Sukses

Menyentuh Hati Para Petani Lewat Pupuk Hayati

Awalnya, pupuk hayati itu dibagikan gratis kepada para petani NTT sebagai bagian misi pemberdayaan. Belakangan, pupuk dijadikan medium bisnis sosial.

Liputan6.com, Jakarta - Berawal dari misi pemberdayaan petani di Nagekeo, Flores, Nusa Tenggara Timur, pada 2014, kakak beradik Freddy dan Steven Wijaya akhirnya memutuskan berbisnis pupuk hayati. Pupuk yang dilabeli Dinosaurus itu mengandung bakteri tanah dan unsur hara untuk membantu menyuburkan tanaman.

"Kami awalnya fokus di pemberdayaan. Lalu, kami buat pupuk gratis buat petani. Kita prihatin dengan kondisi petani di sana," ujar Freddy saat ditemui di site plant 1, Cikeas, Bogor, Rabu, 31 Maret 2021.

Freddy menggandeng Pak Muji, seseorang yang disebutnya berlatar belakang akademisi dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Lelaki itu pula yang membantu menyusun formulasi pupuk hayati tersebut. Pasalnya, ia saat itu buta tentang fertilizer lantaran latar belakang pendidikannya adalah ekonomi UGM.

Pupuk hayati itu terbukti membantu meningkatkan produktivitas jagung para petani di Nagekeo. Freddy dan Steven kemudian berpikir untuk menjangkau petani yang lebih luas lagi. Kali ini, ia memutuskan menjadikannya sebagai bisnis sosial.

"Kalau mau jangkau lebih banyak petani, enggak bisa hanya pemberdayaan. Kita harus buatkan bisnis," ucapnya memberi alasan.

Pada 2017, mereka lalu membawa pupuk hayati itu untuk diproduksi di Jawa. Cikeas, Jawa Barat, dijadikan basisnya. Selain pabrik, ada pula lahan hasil urugan yang dijadikan laboratorium lapangan. Di tempat ini, ia menguji coba pupuk ke sejumlah tanaman dengan beragam teknik penanaman, seperti tanaman hortikultura hingga padi.

"Kami butuh setahun untuk mengurus perizinan. Kalau sampai kami mengedarkan pupuk tak berizin, saya bisa begini," ucap Freddy sembari membuat gestur seolah-olah diborgol.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

4 Bulan Fermentasi

Bukan itu saja yang menjadi tantangannya dalam berbisnis pupuk hayati. Hal lain yang tak kalah menantang adalah meyakinkan para petani sebagai pengguna utama. Tak mudah lantaran belum ada bukti yang bisa membuat petani jatuh hati. Tetapi ia tak mau menyerah, ia merayu petani untuk mencoba di lahan terbatas dan membandingkan hasilnya.

"Di Brebes misalnya, petani bawang itu awalnya enggak mau soalnya modal untuk menanam bawang itu besar. Waktu itu akhirnya saya minta satu dua lajur saja tanah yang enggak terlalu subur untuk dicoba. Ternyata, hasilnya memuaskan dan akhirnya petani itu minta lagi," kata Freddy. 

Freddy menerangkan proses produksi pupuk hayati melewati tahapan fermentasi selama empat bulan. Selama proses tersebut, bakteri dan buah-buahan serta bahan-bahan organik tertentu didiamkan di dalam bak-bak penampung untuk berkembang biak. "Kalau dari logika, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Buah itu mengandung nutrisi untuk kelangsungan hidup pohonnya," ia menerangkan.

Dalam proses itu, ia juga memutarkan musik instrumental dengan harapan bakteri akan lebih produktif. "Kami pernah membaca penelitian dari Jepang, Masaru Emoto, yang meneliti soal kristal air. Air itu akan mengikat apapun yang disampaikan. Kalau baik, kristalnya akan jadi baik, begitu pula kalau buruk. Diharapkan dengan memutarkan musik ini, prosesnya akan lebih baik," Freddy menjelaskan.

Setelah siap pakai, pupuk baru bisa didistribusikan. Ia mengaku pabriknya bisa menghasilkan hampir 200 ribu liter pupuk hayati per bulan. Selain petani, pupuk tersebut juga dijajakan secara online.

"Banyak juga ibu-ibu yang mulai sharing, wah janda bolongnya jadi subur ya," kata dia.

3 dari 5 halaman

Bagaimana Pupuk Hayati Bekerja?

Freddy mengibaratkan pupuk hayati itu seperti minuman fermentasi yang mengandung bakteri baik untuk usus. Pola kerjanya mirip, yakni bakteri yang diperlukan tanah akan memperbaiki kondisi tanah sehingga lebih gembur dan mudah ditanami. Jenis bakteri yang terkandung dalam pupuk di antaranya Streptomyeces sp., Azotobacter sp., Lactobacillus sp., dan Bacillus thuringensis.

"Bakteri itu kan kecil. Sering enggak disadari keberadaannya, tapi mereka ada. Tapi, sistem pertanian yang banyak saat ini seakan-akan melupakan mereka dengan menggunakan pestisida berlebihan, herbisida berlebihan. Bakteri kena efeknya. Mereka mati, ekosistem terganggu, berpengaruh ke tanahnya dan tanamannya," Freddy menjelaskan.

Efek menggunakan pupuk hayati membutuhkan waktu. Sering pula petani yang tak sabar akhirnya mencampurkannya dengan pupuk kimia. Padahal, cara itu justru membuat bakteri tak berfungsi. "Sebenarnya bisa saja pakai pupuk kimia, tapi pemakaiannya dijeda, sekitar seminggu lah," kata dia.

Belum lagi ada petani yang karena keterbatasan alat, menggunakan penyemprot yang sama untuk menyemprotkan pestisida dan pupuk hayati tanpa dibersihkan sebelum dipakai. Padahal, hal itu akan meracuni bakteri yang ada di dalam pupuk.

Setelah mengedukasi secara intensif, ia mengaku banyak petani kini merasakan manfaat dari pupuk hayati. Banyak dari mereka yang berhasil, membantu bisnis pupuk Dinosaurus lebih berkembang. Apresiasi itulah yang membuatnya terus bertahan. "Sampai ada yang dari Maluku datang jauh-jauh hanya untuk minta agar kami masukkan lagi pupuk Dino," ujarnya sambil tersenyum lebar.

Meski begitu, ia mengingatkan bahwa pupuk hanya salah satu komponen dari usaha. Hasil panen tetap ditentukan Sang Maha Kuasa. "Kita pun ngerasa kami bagian kecil yang harus kita kerjakan semaksimal mungkin," ucapnya.

4 dari 5 halaman

Gaya dengan Bermasker

5 dari 5 halaman

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini