Sukses

4 Tanda Seseorang Alami Sindrom Mythomania atau Ketagihan Berbohong

Liputan6.com, Jakarta - Hampir setiap orang rasanya pasti pernah berbohong setidaknya sekali selama hidupnya. Biasanya kebohongan itu dilakukan untuk menghindari hukuman, mendapatan imbalan, perhatian atau pujian dan masih banyak lagi.

Tapi setelah berbohong, perasaan kita biasanya pasti tidak enak. Kita bisa merasa deg-degan, berkeringat atau gelisah. Meski begitu, ada beberapa orang yang 'ketagihan' bohong.

Meskipun di situasi yang nornal-normal saja, walaupun ketahuan, dia tetap saja akan berbohong. Perilaku ini bisa jadi termasuk gangguan mental Mythomania (psychological lying). Melansir akun Twitter @suportsisten yang mengutip dari akun @personalitydoc, 11 Agustus 2022, berikut empat tanda-tanda seseorang mengidap sindrom Mythomania:

1. Cenderung berbohong dalam segala situasi

Meskipun sebenarnya mereka ada di situasi yang biasa-biasa saja, tak adayang mengancam atau mendesak, mereka tetap bakal berbohong di setiap kesempatan secara otomatis.

2. Tak ada motif jelas untuk berbohong

Biasanya, orang akan berbohong dengan tujuan khusus misalnya untuk menipu orang lain secara materiil atau untuk menjatuhkan orang lain.

3. Menggabungkan fakta dan khayalan dalam cerita

Cerita yang mereka karang itu biasanya terdengar nyata dan meyakinkan. Itu karena mereka menggabungkan fakta dan fantasi mereka sendiri. Contohnya, menggabungkan kisah nyata orang lain, lalu ditambahkan secara fiksi untuk menyesuaikan dengan kondisi dirinya sendiri.

4. Cenderung menyukai kebohongan yang dilakukan

Mereka biasanya akan bercerita tentang hal-hal positif mengenai dirinya. Mereka menikmati perhatian, kasih sayang, pujian dari orang-orang yang percaya ceritanya. Mereka jadi merasa spesial, sehingga mereka akan terus berpura-pura dan tak bisa berhenti berbohong.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Perilaku Kronis

Penderita mythomania atau mitomania umumnya punya pengalaman buruk di masa lalu, misalnya, kekurangan kasih sayang, rasa hornat, perlindungan, pernah mengalami kegagalan besar dan lain-lain. Hal itu dilakukan untuk meningkatkan keberhargaan dirinya yang sebenarnya sangat rendah. Mitomania sering juga disebut kebohongan patologis atau pseudologia fantastica yaitu perilaku kronis dari kebohongan kompulsif atau kebiasaan.

Melansir Healthline, tidak seperti mengatakan white lies sesekali untuk menghindari menyakiti perasaan seseorang atau mendapat masalah, pembohong patologis sepertinya berbohong tanpa alasan yang jelas. Hal ini dapat membuat frustasi atau sulit untuk mengetahui apa yang harus dilakukan jika Anda yakin pernah bertemu dengannya.

Meskipun kebohongan patologis telah dikenali selama lebih dari satu abad, belum ada definisi universal yang jelas tentang kondisi tersebut. Beberapa kebohongan patologis dapat terjadi akibat kondisi mental, seperti gangguan kepribadian antisosial (kadang-kadang disebut sosiopati), sementara yang lain tampaknya tidak memiliki alasan medis untuk perilaku tersebut.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Berbohong pada Atasan

Pembohong patologis adalah seseorang yang berbohong secara kompulsif. Meskipun tampaknya ada banyak kemungkinan penyebab kebohongan patologis, belum sepenuhnya dipahami mengapa seseorang berbohong seperti ini.

Beberapa kebohongan tampaknya diceritakan untuk membuat pembohong patologis tampak sebagai pahlawan, atau untuk mendapatkan penerimaan atau simpati, padahal faktanya mereka hanya membuat kebohongan lain. Beberapa bukti dari studi pada 2007 menunjukkan bahwa masalah yang memengaruhi sistem saraf pusat dapat memengaruhi seseorang untuk berbohong secara patologis.

Beberapa waktu lalu, sebuah studi menyimpulkan bawah sepertiga bawahan berbohong kepada atasan mereka. Berbohong kepada atasan mungkin membawa kesulitan kepada bawahan. Tapi tetap saja ada bawahan yang berani mengambil risiko tersebut.

Dikutip dari kanal Global Liputan6.com yang melansir dari theladders.com, pada Minggu, 14 Agustus 2022, penelitian oleh Comparably ini didasarkan kepada 46 ribu jawaban dari pegawai-pegawai perusahaan publik berbagai ukuran (besar, menengah, dan kecil) dan perusahaan-perusahaan swasta.

Kebanyakan adalah perusahaan-perusahaan teknologi. Mengacu kepada penelitian yang dimaksud, terungkap bahwa 71 persen karyawan yang ditanyai mengatakan bahwa berbohong kepada atasan adalah suatu hal yang tidak akan pernah mereka lakukan.

4 dari 4 halaman

Proposi Generasi

Sisanya sekitar 29 persen dari peserta penelitian, melaporkan bahwa mereka pernah berbohong kepada atasan. Yang dimaksud berbohong di sini adalah bohong yang dilakukan hanya sekali, satu kali setiap kuartal, satu kali dalam sebulan, atau bahkan satu kali dalam seminggu.

Yang paling sedikit -sebanyak 4 persen- mengaku berbohong sekali dalam seminggu. Lalu sebanyak 5 persen yang berbohong sekali dalam sebulan.

Mereka yang berbohong hanya sekali dalam satu kuartal atau tidak pernah berbohong sekali pun masing-masing berkisar pada angka 10 persen. Penelitian itu juga menguji definisi "milenial" menurut Census Bureau di Amerika Serikat (AS), yaitu orang-orang yang lahir antara 1982 hingga 2000.

Sekitar 80 persen peserta penelitian berusia di atas 36 tahun mengaku "tidak pernah" berbohong. Di kalangan peserta berusia 18 hingga 35 tahun, hanya sekitar 65 persen mengaku tidak pernah. Berdasarkan angka itu, proporsi generasi milenial yang berbohong kepada atasan lebih besar daripada proporsi pembohong dalam generasi sebelum mereka.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.