Sukses

Korupsi dalam Perspektif Islam dan Cara Pencegahannya

Ajaran Islam menjelaskan bahwa korupsi adalah perilaku jahiliyah yang harus disudahi. Islam mengajarkan bahwa penindasan, kesewenang-wenangan, dan penyelewengan adalah sikap hidup yang dapat menyakiti manusia lain.

Liputan6.com, Jakarta - Sungguh miris, sampai dengan saat ini Indonesia masih menyandang jawara dalam hal korupsi. Padahal sudah jelas, bahwa korupsi dilarang dalam ajaran agama apapun, termasuk agama Islam.

Korupsi adalah perbuatan yang dilakukan dengan tujuan mengambil keuntungan pribadi dari harta, waktu maupun wewenang yang bukan menjadi haknya. Dalam ajaran Islam, korupsi jelas dilarang dan termasuk dalam salah satu perbuatan merugikan.

Ajaran Islam menjelaskan bahwa korupsi adalah perilaku jahiliyah yang harus disudahi. Islam mengajarkan bahwa penindasan, kesewenang-wenangan, dan penyelewengan adalah sikap hidup yang dapat menyakiti manusia lain.

Pada zaman Nabi Muhammad SAW, sudah ditemukan sejumlah kasus korupsi dalam beberapa bentuknya. Nabi kemudian mewanti-wanti kepada para umatnya agar perbuatan tercela ini dihindari betul-betul. 

Salah satunya adalah saat beliau mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman untuk membina masyarakat setempat mengenai zakat. Sebelum berangkat, Rasul sempat berpesan kepada Mu’adz agar tidak korupsi sesampainya di sana. 

 

Saksikan Video Pilihan ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pandangan Islam tentang Korupsi

Nabi  SAW kemudian mengingatkan Mu’adz bahwa orang yang melakukan tindakan korupsi kelak akan memperoleh balasan dosanya di hari kiamat. Peristiwa ini direkam oleh hadits riwayat Imam At-Tirmidzi berikut. 

Diriwayatkan:   

عن معاذ بن جبل قال بعثني رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى اليمن فلما سرت أرسل في أثري فرددت فقال أتدري لم بعثت إليك لا تصيبن شيئا بغير إذني فإنه غلول ومن يغلل يأت بما غل يوم القيامة لهذا دعوتك فامض لعملك  

Artinya, “Dari Mu’az bin Jabal, ia berkata, ‘Rasulullah saw mengutus saya ke Yaman. Ketika saya baru berangkat, beliau memerintahkan seseorang untuk memanggil saya kembali. Maka saya pun kembali dan beliau berkata,  ‘Apakah engkau tahu aku mengirimmu orang untuk kembali? Janganlah kamu mengambil sesuatu tanpa izin saya, karena hal itu adalah ghulul (korupsi). Dan barangsiapa berlaku ghulul, maka ia akan membawa barang yang digelapkan atau dikorupsi itu pada hari kiamat. Untuk itulah aku memanggilmu. Sekarang berangkatlah untuk tugasmu.” (HR At-Tirmidzi) 

Allah SWT  juga berfirman dalam surat Ali Imran ayat 161 sebagai berikut:   

وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ اَنْ يَّغُلَّ ۗوَمَنْ يَّغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۚ ثُمَّ تُوَفّٰى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ 

Artinya, “Dan tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang). Barangsiapa berkhianat, niscaya pada hari Kiamat dia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu. Kemudian setiap orang akan diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya, dan mereka tidak didzalimi.” (QS. Ali Imran: 161)

Hukum Islam menyebut tindakan korupsi dengan istilah jarimah atau jinayah. Kedua istilah ini mempunyai pengertian yang sama, yaitu perbuatan yang dilarang hukum Islam, baik perbuatan itu mengenai jiwa, harta, atau lainnya.

Pembahasan mengenai tindakan-tindakan yang dipandang sebagai korupsi dapat dilihat dalam beberapa ayat dalam Al-Qur’an. Terdapat ayat yang menyebutkan bahwa dilarang memakan harta sesama dengan jalan batil. Dan larangan tentang menyuap hakim demi menguasai harta yang bukan haknya.

Sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 188:

وَلَا تَأْكُلُوْۤا اَمْوَا لَـكُمْ بَيْنَكُمْ بِا لْبَا طِلِ وَتُدْلُوْا بِهَاۤ اِلَى الْحُـکَّامِ لِتَأْکُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَا لِ النَّا سِ بِا لْاِ ثْمِ وَاَ نْـتُمْ تَعْلَمُوْنَ

Artinya: "Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui."

3 dari 3 halaman

Pencegahan Tindak Pidana Korupsi dalam Perspektif Islam

Dalam pencegahan tindak pidana korupsi, perlu dilakukan upaya secara menyeluruh pada seluruh aspek kehidupan manusia. Adapun upaya pencegahan dapat dilakukan dengan menanamkan nilai anti korupsi melalui perspektif agama Islam, yang dapat disampaikan dalam berbagai bidang. 

Bidang-bidang tersebut yaitu bidang budaya, pendidikan, agama, dan hukum. Perlu adanya tindakan maksimal dalam mencegah terjadinya tindak pidana korupsi, dengan cara pemupukan nilai-nilai agama di berbagai bidang tersebut.

Dalam mengupayakan upaya pencegahan korupsi di Indonesia melalui perspektif agama Islam, dapat dilakukan suatu telaah permasalahan dan penanganannya terlebih dahulu. Telaah permasalahan dapat dilakukan dengan melihat lebih dalam tindakan korupsi yang marak terjadi di Indonesia, sebagai bahan evaluasi terkait suatu permasalahan yang mengakibatkan tindakan korupsi.

Umumnya, tindakan korupsi dilakukan oleh seseorang yang tidak memiliki moral, oleh sebab itu diperlukan penanganan dengan pendekatan agama sebagai langkah menumbuhkan moral yang baik untuk generasi berikutnya.

Pendidikan dan penanaman nilai agama Islam dapat terus diajarkan pada generasi muda, guna menumbuhkan moral yang baik sehingga dapat mencegah perilaku korupsi di kemudian hari. Ajaran pendidikan anti korupsi melalui perspektif agama dapat disampaikan dengan dasar dalil Al-Qur’an sebagai salah satu sumber hukum tertinggi dalam Islam. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.