Sukses

Riba Menurut Bahasa Artinya Tambahan atau Tumbuh, Ketahui Macam-Macam dan Dampaknya

Dalam Islam, hukum riba adalah haram, atau dilarang.

Liputan6.com, Jakarta - Riba menurut bahasa artinya berasal dari akar kata "az-ziyadah," dalam bahasa Arab. Ini artinya tambahan atau pertumbuhan. Dalam Islam, riba didefinisikan sebagai praktik pengambilan tambahan atau kelebihan dalam transaksi keuangan.

Kementerian Agama Kabupaten Cilacap menjelaskan macam-macam riba dibagi menjadi 2, yakni riba utang-piutang dan riba jual-beli.

Dalam Islam, hukum riba adalah haram, atau dilarang. Keharaman ini didasarkan pada prinsip-prinsip Al-Qur'an dan ajaran Nabi Muhammad SAW berdasarkan hadis. Riba dianggap melanggar nilai-nilai etika dan keadilan dalam transaksi ekonomi, serta merugikan kesejahteraan masyarakat.

Riba memiliki dampak buruk dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Dampak ini tidak hanya terbatas pada aspek ekonomi, tetapi juga melibatkan aspek sosial dan psikologis. Praktik riba dapat merusak hubungan sosial, mengurangi semangat kerjasama, dan mendorong perilaku yang merugikan seperti pemborosan.

Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang riba dalam Islam, Senin (28/8/2023).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Menurut Bahasa Tambahan atau Tumbuh

Riba menurut bahasa artinya berasal dari bahasa Arab. Memiliki akar kata "az-ziyadah," yang artinya  tambahan atau tumbuh. Secara linguistik, istilah ini merujuk pada pertumbuhan dan perkembangan. Menurut penjelasan dari UIN Raden Fatah Palembang, riba menurut bahasa artinya tumbuh dan membesar.

Ini konsep pengambilan tambahan dalam transaksi jual-beli atau pinjam-meminjam yang bertentangan dengan prinsip-prinsip muamalat Islam. Dosa riba dijelakan dari Anas bin Malik RA bahwa Nabi SAW bersabda:

"Sesungguhnya satu dirham yang didapatkan seorang Iaki-laki dari hasil riba Iebih besar dosanya di sisi Allah daripada berzina 36 kali." (HR Ibnu Abi Dunya)

Pemahaman serupa tentang riba juga dijelaskan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya. Menurut Fatwa MUI Nomor 1 Tahun 2004 tentang Bunga, riba menurut bahasa artinya sebagai tambahan (ziyadah) yang terjadi tanpa imbalan akibat penangguhan pembayaran yang telah dijanjikan sebelumnya. Bila demikian, riba melibatkan pertambahan yang tidak sesuai dengan prinsip keadilan dalam Islam.

 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوا۟ ٱلرِّبَوٰٓا۟ أَضْعَٰفًا مُّضَٰعَفَةً ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Yā ayyuhallażīna āmanụ lā ta`kulur-ribā aḍ'āfam muḍā'afataw wattaqullāha la'allakum tufliḥụn

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan." (QS. Ali ‘Imran Ayat 130)

Dalam Islam, hukum riba adalah haram. MUI menjelaskan bahwa hukum riba menurut bahasa artinya tambahan tersebut, didasarkan pada ayat 130 dari surat Ali Imran dalam Al-Qur'an, serta hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah.

"Tidaklah suatu kaum menampakan riba dan zina, melainkan mereka telah menghalalkan terhadap diri mereka sendiri azab dari Allah SWT." (HR. Ibnu Majah)

Bunga uang atau riba dianggap buruk karena pengambilan tambahannya hanya berlaku ketika peminjam tidak mampu mengembalikan pinjaman pada waktu jatuh tempo.

Diriwayatkan Jabir RA: "Rasulullah SAW mengutuk orang yang makan harta riba, yang memberikan riba, penulis transaksi riba dan kedua saksi transaksi riba. Mereka semuanya sama (berdosa)." (HR Muslim)

MUI juga menggunakan dalil-dalil dari ulama terkemuka untuk mengharamkan praktik bunga bank sebagai bentuk riba. Ulama seperti Imam Nawawi (al-Majmu), Ibnu al-Araby (Ahkam Alquran), al-Aini (Umdah al-Qari), dan Muhammad Abu Zahrah (Buhuts fi al-Riba) memiliki pandangan, bahwa bunga uang atas pinjaman (qardh) yang diterapkan di atas riba lebih merusak.

Ini karena riba hanya mengenakan tambahan saat peminjam tidak mampu mengembalikan pinjaman pada waktu yang ditentukan.

 

3 dari 4 halaman

Macam-Macam Riba dan Contohnya

Kementerian Agama Kabupaten Cilacap menjelaskan macam-macam riba dibagi menjadi 2, yakni riba utang-piutang dan riba jual-beli. Ini penjelasan lengkapnya:

1. Riba Fadhl

Riba Fadhl adalah salah satu jenis riba dalam Islam yang terjadi dalam pertukaran barang-barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda. Dalam hal ini, barang yang dipertukarkan termasuk dalam kategori "barang ribawi."

Sebagai contoh, jika seseorang menukarkan 3 kg gandum berkualitas baik dengan 4 kg gandum berkualitas buruk atau yang sudah berkutu, maka ini merupakan contoh dari riba Fadhl. Pertukaran ini melibatkan perbedaan takaran yang tidak adil, yang bertentangan dengan prinsip-prinsip muamalat dalam Islam.

2. Riba Nasi'ah

Riba Nasi'ah adalah jenis riba dalam Islam yang terkait dengan penangguhan, penyerahan, atau penerimaan barang ribawi dengan jenis barang ribawi lainnya. Sebagai contoh, jika seseorang meminjam uang sebesar Rp 300.000 dengan jangka waktu atau tenor selama 1 bulan.

Jika pengembalian dilakukan lebih dari satu bulan, maka cicilan pembayaran ditambah sebesar Rp 3.000, maka ini termasuk dalam riba Nasi'ah. Dalam hal ini, tambahan ini dikenakan sebagai akibat dari penangguhan pembayaran, yang juga dianggap tidak adil dalam Islam.

3. Riba Al Yad

Riba Al Yad adalah jenis riba yang terkait dengan transaksi jual beli atau penukaran dalam Islam. Terjadi ketika penukaran barang atau harga terjadi tanpa adanya kelebihan, dan salah satu pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut meninggalkan akad sebelum terjadi penyerahan barang atau harga.

Sebagai contoh, jika seseorang mencoba untuk bertransaksi satu dinar dengan dua dinar tanpa adanya kelebihan, maka ini termasuk dalam riba Al Yad. Rasulullah SAW telah memberikan pedoman yang tegas mengenai hal ini dalam hadisnya, bahwa transaksi semacam ini harus dilakukan secara langsung, tangan ke tangan.

4. Riba Qard

Riba Qard adalah jenis riba yang terkait dengan pemberian pinjaman dengan syarat tertentu atau tingkat kelebihan yang disyaratkan oleh pemberi pinjaman kepada penerima pinjaman. Sebagai contoh, jika seseorang memberikan pinjaman dana tunai sebesar Rp 1.000.000 dan mensyaratkan penerima pinjaman harus mengembalikan pokok pinjaman dengan bunga sebesar Rp 1.500.000 pada saat jatuh tempo.

Lalu, tidak menjelaskan tujuan dari tambahan dana pengembalian ini, maka ini termasuk dalam riba Qard. Dalam Islam, memberikan pinjaman seharusnya merupakan tindakan kebaikan tanpa syarat tambahan.

5. Riba Jahiliyah

Riba Jahiliyah adalah jenis riba yang melibatkan pembayaran lebih dari pokok utang yang dibayarkan oleh peminjam. Biasanya, ini terjadi karena peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang telah ditentukan.

Sebagai contoh, jika seseorang meminjamkan Rp 700.000 kepada orang lain dengan jangka waktu dua bulan, namun pada saat jatuh tempo peminjam tidak dapat membayar, dan meminta keringanan. Akhirnya disetujui dengan syarat untuk membayar Rp 770.000, maka ini termasuk dalam riba Jahiliyah. Dalam Islam, pembayaran lebih dari pokok utang yang tidak disebabkan oleh kelebihan yang jelas adalah tidak sah.

 

4 dari 4 halaman

Dampak Buruk Riba

Riba memiliki dampak buruk yang meluas di tengah-tengah masyarakat, bukan hanya dalam aspek ekonomi, tetapi juga dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Dampak-dampak tersebut memiliki implikasi yang mendalam terhadap hubungan sosial, motivasi individu, serta dinamika ekonomi dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Ini dampak buruk riba mengutip hasil penelitian berjudul Riba dan Dampaknya dalam Masyarakat dan Ekonomi (2019) oleh Syamsul Effendi:

1. Permusuhan dan Berkurangnya Kerjasama

Riba dapat merusak hubungan antarpribadi dan mengurangi semangat kerjasama serta saling menolong di antara sesama manusia. Memberlakukan tambahan bunga kepada peminjam, ini dapat menciptakan perasaan permusuhan dan ketidakpedulian terhadap kesulitan orang lain.

Para peminjam mungkin merasa bahwa kreditur tidak memahami atau bahkan tidak mau peduli terhadap kondisi kesulitan yang mereka hadapi. Hal ini dapat merusak tali persaudaraan dan kerjasama yang seharusnya kuat dalam masyarakat.

2. Pertumbuhan Mental Pemboros dan Pemalas

Riba dapat merangsang tumbuhnya perilaku pemboros dan pemalas dalam masyarakat. Dengan mengenakan bunga, pihak kreditur bisa mendapatkan tambahan pendapatan secara berulang dari waktu ke waktu. Dampak ini menciptakan persepsi bahwa kreditur dapat mengandalkan pendapatan tambahan yang stabil dari peminjam tanpa harus melakukan usaha atau kerja keras.

Konsekuensinya, sikap dinamis, inovasi, dan kreativitas dalam bekerja dapat menurun, karena seseorang cenderung merasa dapat mengandalkan pendapatan pasif dari tambahan bunga.

3. Bentuk Penjajahan

Riba juga bisa diartikan sebagai bentuk penjajahan dalam masyarakat. Kreditur yang memberikan modal dengan persyaratan pembayaran tambahan kepada peminjam, pada dasarnya mengambil keuntungan atas kesulitan keuangan orang lain.

Tindakan ini dapat melahirkan ketidaksetaraan ekonomi dan sosial, karena orang-orang yang memerlukan pinjaman akan terus terjebak dalam siklus utang yang semakin meningkat, sementara kreditur memperoleh keuntungan dari situasi ini.

4. Legitimasi Tindakan yang Tidak Baik

Riba dapat memberikan kreditur legitimasi untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak etis atau adil dalam rangka mengejar tambahan bunga yang dijanjikan. Dalam perjanjian pinjaman, kreditur telah mempertimbangkan keuntungan yang akan diperoleh dari tambahan bunga yang belum terjadi.

Hal ini dapat mendorong kreditur untuk mengejar hak mereka secara agresif, bahkan jika ini berarti melanggar norma-norma moral atau etika.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.