Sukses

Kenali Bahaya PCB, Limbah dari Perangkat Elektronik

PCB merupakan salah satu jenis bahan pencemar organik yang bisa terakumulasi di dalam rantai makanan.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rosa Vivien Ratnawati, mengatakan bahwa Polychlorinated biphenyls (PCBs) atau senyawa pencemar organik sangat berbahaya bagi lingkungan dan manusia. PCBs merupakan salah satu jenis bahan pencemar organik yang persisten, beracun, yang masuk dan mencemari lingkungan, serta terakumulasi di dalam rantai makanan.

"Senyawa ini sangat berbahaya bagi manusia. Sifatnya akumulatif dalam jangka panjang dan dapat menyebabkan beberapa jenis penyakit degeneratif. Di antaranya kanker, hipertensi, diabetes, gangguan sistem reproduksi, penurunan daya tahan tubuh, peningkatan risiko penyakit jantung, dan gangguan sistem saraf," ujar Vivien melalui keterangan pers pada Liputan6.com, Kamis, 29 Juli 2021.

Bahan PCBs banyak diaplikasikan pada peralatan listrik antara lain cairan dielektrik, transformator, kapasitor, serta alat-alat rumah tangga, seperti oven microwave, AC, motor listrik, rangkaian elektronik elektro magnet, tombol listrik, pemutus arus listrik otomatis, pompa vakum, kabel listrik, bahkan pada tinta, pelumas, cat dan aspal. Selain itu, PCBs hanya bisa terdeteksi keberadaannya melalui prosedur dan uji laboratorium dengan spesifikasi khusus.

Pencemaran air, tanah, dan udara oleh PCBs dapat terjadi karena kesalahan penanganan yang tidak sesuai prosedur dan protokol saat melakukan perawatan peralatan yang mengandung dan atau terkontaminasi PCBs pada industri. Vivien menjelaskan, PCBs bersifat sangat stabil, memiliki titik nyala pada suhu 380 derajat celcius.

Dari beberapa survei lingkungan yang dilakukan di daerah aliran sungai, terutama di daerah yang banyak industrinya, pada beberapa titik pengambilan sampel, PCBs memang ditemukan. Untuk itu, menurut Vivien, pemerintah harus bertanggung jawab untuk menangani permasalahan ini.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kasus PCBs

Berdasarkan catatan, PCBs telah memakan korban sejak lama, bahkan sebelum Deklarasi Stockholm pada 1972. Tahun 1968 di wilayah utara Kyushu Jepang, tercatat sebanyak 15 ribu orang menderita penyakit pigmentasi pada kulit, peningkatan angka kematian janin, serta 400 ribu kasus kematian ternak unggas. Kejadian ini kemudian dikenal sebagai insiden "Kanemi Yusho," yang penamaannya mengikuti nama perusahaan "Kanemi Company" yang memproduksi minyak beras yang diketahui terkontaminasi senyawa PCBs.

Tercatat juga sebanyak 1.843 kasus dengan gejala penyakit yang sama dengan Kanemi Yusho pada akhir 1979 hingga 1980 di wilayah bagian tengah Taiwan. Kasusnya ditemukan pada kelompok usia 11 hingga 20 tahun. Kasus hiperpigmentasi pada kulit bayi yang dilahirkan dari ibu yang terkontaminasi PCBs juga ditemukan di sana.

Sementara di Irlandia, kasusnya sedikit lebih ringan, di mana PCBs ditemukan pada sampel daging domba yang disembelih untuk dijual. Temuan ini berujung dilakukannya penyelidikan secara intensif oleh otoritas negara tersebut.

 "Ketiga contoh tersebut mengkhawatirkan kita semua karena membuktikan bahwa PCBs dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui rantai makanan," ungkap Vivien.

3 dari 4 halaman

Pelarangan dan Pemusnahan

Indonesia telah memiliki Rencana Implementasi Nasional untuk mengeliminasi dan mengurangi penggunaan bahan pencemar organik, termasuk senyawa PCBs pada 2008. Indonesia juga ikut meratifikasi Konvensi Stockholm pada 2009 yang bertujuan melindungi manusia dan lingkungan dari dampak negatif senyawa-senyawa pencemar organik yang persisten melalui beberapa mekanisme, di antaranya pelarangan dan pemusnahan.

 

Indonesia juga telah melakukan pengembangan kebijakan dan peraturan terkait PCBs. Hal ini merupakan upaya dalam mengembangkan dan mengimplementasikan Sistem Pengelolaan dan Pemusnahan PCBs Berwawasan Lingkungan sebagaimana diamanatkan Konvensi Stockholm.

"Langkah-langkah dan tahapan Pengelolaan PCBs Berwawasan Lingkungan diatur lebih teknis melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 29 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Polychlorinated Biphenyls, yang telah diundangkan sejak 30 Desember 2020 lalu," ujar Vivien.

Untuk itu, diperlukan upaya edukasi guna meningkatkan pemahaman dan pengelolaan yang baik agar akibat buruk PCBs dapat dihindari.

4 dari 4 halaman

Infografis Sampah Kemasan Produk Kecantikan

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.