyasar anak-anak muda ini dirasa cukup efektif untuk meneruskan musik tradisi sehingga tidak putus.

"Jadi ada generasi berikutnya yang berminat untuk mempelajari," lanjutnya.

3 dari 4 halaman

Semangat Melestarikan Musik Tradisi dari Musisi Sasando

Semangat melestarikan musik tradisi datang dari seorang musisi asal Nusa Tenggara Timur (NTT) bernama Natalino Mella. Ia membawa alat musik tradisional asal Rote, yakni sasando, menggema tak hanya di Indonesia, tetapi juga kancah dunia.

Perjalanan awal Natalino dimulai dari kecintaannya pada musik sejak kecil. Kala itu, ia telah akrab dengan beragam instrumen musik dan rutin latihan. Ia bisa bermain sasando pun dengan belajar otodidak.

"Turning point waktu saya serius mendalami sasando itu tahun 2008. Waktu itu saya dapat kesempatan untuk ikut pertukaran pemuda ke Jepang, saya bawa sasando ke sana, saya main saja waktu itu, tidak ada menjadikannya serius," kata Natalino saat dihubungi Liputan6.com, baru-baru ini.

Namun ketika ia tampil memainkan sasando, sambutan luar biasa ia dapatkan. "Orang datang tanya banyak, momen orang memandang ini (sasando) sesuatu yang sangat berharga. Jadi setelah mendapat masukan dari program itu, pulang saya mulai serius menekuni sasando," tambahnya.

Sejak itu pula, Natalino mulai mendesain ulang bentuk sasando. Ia menciptakan sasando elektrik dengan beragam eksperimen.

"Sasando awalnya nadanya terbatas, dia tidak bisa terlalu banyak main semua lagu, akhirnya saya mulai utak-atik dan ubah komposisi nadanya jadi lebih disesuaikan dengan selevel piano, jadi saya ulik dan buat desain yang lebih bagus juga penggunaan bahan yang lebih baik," katanya.

4 dari 4 halaman

Sasando Ciptaan Musisi NTT Sudah Mendunia

Upaya Natalino bertahan menjadi musisi sasando didukung oleh media sosial. Menurutnya, pembagian konten melalui platform tersebut dirasa jitu mencuri perhatian banyak orang dari berbagai belahan dunia.

"Media sosial paling membantu, di-share ke media sosial saat ini saya pakai YouTube, SnackVideo, Instagram, juga TikTok. Jadi, itu sebuah media yang bisa membantu kita untuk menyebarkan alat musik ini lebih jauh," tutur Natalino.

Menggunakan media sosial untuk berbagi konten dirasa berdampak banyak bagi eksistensi musik tradisional, terkhusus sasando yang ia mainkan. "Sangat berdampak, soalnya orang-orang dari belahan dunia yang belum tahu sasando, akhirnya tahu sasando," katanya. "Kadang-kadang mereka sampai pesan sasando dan saya kirim ke sana."

"Yang pesan di Indonesia dari berbagai daerah, kalau dari luar negeri dari Australia, US, Malaysia, Hong Kong, Meksiko, Jerman, sampai Kolombia. Mereka tahu dari YouTube, saya tempatkan website saya di deskripsi mereka jangkau dari situ," katanya.

Natalino juga mengungkapkan harga sasando ciptaannya yang telah mendunia. "Sasando elektrik paling murah di harga Rp4,4 juta, variasinya ada yang sampai Rp8 jutaan. Masih menggunakan bambu, kayu, besi, dan senarnya kita modifikasi sendiri," lanjutnya.

Melalui semangatnya melestarikan sasando, terselip pesan ingin sasando menjadi alat musik yang bisa dikenal dan dimainkan seantero dunia. "Alat musik ini sudah satu level sama alat musik yang mainstream lainnya, satu saat nanti (mereka) bisa punya di rumahnya kayak punya gitar, mereka bisa main seperti alat musik yang lain, itu mimpi saya," tutupnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.