Sukses

Malam Suro: Sejarah, Peringatan dan Maknanya

Sejarah dan makna dibalik malam suro, serta peringatan-peringatan yang sering dilakukan.

Liputan6.com, Jakarta Malam Suro, yang dikenal sebagai awal tahun baru dalam kalender Jawa, adalah salah satu peristiwa budaya yang penuh makna dalam masyarakat Jawa. Merupakan saat yang ditunggu-tunggu, di mana orang-orang berkumpul untuk mengenang leluhur, merayakan semangat persatuan, dan merenungkan makna spiritualitas dalam hidup mereka.

Malam Suro bukan hanya sebuah acara kalender, tetapi juga suatu tradisi yang melibatkan berbagai elemen kebudayaan, sejarah, dan agama. Berkaitan dengan masa pemerintahan Sultan Agung, malam suro memiliki makna-makna spiritual yang terkandung dalam ritual-ritualnya, serta berbagai tradisi budaya yang menghiasi peringatannya.

Untuk lebih memahami apa itu malam suro, berikut ini telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber pada Jumat (22/9/2023). Sejarah dan makna dibalik malam suro, serta peringatan-peringatan yang sering dilakukan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Sejarah malam suro 

Sejarah Malam Suro berawal dari masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo di Kerajaan Mataram pada abad ke-17. Pada tahun 1633 Masehi atau 1555 tahun Jawa, Sultan Agung mengadakan pesta besar-besaran yang menandai awal tahun baru Jawa. Dalam pesta ini, Sultan Agung memutuskan untuk menetapkan Tahun Jawa atau tahun Baru Saka dan menetapkan 1 Suro sebagai awal tahun baru Jawa.

Keputusan ini diambil setelah Sultan Agung memadukan berbagai sistem penanggalan, termasuk kalender Hijriah, kalender Jawa, sistem penanggalan Hindu, dan sedikit pengaruh dari kalender Julian. Dengan dekrit yang dikeluarkannya, Sultan Agung menggantikan penanggalan Saka yang berdasarkan putaran matahari dengan kalender Qamariah yang berbasis putaran bulan. Ini menjadi awal perubahan dalam sistem penanggalan Jawa yang terus berlanjut dengan tahun Saka.

Selama periode ini, Sunan Giri II juga melakukan penyesuaian antara kalender Hijriah dan kalender Jawa untuk memperkenalkan kalender Islam kepada masyarakat Jawa.

Saat yang sama, Sultan Agung juga menyatukan berbagai kalangan masyarakat Jawa, termasuk kaum santri dan abangan, untuk melawan Belanda di Batavia. Ini menciptakan semangat persatuan di kalangan rakyat Mataram.

Untuk mengontrol pemerintahannya, Sultan Agung mengadakan laporan pemerintahan setiap hari Jumat Legi. Kegiatan ini melibatkan pengajian dan ziarah ke makam Ngampel (Sunan Ampel) dan Giri. Kegiatan inilah yang menjadi cikal bakal kesakralan Malam Suro.

Seiring waktu, Malam Suro menjadi sebuah perayaan yang memiliki makna khusus dalam budaya Jawa. Ini bukan hanya sebagai awal tahun baru Jawa tetapi juga sebagai momen refleksi, penghormatan kepada leluhur, dan perayaan kebersamaan. Malam ini juga memiliki nilai historis yang penting dalam perlawanan terhadap penjajah Belanda.

 
3 dari 4 halaman

Peringatan-peringatan malam suro

Peringatan Malam Suro, yang juga dikenal sebagai Hari Tahun Baru Jawa, memiliki makna dan tradisi yang beragam di masyarakat Jawa. Berikut beberapa peringatan dan tradisi yang sering terkait dengan Malam Suro:

  1. Upacara Tradisional: Pada Malam Suro, seringkali terdapat upacara tradisional yang dilakukan oleh masyarakat Jawa. Ini bisa termasuk doa bersama, pengajian, ziarah ke makam leluhur, dan ritual-ritual lainnya yang bertujuan untuk mengenang dan menghormati nenek moyang.
  2. Upacara Tumpengan: Beberapa keluarga Jawa mungkin mengadakan tumpengan, yaitu upacara penyajian hidangan khas Jawa sebagai ungkapan syukur atas berkah dan sebagai doa untuk tahun yang baru. Tumpengan sering kali melibatkan nasi kuning dan hidangan-hidangan khas Jawa lainnya.
  3. Ziarah Makam: Banyak orang Jawa melakukan ziarah ke makam-makam leluhur pada Malam Suro. Mereka membersihkan dan merapikan makam serta melakukan doa-doa khusus sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur.
  4. Mengadakan Ritual Keagamaan: Malam Suro juga sering diisi dengan ritual-ritual keagamaan seperti pengajian dan doa bersama. Ini dapat dilakukan di rumah, di masjid, atau di kuil, tergantung pada agama dan kepercayaan masing-masing individu.
  5. Perayaan Budaya: Beberapa daerah di Jawa mungkin mengadakan perayaan budaya seperti wayang kulit, pertunjukan seni tradisional, dan pameran seni. Ini bertujuan untuk mempromosikan budaya Jawa dan menjaga warisan budaya tersebut tetap hidup.
  6. Keramaian dan Pesta Rakyat: Di beberapa tempat, Malam Suro juga bisa menjadi momen untuk mengadakan pesta rakyat, konser musik, atau pertunjukan hiburan lainnya. Ini bertujuan untuk menyatukan komunitas dan merayakan awal tahun baru dengan sukacita.
  7. Meditasi dan Refleksi: Ada juga individu yang memilih menghabiskan Malam Suro dengan meditasi atau refleksi pribadi. Mereka mungkin menggunakan momen ini untuk merenungkan tahun yang telah berlalu dan menetapkan tujuan atau harapan untuk tahun yang baru.

Peringatan Malam Suro memiliki nilai spiritual, budaya, dan sejarah yang mendalam bagi masyarakat Jawa. Tradisi-tradisi ini beragam tergantung pada daerah dan kepercayaan pribadi masing-masing, tetapi semuanya mengandung makna penghormatan kepada leluhur dan permohonan berkah untuk tahun yang baru.

4 dari 4 halaman

Makna malam suro

Malam Suro memiliki makna yang mendalam dalam budaya Jawa, dan makna ini dapat bervariasi tergantung pada perspektif dan kepercayaan individu. Beberapa makna umum yang terkait dengan Malam Suro adalah:

  1. Awal Tahun Baru Jawa: Malam Suro adalah awal tahun baru dalam kalender Jawa. Ini menandakan perubahan dari tahun sebelumnya ke tahun yang baru. Makna ini sering dihubungkan dengan harapan baru, kesempatan untuk memulai kembali, dan keselamatan.
  2. Mengenang Leluhur: Malam Suro adalah momen untuk mengenang dan menghormati leluhur. Ziarah ke makam leluhur dan upacara penghormatan merupakan bagian penting dari peringatan ini. Ini mencerminkan rasa terhubung dengan akar budaya dan spiritualitas.
  3. Kesakralan dan Spiritualitas: Malam Suro memiliki nuansa kesakralan dan spiritualitas yang kuat. Ritual-ritual keagamaan, pengajian, dan doa bersama menjadi bagian integral dari perayaan ini. Ini adalah waktu untuk merenung, berdoa, dan memperkuat hubungan dengan Tuhan atau kekuatan spiritual.
  4. Pembersihan dan Pembaharuan: Beberapa orang menganggap Malam Suro sebagai waktu untuk membersihkan diri secara fisik dan spiritual. Ini bisa berarti membersihkan rumah, memperbarui komitmen terhadap nilai-nilai kebaikan, dan meningkatkan diri dalam aspek spiritual.
  5. Persatuan dan Solidaritas: Pada saat yang bersamaan, Malam Suro juga mengandung makna persatuan dan solidaritas. Ini terkait dengan sejarah perlawanan terhadap penjajah Belanda yang dipimpin oleh Sultan Agung. Peringatan ini menjadi momen untuk merayakan semangat persatuan dan perjuangan bersama.
  6. Menghormati Alam dan Lingkungan: Beberapa komunitas juga menggunakan Malam Suro untuk menghormati alam dan lingkungan. Mereka mungkin melakukan tindakan-tindakan positif seperti penanaman pohon, membersihkan sungai, atau kampanye kebersihan.
  7. Kepemimpinan dan Kepemimpinan yang Bijaksana: Sultan Agung, yang memainkan peran penting dalam menetapkan Malam Suro sebagai awal tahun baru Jawa, sering dianggap sebagai contoh kepemimpinan yang bijaksana dan kuat. Oleh karena itu, peringatan ini juga dapat menginspirasi individu untuk menjalani tahun yang baru dengan kepemimpinan yang bijaksana dan tangguh.

Malam Suro adalah momen yang dihargai dalam budaya Jawa karena mengandung makna-makna yang mendalam, baik dari segi spiritualitas, budaya, maupun sejarah. Ini adalah waktu untuk merayakan akar-akar budaya dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat Jawa.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.