Sukses

Musa Widyatmodjo Sebut Motif Batik Baru di Indonesia dalam Posisi Siaga 1

Pandemi, menurut Musa Widyatmodjo, adalah waktu yang tepat untuk berinovasi, termasuk membuat ragam motif batik baru.

Liputan6.com, Jakarta - Siaga satu, begitulah istilah yang digunakan desainer, sekaligus fashion guru Musa Widyatmodjo menggambarkan kondisi industri batik dalam negeri. Pernyatannya didasari berbagai indikator, termasuk perputaran produk batik yang berkurang akibat pandemi.

"Peralatannya kayak canting dan lilin makin sedikit. Pekerja pun berkurang," ucapnya dalam fashion talk yang dipandu Amy Wirabudi di Instagram Live, akhir pekan kemarin.

Demi keluar dari situasi genting, Musa mengatakan, sangat penting membuat terobosan serius, bergerak cepat dengan membuat perubahan. "Sudah bukan waktunya berevolusi, tapi harus revolusi," imbuhnya.

Yang paling masuk akal, sambung Musa, adalah mengeluarkan motif-motif batik baru demi mematahkan kebosanan publik. Kondisi sekarang, mau-tak mau, membuat industri berubah sehingga inovasi diperlukan.

"Saya mau siarkan bagaimana para pembatik punya konsep pemikiran baru. Tidak usah pusing saingan dengan industri printing. Yang penting harus berbenah dengan memperbaiki kualitas, juga menambah variasi motif dan warna (batik)," tegas sang desainer.

Yang harus digarisbawahi, penciptaan motif batik baru ini jangan sampai mengutak-atik kultur turun-temurun. "Beberapa motif batik sudah lekat dengan upacara tertentu, itu jangan diubah. Kalau iya (diubah), kualat namanya," ucapnya.

Dengan keberadaan 34 provinsi di Indonesia, Musa Widyatmodjo berharap, pembatik dari setiap wilayah tak membuat motif-motif senada. Tapi, lebih pada menguatkan karakter motif batik dari setiap provinsi.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Jangan Dirundung

Musa Widyatmodjo mengatakan, tak ada salah maupun benar dalam berinovasi. "Yang ada hanya evaluasi dan diperbaiki," tuturnya.

Juga, Musa menekankan bahwa tak seharusnya sebuah inovasi dirundung, melainkan dibiarkan berkembang. Sebagai contoh, canting pakai listrik. Keberadaannya disebut akan mematikan tradisi membatik yang eksak.

"Padahal, tanpa diapa-apain pun bakal mati dengan sendirinya. Kalau tidak ada inovasi, semua akan hilang," ucap Musa.

Ia menambahkan, bila motif batik dijiplak, tak perlu sedih. "Maju terus, tidak apa-apa. Anggap saja sedang dipakai Allah sebagai saluran berkah. Ikhlaskan. Ciptakan motif baru lagi," ujarnya.

Karena pandemi, industri akan berubah, yakni konsumen bisa berhubungan langsung dengan para pengrajin lewat digital. Musa mengatakan, nantinya bakal ada tiga planet, yaitu UMKM, industri, dan digitalisasi.

"Kalau pertanyaanya apakah semua ini harus dikuasai UMKM? Tidak. Harus kolaborasi. Kasih orang ahli industri. Jual secara digital, bisa menyerahkan ke orang lain untuk melakukannya. Kalau tidak, akan tenggelam dengan beban berat. Pembatik harus fokus dalam berkreasi," katanya.

Praktik ini harus bergerak searah dengan realita. Sebagai pelaku bidang usaha, sudah sepatutnya mencari terobosan untuk beradaptasi. "Makanya hati-hati membuat produk sekarang. Pengulangan akan menghadapai tantangan dalam penjualan," ucapnya.

Dalam inovasi, harus ada faktor wow untuk membuatnya berhasil. "Batik sekarang itu motif-motif zaman dulu. Warisan leluhur. Pertanyaannya, para pembatik sekarang akan mewariskan motif apa?"ujar Musa.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.