Sukses

Cerita Akhir Pekan: Ketika Lari Tak Lagi Sekadar Mencari Keringat

Lari kini tak lagi jadi alat untuk menjaga kebugaran. Beragam motif bisa memanfaatkan jenis olahraga yang termasuk tertua di dunia ini.

Liputan6.com, Jakarta - Apa kira-kira hal yang terlintas di benak Anda ketika mendengar kata lari? Salah satu upaya menurunkan berat badan atau bahkan untuk menjaga kebugaran tubuh? Terlepas dari itu, ada esensi lain yang terkandung dalam olahraga lari.

Pasalnya, lari makin ngetren dan sukses memikat berbagai kalangan, dari usia muda hingga tua. Fenomena ini juga ditunjukkan dengan hadirnya beragam event lari dan race run yang tersebar seantero jagat.

"Bicara soal tren, orang cenderung mengikuti apa yang sedang hangat seperti lari. Sekarang lari dilakukan banyak orang," kata Samuel Mulia, pengamat gaya hidup saat dihubungi Liputan6.com, Kamis, 1 Agustus 2019.

Seiring berjalannya waktu, lari pada hakikatnya tetap sebagai olahraga yang digemari publik. Di sisi lain, lari juga 'bergerak' pesat masuk dalam daftar wajib kehidupan seseorang.

"Lari sudah menjadi gaya hidup sehat, terutama generasi kini," tambah Samuel.

Selain sekadar mencari keringat, tersisip sebuah misi mulia dari lari yakni berbagi sesama dengan berdonasi. Beragam pihak memanfaatkan event lari untuk menyuarakan sesuatu, termasuk menggalang dana bagi yang membutuhkan.

Sebut saja Habitat Charity Run yang akan melaksanakan lari untuk membantu orang tak mampu mewujudkan kebutuhan akan rumah layak huni bagi ribuan keluarga Indonesia. Event yang dihelat oleh lembaga sosial Habitat for Humanity Indonesia (HFH) ini bakal berlangsung pada 25 Agustus 2019 di Kebun Binatang Ragunan, Jakarta Selatan.

Para peserta yang ikut memiliki dua pilihan jarak tempuh yakni 5K dan 10K dengan setiap satu kilometer yang dicapai oleh peserta bernilai Rp20 ribu. Donasi yang terkumpul akan dialokasikan untuk membangun rumah layak huni bagi masyarakat di Mauk dan Sentul.

"Generasi sekarang orientasinya sangat pandai melihat celah seperti lewat berdonasi untuk tujuan mulia. Mewujudkan interpersonal dengan me-monetizing personal," ungkap Samuel Mulia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Jatuh Cinta pada Lari

Olahraga lari telah berhasil 'mencuri' hati banyak orang, satu di antaranya Giattri Fachbrilian Putri, seorang pegawai swasta di Jakarta. Ia berkisah tentang kecintaannya pada olahraga lari yang berawal sejak melanjutkan studi di perguruan tinggi.

"Lari itu awalnya waktu kuliah saat ikut Mapala (mahasiswa pecinta alam) di 2008. Pernah ikut lomba lari estafet di kampus dan dapat juara dua. Waktu itu hanya sekadar dan belum serius menekuni lari," kata Giattri kepada Liputan6.com, Kamis, 1 Agustus 2019.

Baru pada 2017, Giattri diajak mendiang atasannya yang begitu mencintai lari dan menyebut bekerja harus diimbangi dengan olahraga. Jadilah ia ikut lari tiga kali dalam seminggu tepatnya setiap Senin, Rabu, dan Jumat.

"Lalu pada 2017 saya ikut race run, Tjanting Run di Alam Sutra dengan jarak tempuh 5K, tetapi 2018 tidak ikut. Setelah itu, biasanya jogging setiap Sabtu, Senin, dan Kamis," tambahnya.

Semangat Giattri ikut race run kembali berkobar memasuki awal 2019. Kala itu, ia ambil bagian di Virgin, acara Unpar Half Marathon. Petualangannya berlanjut mengikuti kegiatan lari yang sekaligus berdonasi di BAF Lions Run for Childhood Cancer di Alam Sutera.

Tak berhenti di sana, ia juga siap ambil bagian kegiatan lari lain dalam waktu dekat. "Akhir September ini saya akan ikut Highland Half Marathon di Sentul," ungkap Giattri.

"Kalau nggak lari jadi suggest badan lemas, gampang lelah, dan ada sesuatu yang kurang. Saya sudah ada di tahap itu," ucap Giattri.

3 dari 3 halaman

Pentingnya Lari untuk Naik Gunung

Lari juga berperan penting bagi Giattri yang juga hobi mendaki gunung. Tiba pada satu momen, ia merasakan pengalaman yang kurang menyenangkan karena dirasa kurang berlari.

"Waktu itu 2013 saya mendaki Gunung Arjuna. Padahal latihannya lumayan, seminggu sekali lari di GBK. Tapi waktu mendaki saya sampai sesak napas," tambahnya.

Pengalaman tersebut lantas menjadi pelajaran berharga baginya. Persiapan lari yang rutin akan dilaksanakan ketika berencana untuk mendaki gunung.

"Kalau mau naik gunung bakal rutin lari satu sampai tiga bulan sebelumnya. Waktu saya mendaki Gunung Rinjani, saya latihan lari lebih dari dua bulan karena medannya cukup berat dan berkat lari saya kuat naik sampai puncak," ucap Giattri.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.