Sukses

Fiktif adalah Bersifat Khayalan, Ketahui Perbedaan dan Contoh Permasalahannya

Fiktif adalah fiksi atau tidak nyata. Kata fiktif dianggap negatif lantaran dibebani sesuatu yang tak nyata sehingga kerap dimaknai dengan kebohongan.

Liputan6.com, Jakarta Fiktif adalah fiksi atau tidak nyata. Ketika orang mendengar kata fiktif, pasti mereka mempunyai persepsi negatif. Kata fiktif dianggap negatif lantaran dibebani sesuatu yang tak nyata sehingga kata itu selalu dimaknai dengan kebohongan. Fiktif termasuk kelompok kata negatif dan sudah tertanam di pikiran banyak orang. Dimana permintaan konsumen hendak membeli agar hal yang dipesan tersebut dikirimkan, dibuatkan, dan lain sebagainya, yang sifatnya adalah fiksi atau hanya terdapat dalam khayalan.

Selama pesanan bersifat tidak nyata atau fiksi, pesanan tersebut tergolong ke dalam pesanan fiktif. Fiktif adalah timbulnya kewajiban dari konsumen sebagai pelaku pesanan fiktif untuk membayar ganti rugi terhadap pengemudi ojek online, karena perbuatan memesan secara fiktif dari perbuatan melawan hukum. Nantinya pesanan fiktif tersebut dilakukan melalui aplikasi penyedia jasa transportasi online, konsumen sebagai pelaku pesanan fiktif memesan melalui metode pembayaran secara tunai. Setelah itu pihak yang akan dirugikan oleh konsumen adalah pihak pengemudi ojek online.

Dengan adanya aplikasi penyedia jasa transportasi online yang diberikan yang akan merugikan pihak tertentu salah satu kasus pesanan fiktif yang terjadi pada pengemudi ojek online. Dimana pemesanan dilakukan dengan pembayaran secara tunai setelah seluruh pesanan tetapi tidak kunjung menemukan konsumen yang memesan sejumlah makanan tersebut. Hukum berperan melindungi hak-hak pengemudi ojek online yang mengalami kerugian akibat ulah konsumen yang melakukan pesanan fiktif. Dapat disimpulkan fiktif adalah sifatnya fiksi atau hanya khayalan semata.

Berikut adalah perbedaan keputusan fiktif dalam pelayanan publik yang liputan6 rangkum dari berbagai sumber, Jumat (14/7/2023)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

1. Keputusan fiktif negatif

Menurut laman Universitas Tanjungpura, Fiktif negatif adalah kewenangan Pengadilan untuk memeriksa dan memutus penerimaan permohonan untuk mendapatkan Keputusan dan/ atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan yang biasanya diistilahkan sebagai keputusan fiktif positif. Fiktif negatif yang diajukan oleh orang atau badan perdata dalam hal adanya permohonan yang diajukan ke badan atau pejabat tata usaha negara.

Fiktif negatif yang menunjukkan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat sebenarnya tidak berwujud. Ia hanya merupakan sikap diam dari badan atau pejabat tata usaha negara yang kemudian dianggap disamakan dengan sebuah keputusan yang nyata tertulis. Fikti ini akan dapat menempuh upaya hukum biasa dan luar biasa

Fiktif negatif dalam implementasi Pelayanan Publik, seperti dalam permohonan orang atau badan hukum perdata dalam memperoleh Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) ke Kantor Pelayanan Tata Kota di suatu Kota. Apabila sudah melengkapi persyaratan harus dipenuhi untuk memperoleh izin, akan tetapi sampai dengan tenggang waktu yang diatur atau 4 (empat) bulan (apabila tidak diatur waktunya) setelah permohonan diajukan, maka orang atau badan hukum perdata dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara karena sikap diam pejabat Pelayanan Tata Kota yang tidak memberikan jawaban terhadap permohonan (apakah ditolak / dikabulkan) dianggap sebagai suatu surat keputusan penolakan.

2. Keputusan fiktif positif

Fiktif positif adalah penerimaan permohonan guna mendapatkan keputusan dan/atau tindakan badan atau pejabat pemerintahan. Keputusan itu dikeluarkan badan atau pejabat pemerintahan tentunya untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat yang mengajukan permohonan harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Fiktif positif juga akan membantu untuk menyederhanakan prosedur perizinan dan cocok dengan inisiatif yang ada untuk memfasilitasi pergerakan bebas dari layanan bisnis antara negara.

Fiktif positif dalam implementasi Pelayanan Publik, seperti dalam permohonan pihak yang permohonannya dianggap dikabulkan secara hukum kepada pihak termohon Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan. Apabila tenggang waktu tidak diatur dalam peraturan, maka 10 hari sejak diajukan permohonan, apabila telah lewat maka dapat diajukan permohonan ke Pengadilan. Dianggap permohonan tersebut diterima/ dikabulkan.

Prinsip fiktif positif akan berlaku untuk semua otorisasi kegiatan yang tidak menimbulkan risiko lingkungan atau keamanan, dan akan mencakup berbagai aktivitas komersial, termasuk toko kecil dan kegiatan tersebut. Jika otoritas administratif tidak merespon sampai batas waktu 3 (tiga) bulan permohonan izin yang diajukan oleh para pelaku usaha sebagai prasyarat memulai kegiatan bisnis, perizinan dengan sendirinya dianggap telah dikabulkan. Dimana kebijakan legislasi pada proses fiktif positif akhirnya membawa hasil positif dalam memperlancar kemudahan proses pengurusan perizinan maupun penerbitan keputusan/tindakan lain yang diajukan oleh warga kepada organ administrasi.

3 dari 3 halaman

Contoh Permasalahan

1. Pesanan fiktif

Pesanan fiktif yang terjadi pada tanggal 17 September 2021 di Bandung. Pengemudi ojek online yang menjadi korban mencapai total hingga 20 orang. Hal tersebut dikarenakan pesanan fiktif tersebut terjadi sejak Pukul 01.00 WIB hingga Pukul 11.30 WIB, mulai dari pengemudi ojek online yang tergabung dalam GoJek, Grab, hingga Shopee. Perbuatan pelaku pesanan fiktif tersebut tidak sesuai dengan asas manfaat, karena mendatangkan kerugian bagi pihak-pihak lain.

Selain itu, pemesanan secara fiktif juga melanggar asas kehati-hatian, karena konsumen tidak memperhatikan segenap aspek yang berpotensi mendatangkan kerugian bagi pengemudi ojek online yang menerima pesanan fiktif tersebut. Sebaliknya, konsumen dengan sengaja menyatakan secara terang-terangan bahwa ia mempunyai niat untuk menipu pengemudi ojek online dengan melakukan pemesanan secara fiktif.

 2. Perizinan usaha

Dalam bidang perizinan sering ditemukan kejadian terjadinya tumpang tindih perizinan disebabkan inkonsistensi badan/pejabat TUN, misalnya izin untuk badan hukum X belum dicabut namun izin yang sama telah diberikan kepada badan hukum Y sehingga menakala badan hukum X akan mengajukan perpanjangan izin tidak mendapat respon atau tanggapan dari badan pejabat TUN.

Para pemilik usaha rental mobil yang akan mengurus perizinan usahanya mendapat keuntungan langsung dari penerapan keputusan fiktif positif ini karena seandainya pihak yang berwenang tidak merespon permohonan izin usaha mereka dalam jangka waktu tertentu, bisnis penyewaan mobilnya tetap dapat dijalankan, meskipun izin belum dikeluarkan oleh pejabat terkait.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.