Sukses

Cerita Akhir Pekan: Usaha Cuci Cetak Foto Masih Hidup di Era Digital

Di era serba digital, orang lebih suka menyimpan fotonya dalam memori tanpa harus mencetaknya. Buntutnya, banyak usaha cuci cetak foto yang tutup.

Liputan6.com, Jakarta - Dunia dikejutkan dengan terancam bangkrutnya perusahaan legendaris yang bergerak di bidang fotografi dan film, Kodak dan terseok-seoknya Fuji Film. Mereka dinilai terlambat mengantisipasi tren kamera digital, sehingga berada dalam kondisi sulit.

Suka atau tidak suka, sekarang adalah era digital. Kamera analog memang sedang tren kembali, tapi jelas tdak bisa menyamai bahkan sekadar mendekati era keemasan mereka. Begitu juga dengan bisnis atau usaha cuci cetak foto. Saat ini sudah banyak usaha cuci cetak foto yang gulung tikar, termasuk di Indonesia.

Usaha studio dan cuci cetak foto pernah mengalami kejayaan di era 1980 sampai 1990-an. Namun memasuki era 2000-an, mulaii menurun seiring dengan menjamurnya kamera digital. Kamera dari tahun ke tahun memang mengalami perkembangan, mulai dari kamera berwujud tustel dengan rol film di dalamnya sampai kamera digital seperti sekarang ini.

Generasi milenial sepertinya tidak merasakan cetak foto dengan menggunakan klise. Studio atau tempat cetak foto dulu pernah menjadi primadona untuk mencetak hasil foto. Berbeda halnya dengan era sekarang yang serba digital, orang lebih suka menyimpan fotonya dalam memori tanpa harus mencetaknya.

Buntutnya, banyak usaha cuci cetak foto yang tutup dan jumlahnya sudah berkurang drastis. Salah satu tempat usaha cuci cetak foto yang masih mampu bertahan di Jakarta adalah Simpati Foto yang berlokasi di sebuah ruko di kawasan Palmerah. Tempat usaha yang awalnya bernama Merpati Foto sudah dijalankan sejak 1977 dan masih beroperasi hingga sekarang.

Pak Andi selaku pemilki Simpati Foto mengakui banyak studio cetak foto lainnya sudah gulung tikar, tapi ia memilih untuk bertahan. Salah satu alasannya adalah karena tidak ingin membuka usaha lainnya lagi

"Kalau mulai yang lainnya harus mulai dari nol lagi. Saya dari awal memang suka dan memilih bisnis foto ini, jadi akan tetap saya jalankan. Ya sampai saat ini tetap bisa menghasilkan, meski enggak seramai dulu," ucapnya saat diwawancarai Liputan6.com, Jumat, 8 Februari 2019.

Bisnis yang dijalankan oleh keluarganya ini masih memiliki banyak pelanggan. Biasanya mereka adalah anak sekolah, pekerja kantoran atau para pencari kerja yang ingin mencetak foto. Lalu ada juga sejumlah orang yang mencetak foto untuk keperluan membuat visa. Namun, mereka tidak menjual rol film lagi karena harganya yang semakin melambung sedangkan peminatnya sudah sangat sedikit.

Meski begitu mereka masih menerima jasa cuci rol film menjadi negatif film atau klise, maupun klise yang dicetak menjadi foto. Di masa kejayaannya di tahun 1980-an, toko tersebut sangat ramai bahkan tak pernah sepi pengunjung.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kiat Mampu Bertahan

Ada 10 karyawan yang bekerja dalam dua shift untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Lokasi toko yang berdekatan dengan grup media cetak terkemuka membuat mereka selalu kebanjiran order.

"Kalau dulu bisa tutup sampai malam, kalau ada yang mencetak sampai jam 10 sampai 12 malam juga dilayani, sekarang buka jam 8 pagi tutup jam 8 malam," terang Pak Andi.

Simpati Foto awalnya berlokasi di dekat pom bensin Palmerah dan pada 1998 pindah ke sebuah ruko di samping Pasar Palmerah. Menurut Pak Andi, di kawasan Pasar Palmerah dulu ada tujuh tempat cuci cetak foto, tapi sekarang ini hanya tinggal dua saja. Pada 2010, keuntungan usahanya mulai turun drastis, tapi ternyata masih tetap bisa bertahan sampai sekarang.

Lalu apa kiat pak Andi hingga bisa mempertahankan usahanya? "Ya karena saya sendiri yang punya ruko ini. Terus saya sekarang nggak punya karyawan, semua yang jalanin keluarga saya. Sekarang anak saya yang nerusin usaha ini,"  terangnya.

"Mungkin kalau ruko ini punya oang lain dan saya masih menggaji pegawai, ya kita sudah lama tutup. Sebenarnya kita bisa aja gaji karyawan, tapi mereka nggak betah karena sepi banget. Tapi ternyata masih bisa bertahan sampai sekarang," sambungnya.

Perkembangan era digital tak membuat surut semangat keluarga Pak Andi untuk terus membuka dan menjalankan tokonya. Melakukan usaha tanpa batas dan kecintaan akan bidang usaha yang digeluti biasanya akan membuahkan hasil yang memuaskan. Begitu pula dengan studio cuci cetak foto Simpati.  (Adinda Kurnia Islami)

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.