Sukses

Mengenal Raja Haji Ahmad, Seorang Putra Raja yang Ahli Sejarah Melayu

Hari ini Sabtu, (5/11/22) salah nama salah seorang tokoh yakni Raja Haji Ahmad trending di mesin pencarian google. Berdasarkan pantauan pada google trends, sebanyak 2 juta lebih penelusuran menggunakan nama tokoh ini.

Liputan6.com, Cilacap - Hari ini Sabtu, (5/11/22) nama salah seorang tokoh yakni Raja Haji Ahmad trending di mesin pencarian Google.

Berdasarkan pantauan pada Google Trends, sebanyak 2 juta lebih penelusuran menggunakan nama tokoh ini.

Selain itu, Doodle Google juga menampilkan gambar animasi Raja Haji Ahmad yang terdapat dalam salah satu lembaran buku. Hal ini menunjukan tokoh yang dimaksud merupakan seorang cendekiawan dan penulis handal.

Doodle hari ini merayakan kehidupan dan warisan Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad. Dia adalah seorang sejarawan, cendekiawan, dan penulis terkenal yang memimpin kebangkitan sastra dan budaya Melayu pada abad ke-19.

Raja Ali secara anumerta dihormati sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada hari ini pada tahun 2004,” tulis Google Doodle dikutip Sabtu (5/11/22).

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Seorang Putra Raja

Sebagaimana dikutip dari Wikipedia, Raja Ali adalah putra dari Raja Ahmad, yang bergelar Engku Haji Tua setelah melakukan ziarah ke Makkah. Dia adalah cucu Raja Ali Haji Fisabilillah (Yang Dipertuan Muda IV dari Kesultanan Lingga-Riau dan juga merupakan bangsawan Bugis, saudara Raja Lumu).

Raja Ali lahir sebagai pangeran Bugis-Melayu pada tahun 1809 dari keluarga ulama. Ketika dia masih muda, keluarganya pindah ke Pulau Penyengat. Ia belajar dengan ulama terkenal dari Kesultanan Riau-Lingga dan diakui sebagai siswa yang berbakat. Sebagai seorang remaja, Raja Ali menemani ayahnya dalam misi ke Jakarta, serta ziarah ke Mekah. Keduanya adalah bangsawan Riau pertama yang mencapai prestasi ini.

Ketika berusia 32 tahun, Raja Ali menjadi bupati bersama Sultan muda dan akhirnya dipromosikan menjadi penasehat agama. Dalam peran ini, ia mulai menulis tentang bahasa, budaya, dan sastra orang Melayu. Karya-karyanya meliputi kamus Melayu, teks pendidikan tentang tugas raja, silsilah Melayu dan Bugis, antologi puisi dan banyak lagi.

Pada tahun 2004, Raja Ali mendapat penghargaan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia atas kontribusinya pada bahasa, sastra, budaya Melayu, dan sejarah Indonesia. Karyanya yang paling terkenal adalah Tuhfat al-Nafis, atau “Hadiah Berharga”, yang dianggap sebagai sumber tak ternilai tentang sejarah Semenanjung Melayu. Sekarang diukir di batu nisannya untuk dibaca orang saat berkunjung.

3 dari 4 halaman

Karya Monumentalnya dalam Bidang Sejarah

Sebagaimana dikutip dari Wikipedia, salah satu karyanya yang cukup monumental ialah kitab Tuhfat al-Nafis, yang artinya hadiah yang berharga yang ditulis pada tahun 1885 dalam huruf Jawi. Kitab ini berisi tentang kejadian-kejadian yang berlangsung pada abad ke-18 dan 19 di berbagai negeri Melayu.

Ada empat manuskrip Tuhfat al-Nafis yang diketahui. Naskah yang disalin pada 1890 diterbitkan pada 1923 untuk Journal of the Malayan Branch Royal Asiatic Society, London. 

Tuhfat al-Nafis diawali dengan ringkasan yang diambil dari Sulalatus Salatin (Sejarah Melayu), dan kemudian menceritakan dengan lebih terinci sejarah Kesultanan Johor-Riau. Figur dinamis dalam Tuhfat adalah para pangeran Bugis, yang dengan kecekatan militer dan diplomasi mereka berhasil meraih kedudukan penting di negeri-negeri Riau, Selangor, Sambas dan Matan-Sukadana.

Tema yang berulang dalam paruh pertama Tuhfat adalah konflik antara orang-orang Minangkabau dari Siak dan angkatan aliansi Bugis dan Melayu. Konflik ini terjadi baik di wilayah Riau dan di Kedah, Selangor, Siak dan Kalimantan. 

Paruh kedua yang meliputi pertengahan abad ke-18 sampai 1864 menceritakan berkembangnya permusuhan antara orang-orang Bugis dan Melayu di Riau, dan dua serbuan yang dipimpin oleh orang-orang Bugis terhadap Belanda di Malaka pada 1756 dan 1784. 

Serangan terakhir ini berakhir ketika Belanda menandatangani perjanjian dengan sultan Riau yang menyatakan kerajaannya hanya merupakan bawahan (fief) dari Serikat Dagang Hindia Belanda (VOC).

Meskipun berpusat pada sejarah Riau dan Johor Tuhfat al-Nafis juga memadukan sejarah berbagai negeri Melayu lainnya seperti Siak, Kedah, Selangor,Kelantan, dan pantai barat Kalimantan.

4 dari 4 halaman

Karya Sejarah yang Kompleks dan Canggih

Sebagaimana dikutip dari perpusnas.go.id, Tuhfat al-Nafis meruakan karya sejarah Melayu yang paling kompleks dan canggih diantara semua karya Melayu yang dikarang sebelum abad kedua puluh.

Karya ini merupakan puncak yang gemilang dalam pernyataan pemikiran dan kebudayaan Melayu. Karya ini berisi pertama, konsepsi sejarah, meliputi peristiwa dari awal abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-19 juga mengenai latar belakang peristiwa zaman Sriwijaya dan Malaka.

Termasuk Kerajaan Melayu Semenanjung Melayu dan di Kepulauan Riau-Lingga (termasuk Singapura), di Siak (Sumatera Timur), di Kalimantan Barat, Di Sulawesi Selatan, dan terdapat rujukan di Betawi/Jakarta).

Kedua menguraikan hubungan yang erat antara raja-raja yang bertebaran dari segi geografis yg berbeda namun dapat berhubungan melalaui perkawinan. Ketiga adanya hubungan antara raja-raja dengan dibuktikan melalui sejarah yang ditulis dan disimpan di perpustakaan, sebagai bahan rujukan.

Keempat gaya bahasa, filsafat, dan kaedah historioriografi Raja Ali Haji memperlihatkan penciptaan sintesis baru antara kebudayaan Melayu dengan kejayaan Islam dengan menggunakan bahasa Arab. Kelima menggambarkan kisah wanita yang memiliki daya tarik seperti Tengku Tengah dan Engku Puteri dan keberanian Raja Haji yang berani menentang pasukan Belanda di Melaka.

 

Khazim Mahrur

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.