Sukses

Berang-berang `Diumpan` untuk Bantu Nelayan Bangladesh Cari Ikan

Nelayan di Bangladesh memanfaatkan berang-berang untuk membantu menangkap ikan.

Liputan6.com, Bangladesh Biasanya para nelayan memancing ikan menggunakan cacing sebagai umpannya. Namun berbeda di Bangladesh, para nelayan memiliki cara tersendiri untuk memancing tangkapannya tersebut.

Seperti yang dilansir dari Thedailystar.net, Selasa (8/4/2014), para nelayan di Bangladesh justru memanfaatkan salah satu hewan mamalia yaitu berang-berang untuk menarik perhatian ikan agar masuk dalam perangkap jala yang telah disiapkan.

Tradisi memancing dengan berang-berang memang sudah berlangsung sejak ratusan tahun yang lalu dan diwariskan secara turun temurun. Berang-berang ini bukanlah dijadikan sebagai umpan melainkan hanya daya tarik agar ikan yang akan ditangkap berhasil masuk dalam jala.

Mulanya, para nelayan akan mengikat dua hingga tiga ekor berang-berang pada sebuah tongkat bambu. Setelah itu, mereka akan menurunkan hewan tersebut ke sungai dan memasang jala di sekitarnya. Berang-berang yang masuk ke air, otomatis akan menggerakkan ekornya dan menimbulkan percikan yang dapat menarik perhatian ikan di sekitar untuk naik ke atas permukaan hingga akhirnya masuk dalam jala.

Teknik memancing dengan berang-berang ini biasanya dilakukan saat tengah malam hingga waktu subuh. Para nelayan mengaku mampu menangkap 4 hingga 12 kilogram ikan setiap harinya. Dari situ setiap nelayan bisa mendapatkan uang sebesar US$ 250 (sekitar Rp 2,8 juta) per bulannya.

"Pekerjaan kami tergantung pada berang-berang," ungkap Shashudhar Biswas, salah satu nelayan di kawasan Narail, Bangladesh Selatan. "Berang-berang bisa melihat ikan yang tersembunyi di balik tumbuhan air dan memaksanya untuk mendekat ke jala kami. Tanpa berang-berang, kami tak akan mampu menangkap banyak ikan," imbuh Vipul, anak dari Shashudhar.

Meski begitu, kini populasi ikan di sungai sudah mulai berkurang banyak jika dibandingkan 20 tahun yang lalu. Salah seorang ahli dari Dhaka University mengungkapkan bahwa hal tersebut dipicu polusi yang disebabkan oleh limbah pabrik dan aliran perairan sawah yang telah tercampur dengan zat pestisida. Hal tersebut berdampak pada penurunan jumlah nelayan yang dulunya 500 menjadi hanya 150 orang.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.