Sukses

6 Kasus Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus, Jangan Dibiarkan

Kaus kekerasan seksual menimpa mahasiwa asal Padang di lingkungan kampus UNP jadi yang belum lama terungkap.

Liputan6.com, Jakarta - Satu demi satu, gema isu kekerasan seksual di sejumlah kampus menyeruak ke tengah publik. Mengkhawatirkan, miris, bahkan membuat geram, kasus-kasus tersebut tak jarang berujung protes yang menuntut ketegasan pihak instituti pendidikan.

Langkah-langkah preventif yang telah diupayakan seolah masih butuh upgrade, pun sikap tegas dan metode penyelesaian secara tuntas. Dari sekian banyak, berikut beberapa kasus kekerasan seksual yang disebut terjadi di lingkungan kampus.

Dugaan kekerasan seksual di Universitas Negeri Padang

Yang baru-baru ini jadi perbincangan adalah dugaan kekerasan seksual yang dilakukan okum dosen pada seorang mahasiswi di Universitas Negeri Padang. Lewat laman Change.org, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, pihak pendamping korban, membuat petisi meminta publik mengawasi proses hukum tengah berlangsung.

Dalam petisinya, Diki Rafiqi dari LBH Padang menjelaskan, korban, orangtua, dan teman-teman yang jadi saksi sempat mendapat ancaman dari pihak kampus karena melaporkan pelecehan seksual diduga dilakukan dosennya.

“Peristiwa terjadi waktu persiapan pentas seni akhir tahun lalu. Dosen itu minta sesuatu yang panas-panas ke Bunga (bukan nama sebenarnya). Saat itu Bunga berpikir dosen tersebut minta teh atau kopi. Lalu, Bunga pergi ke dapur. Tapi, sesampai di sana, tangannya ditarik si dosen ke WC perempuan dan di sanalah si dosen melakukan hal bejat pada Bunga,” jelas Diki.

Isu pelecehan seksual di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo

Oknum dosen diduga melakukan pelecehan seksual pada mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo. Unjuk rasa, bahkan aksi teatrikal menutup mulut menggunakan lakban, sempat dilakukan mahasiswa lainnya sebagai bentuk keprihatinan atas isu pelecehan seksual yang menerpa kampus mereka.

Presiden BEM IAIN Sultan Amai Gorontalo Agung Datau mengatakan, kasus kekerasan seksual yang menyerak pada awal April tahun lalu setidaknya menimpa empat orang mahasiswa. Kendati sudah dipecat, mahasiswa kala itu menuntut dosen cabul tersebut tak lagi bisa aktif di lingkungan akademis Gorontalo.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Dugaan pelecehan seksual di UGM

Jadi salah satu kasus pelecehan seksual yang paling disorot, sudah belasan bulan setidaknya sejak korban mencari keadilan, kendati pihak UGM menyatakan ujung masalah dengan 'kesepakatan damai'.

Setelah proses panjang, Rektorat UGM mempertemukan korban dengan terduga berinisial HS untuk menandatangani kesepakatan penyelesaian melalui jalur internal kampus. HS disebut mengakui tindakannya dan memohon maaf atas peristiwa yang terjadi Juni 2017 lalu.

Kendati, tuntutan HS di-drop out tak dipenuhi pihak UGM. Kasus ini menimbulkan banyak polemik, protes, dan kritik bahwa kampus mengacuhkan isu kekerasan seksual. Ramai kasus ini pun berujung kamus merancang peraturan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, Mei 2019.

Isu kekerasan seksual di UIN Malang

Dugaan kekerasan seksul diduga dlakukan dosen pada dua mahasiswa Universitas Islam Negeri Malang (UIN) Maulana Malik Ibrahim sempat kencang berhembus pertengahan tahun lalu. 

Kasus ini terungkap ke publik saat Aliansi Mahasiswa Malang (AMM) memberi rilis secara resmi di media sosial. Saat dikonfirmasi Merdeka.com, perwakilan AMM Al Ghazali mengatakan, peristiwa ini terjadi enam tahun lalu, yakni pada 2013 saat korban jadi mahasiswa baru di UIN Malang.

Dugaan kekerasan ini dialamatkan pada seorang dosen Fakultas Psikologi berinisial ZH. Diceritakan Al Ghazali, pada waktu itu ZH sering menghubungi korban melalui pesan teks. Sama seperti mahasiswi yang menampar ZH dengan sepatu, korban didekati ketika masih mahasiswi baru.

ZH tak pernah mengatakan secara eksplisit sudah beristri. Dalam obrolan itu, ZH sering memanggil korban dengan sebutan 'sayang' yang membuatnya merasa risih. Korban juga kerap diajak bertemu di luar kampus, meski ajakan itu selalu ditolak.

Dalam keterangannya, Al Ghazali mengatakan, sampai pertengahan tahun lalu, ZH masih melakukan kegiatan pengajaran dan belum diberi sanksi tegas. Menurutnya, ZH termasuk orang penting di UIN Malang.

Sementara, pada awal Juni 2019, pihak kampus merilis keterangan resmi menyebutkan bahwa belum ada laporan kekerasan seksual pada pihak mereka. Kendati demikian, sebagai respons, UIN Malang telah membentuk Tim Pencari Fakta (TPF).

3 dari 3 halaman

Kasus Serupa di UPR

PS, oknum dosen Universitas Palangka Raya (UPR) diduga melakukan pelecehan seksual terhadap mahasiswanya terancam dipecat dari status Aparatur Sipil Negara (ASN).

Dari hasil investigasi kode etik terdiri dari beberapa guru besar di lingkungan FKIP UPR, pihak kampus juga memberhentikan jabatan PS sebagai Kepala Prodi Studi Pendidikan Fisika.

Antara menuliskan, Wakil Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa UPR Wawan Navado mengatakan, salah satu korban sempat dihubungi oknum dosen yang kini sudah mendekam di Polda Kalteng itu, untuk diajak berdamai dalam perkara tersebut.

Ditambahkan Wawan, korban yang alamat dan identitasnya dirahasiakan itu malu bertemu rekan-rekan satu kampus. Apalagi, korban rata-rata sudah semester akhir dan tengah dalam proses pembuatan skripsi.

Kasus pelecehan seksual di UNJ

Seorang dosen Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS) di Universitas Negeri Jakarta melakukan perkosaan pada seorang mahasiswi.

Berdasarkan laporan dari lembaga pers mahasiswa UNJ, Didaktika, pelaku melangsungkan tindakannya pada 8 Februari 2015 dengan cara mengundang korban ke tempat kosnya untuk membuat laporan keuangan FIS Mart.

Setelah diproses dengan jalan mempertemukan keluarga korban dengan pelaku, pihak UNJ mengeluarkan Surat Keputusan menetapkan sanksi morale pada pelaku.

Usai menerima SK, pelaku malah melaporkan kembali korban ke pihak kepolisian atas dasar pencemaran nama baik. Pada 2 Juni 2015, pelaku juga masih menggugat keputusan Dekanat FIS.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.