Sukses

Benarkah Proses Penetapan Halal Produk di MUI Butuh Waktu Lama?

Pada 2022, MUI menyidangkan penetapan halal dari 105.326 laporan pelaku usaha yang masing-masing dituntaskan dalam waktu tiga hari.

Liputan6.com, Jakarta - Undang-Undang Nomor 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal mewajibkan seluruh produk yang beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia bersertifikat halal. Faktanya, masih banyak produk, terutama makanan dan minuman, yang tidak bersertifikat halal.

Terkait hal ini, Ketua Majelis Ulama Indonesia bidang fatwa, Asrorun Niam Sholeh menyatakan kesadaran pelaku usaha untuk mengajukan sertifikasi halal belum tinggi. Hingga akhir 2022, ia menyebut baru 105.326 produk yang masuk dari sekitar 64 juta produk pangan yang beredar di Indonesia saat ini.

"Hingga akhir tahun ini, baru 100 ribu produk yang masuk. Mengapa? Ya karena mampet di hulunya. Kesadaran pelaku usaha juga belum tinggi sehingga banyak fasilitas yang tidak terserap. Anggaran PEN untuk lebih dari 300 ribu pelaku usaha, terserap tidak lebih dari 100 ribu," ujar Niam dalam acara Laporan Tahunan Komisi Fatwa MUI, Kamis, 29 Desember 2022, dikutip dari rilis yang diterima Liputan.com, Jumat, 30 Desember 2022.

Pemerintah, kata dia, sebenarnya sudah mengalokasikan anggaran melalui dana PEN untuk memfasilitasi sertifikasi halal bagi 324 ribu pelaku usaha. "Salah satu kendalanya adalah kesulitan mencari pelaku usaha yang mau mendaftarkan usahanya untuk sertifikasi halal," kata Niam.

Selama 2022, ia menyatakan MUI telah menyidangkan 105.326 laporan pelaku usaha yang merupakan jumlah keseluruhan yang masuk, baik dari jalur LPH maupun dari pernyataan pelaku usaha. Semua laporan diproses dalam rentang waktu sesuai UU, yakni maksimal tiga hari.

"Kapasitas MUI Pusat dalam melaksanakan sidang penetapan halal jauh di atas angka 105.326. Pelaksanaan sidang penetapan halal MUI di Tahun 2022 ini baru menggunakan dua persen dari riil kapasitas yang dimiliki MUI," kata Niam.

Merujuk data MUI, kata dia, kapasitas sidang penetapan kehalalan produk di Komisi Fatwa MUI selama setahun mencapai lebih dari 100 juta laporan. Rinciannya, MUI Pusat sebanyak 5.040.000 laporan dengan 73 anggota Komisi Fatwa yang dibagi dalam 14 panel, MUI Provinsi di 34 provinsi berkapasitas sidang 30.600.000 laporan, dan MUI Kabupaten/Kota berkapasitas sidang sebanyak 72 juta laporan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Target 2023

Sementara itu, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) menargetkan satu juta produk bisa disertifikasi pada 2023 dan 10 juta produk pada 2024. Angka tersebut, kata Niam, masih 20 persen dari kapasitas MUI Pusat.

"Meski kapasitas sudah memadai, akan tetapi ada beberapa faktor penghambat yang harus diperhatikan, seperti minimnya kesadaran tentang sertifikasi halal di kalangan pelaku usaha, ketidaktahuan mereka, hingga belum adanya literasi untuk mengurus hal-hal seperti ini," tuturnya.

Berdasarkan UU Jaminan Produk Halal, MUI dimandatkan untuk menetapkan kehalalan produk. Penetapan kehalalan produk dikeluarkan dalam bentuk Keputusan Penetapan Halal Produk atau Fatwa Produk Halal. Ketetapan Fatwa Halal itu menjadi landasan penerbitan sertifikat halal.

Sesuai dengan UU, lanjut Niam, masing-masing aktor sertifikasi halal diberikan batas waktu maksimal dalam menuntaskan tugasnya. Registrasi di BPJPH dan kelengkapan dokumennya maksimal dua hari untuk dikirim ke lembaga pemeriksa halal (LPH), seperti LPPOM MUI. Selanjutnya, LPH mengaudit dan memeriksa laporan maksimal 15 hari yang hasilnya lalu diserahkan ke MUI.

MUI melaksanakan sidang fatwa dan menetapkan kehalalan produk maksimal tiga hari. Selanjutnya, BPJPH menerbitkan Sertifikat Halal maksimal satu hari. "Alhamdulillah, MUI saat ini telah dapat memenuhi ketentuan UU bahwa penetapan kehalalan produk di MUI paling lama tiga hari. Data tahun 2022, rata-rata membutuhkan waktu 1,7 hari."

 

3 dari 4 halaman

Proses Audit

Direktur Utama Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Muti Arintawati menjelaskan bahwa pemerintah sudah mengatur lama waktu sertifikasi halal dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 20014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal.

Pada pasal 72 dan 73 disebutkan bahwa pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan untuk produk yang diproduksi di dalam negeri dilakukan selama 15 hari sejak penetapan LPH diterbitkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), dengan maksimal waktu perpanjangan 10 hari. Sedangkan, pemeriksaan/pengujian produk luar negeri selama 15 hari, dengan waktu perpanjangan 15 hari.

"Jadi, maksimal waktu sertifikasi halal dalam negeri maksimal 25 hari dan luar negeri maksimal 30 hari," kata Muti.

Berdasarkan data yang diolah sepanjang 2022, rata-rata registrasi di BPJPH hingga dikirim ke LPH membutuhkan waktu 9,08 hari. Selanjutnya, durasi waktu pemeriksaan halal LPH ke pelaku usaha membutuhkan waktu rata-rata 25,94 hari untuk diserahkan ke MUI guna penetapan kehalalan.

Data tersebut, imbuh Niam, untuk menjawab anggapan masyarakat bahwa faktor lambannya proses sertifikasi halal itu ada di MUI. "Hal ini sekaligus menjadi informasi faktual dan menjawab keraguan pihak-pihak yang tidak tahu proses sertifikasi halal," ujarnya.

 

4 dari 4 halaman

Kewajiban Pelaku Usaha

Di sisi lain, Muti mengingatkan, meski waktu sertifikasi dimulai sejak penetapan LPH oleh BPJPH, perusahaan sudah harus mempersiapkan proses sertifikasi halal dengan menerapkan Sistem Jaminan Halal (SJH) atau yang saat ini dikenal dengan Sistem Jaminan Produk Halal (SJH) sebelum pendaftaran dilakukan.

"Hal ini tak lain karena nantinya auditor akan membandingkan kesesuaian penerapan SJPH yang dilakukan oleh perusahaan dengan standar yang dipersyaratkan," kata dia.

LPPOm MUI juga melakukan berbagai upaya untuk mempercepat dan memudahkan perusahaan dalam mendapatkan sertifikat halal. Salah satunya adalah program one stop service, yakni pelaku usaha hanya memantau proses sertifikasi halal melalui satu platform CEROL-SS23000 sampai dangan sertifikat halal dari BPJPH rilis.

LPPOM MUI juga memfokuskan pada pelaksanaan pelatihan dan bimbingan teknis bagi komunitas, penggiat, dan halal influencer demi memberikan pengetahuan tentang persyaratan kehalalan dan juga proses sertifikasi halal kepada UMK yang ada di Indonesia.

"Sertifikat halal tentunya bukan sekedar selembar kertas pemenuhan regulasi, tetapi adalah bentuk komitmen dari pelaku usaha untuk bisa terus melakukan proses produksi halal. Tidak sekedar agar memenuhi regulasi, tetapi yang penting adalah bisa memenuhi hak konsumen Indonesia untuk mendapatkan produk yang terjamin kehalalannya," ucap Muti. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.