Sukses

Etika Makan saat Berbuka Puasa Menurut Rasulullah SAW

Penjelasan hadis tentang anjuran makan dengan cukup ketika berbuka.

Liputan6.com, Jakarta - Puasa di bulan Ramadan merupakan salah satu ibadah yang termasuk dalam rukun Islam. Ibadah puasa biasanya berlangsung selama 29-30 hari.

Secara bahasa puasa artinya menahan diri, sedangkan secara istilah puasa adalah menahan diri dari dua syahwat (yaitu perut dan kemaluan) serta dari segala yang memasuki tenggorokan yang dilakukan mulai dari terbit fajar kedua atau shadiq hingga waktu berbuka puasa yaitu terbenamnya matahari kembali.        

Hukum menjalankan ibadah puasa terdapat dalam QS. al-Baqarah ayat 183

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” (QS. Al-Baqarah: 183).

Banyak sekali keistimewaan dan amalan-amalan sunnah selama berpuasa di bulan Ramadan. Selain itu, perlu juga menjadi perhatian beberapa anjuran yang dapat dilaksanakan ketika hendak berbuka puasa, untuk ibadah yang lebih optimal.

 

Saksikan Video Pilihan ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kajian Hadis

Dalam berbuka hendaklah kita makan dan minum sewajarnya agar perut kita tidak terlalu kenyang sehingga tidak sanggup untuk melaksanakan tarawih ada pun hadis yang menerangkan tentang ini adalah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ما ملأ آدميٌّ وعاءً شرًّا من بطن، بحسب ابن آدم أكلات يُقمن صلبَه، فإن كان لا محالة، فثُلثٌ لطعامه، وثلثٌ لشرابه، وثلثٌ لنفَسِه

“Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk dari perut. Cukuplah bagi anak Adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun jika ia harus (melihatnya), hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk bernafas”.

Imam Asy-Syafi’i rahimahullah menjelaskan,

لان الشبع يثقل البدن، ويقسي القلب، ويزيل الفطنة، ويجلب النوم، ويضعف عن العبادة

“Karena kekenyangan membuat badan menjadi berat, hati menjadi keras, menghilangkan kecerdasan, membuat sering tidur dan lemah untuk beribadah”.

Bahkan kekenyangan hukumnya bisa haram, Ibnu Hajar rahimahullah berkata,

وما جاء من النهي عنه محمول على الشبع الذي يثقل المعدة ويثبط صاحبه عن القيام للعبادة ويفضي إلى البطر والأشر والنوم والكسل وقد تنتهي كراهته إلى التحريم بحسب ما يترتب عليه من المفسدة

“Larangan kekenyangan dimaksudkan pada kekenyangan yang membuat penuh perut dan membuat orangnya berat untuk melaksanakan ibadah dan membuat angkuh, bernafsu, banyak tidur dan malas. Bisa jadi hukumnya berubah dari makruh menjadi haram sesuai dengan dampak buruk yang ditimbulkan (misalnya membahayakan kesehatan,...)”.

Sekalipun hadis di atas bukan di peruntukan untuk berbuka namun ini merupakan suatu anjuran agar makan dengan sewajarnya supaya kita dapat melaksanakan ibadah dengan lancar di bulan puasa.

.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.