Sukses

Hari Kesehatan Mental Sedunia, Pentingnya Berinvestasi pada Kesehatan Jiwa

Peran kesehatan mental tahun ini jadi lebih penting selama pandemi COVID-19.

Liputan6.com, Jakarta - Hari Kesehatan Mental Sedunia tahun ini adalah tentang peningkatan investasi dalam kesehatan jiwa. Tema besar tersebut telah diumumkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) terkait peringatan setiap 10 Oktober tersebut.

Mengapa berinvestasi, dan mengapa sekarang? Jawabannya, kesehatan mental dibutuhkan agar masyarakat dapat berkembang. Pasalnya, selama pandemi, kesehatan mental yang baik jadi lebih penting dari sebelumnya.

Tanpa fokus pada kesehatan mental, respons apa pun terhadap COVID-19 dinilai akan berkurang, menggerus ketahanan individu dan masyarakat, serta menghambat pemulihan sosial, ekonomi, juga budaya.

2020 bukanlah tahun yang mudah untuk memelihara kesehatan mental. Ancaman infeksi, penguncian berulang, isolasi sosial, dan ketidakpastian ekonomi telah menciptakan ketakutan, juga kecemasan yang meluas.

Sebuah Rapid Review yang diterbitkan The Lancet sebagaimana dilansir Jumat, 9 Oktober 2020, menunjukkan efek psikologis negatif dari karantina yang dipaksakan. Banyak orang yang sebelumnya mengira tak terpengaruh masalah kesehatan mental menemukan bahwa mereka juga rentan.

Sementara, bagi orang dengan kondisi kesehatan mental yang sudah ada sebelumnya sering kali mengalami peningkatan kesulitan. Memang terdapat konsekuensi neurologis dan psikiatri yang tepat dari infeksi, tapi tetap membutuhkan pemantauan yang cermat.

Kondisi-kondisi ini kemudian mengarah ke pertanyaan besar, "Investasi apa yang dibutuhkan pemerintah dan organisasi non-pemerintah untuk mengurangi dampak kesehatan mental dari COVID-19 dan, yang lebih penting, guna meningkatkan kesehatan mental secara global?"

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Identifikasi Kelompok Rentan

Cakupan kesehatan universal akan memberi garis hidup bagi mereka yang terjebak dalam lingkaran kesulitan ekonomi. Pasalnya, kemiskinan merupakan faktor penyebab masalah kesehatan mental dan penghalang akses layanan yang mungkin dapat membantu.

Menurut survei WHO, orang-orang dengan kondisi kesehatan mental parah jadi yang paling terpengaruh gangguan sistem perawatan kesehatan jiwa terkait COVID-19. Kelompok rentan lain, termasuk anak-anak dan remaja, terdampak penutupan sekolah, sistem kesehatan yang memburuk, akses terbatas ke makanan bergizi, putusnya hubungan keluarga, penelantaran, dan pelecehan.

Orang dewasa yang lebih tua juga rentan. Banyak orang dengan kondisi kesehatan yang sudah ada sebelumnya merasa takut dan kesepian, takut terinfeksi, sekarat, dan kehilangan anggota keluarga, sementara secara fisik jauh dari orang yang dicintai dan teman sebaya.

Terakhir, ada petugas kesehatan itu sendiri yang juga menghadapi risiko infeksi, stigmatisasi, dan beban kerja lebih besar dengan dampak psikologis. Investasi dalam kesehatan mental juga tentang investasi pada pekerja perawatan kesehatan.

Argumen ekonomi untuk investasi dalam layanan kesehatan mental jelas dan telah dibuat berkali-kali. Dalam skala global, strategi ini melibatkan pemberdayaan individu dan komunitas, pengakuan bahwa negara-negara berpenghasilan tinggi harus banyak belajar dari inovasi lingkungan berpenghasilan rendah dan menengah.

Juga, pengakuan peran sentral kesehatan mental dalam keamanan kesehatan global sekarang dan di masa depan. Investasi harus lebih dari sekadar uang jika layanan kesehatan mental ingin disesuaikan untuk mengatasi tantangan era COVID-19 dan pascaCOVID-19, di mana harus ada investasi pemikiran, waktu, dan komitmen untuk berubah.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.