Sukses

Hukum Zina dalam Islam, Berikut Dalil, Sanksi, dan Penetapannya

Hukum zina dalam Islam secara tegas dinyatakan haram.

Liputan6.com, Jakarta Hukum zina dalam Islam secara tegas dinyatakan haram. Jangankan melakukan zina, melakukan perbuatan yang mendekati zina saja dilarang secara tegas dalam Islam.

Allah SWT berfirman,

“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’:32)

Tidak hanya dilarang, bahkan dikatakan bahwa zina merupakan salah satu perbuatan dosa besar, sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abdullah bin Mas'ud berikut,

“Saya (Abdullah Ibnu Mas'ud) bertanya: “Ya Rasulullah dosa apakah yang paling besar?” Nabi menjawab: “Engkau menyediakan sekutu bagi Allah Swt., padahal dia menciptakan kamu.” Saya bertanya lagi: ”Kemudian (dosa) apalagi?” Nabi menjawab: ”Engkau membunuh anakmu karena khawatir jatuh miskin” Saya bertanya lagi: “Kemudian apalagi?” Beliau menjawab: “Engkau berzina dengan istri tetanggamu.” (HR.Bukhari dan Muslim)

Hukum zina dalam Islam adalah haram. Dalam ajaran Islam, ada sejumlah sanksi yang bisa diterapkan kepada pelaku zina. Meski demikian, ada sejumlah syarat atau kondisi sehingga seseorang dapat ditetapkan sebagai pelaku zina.

Untuk lebih memahami bagaimana hukum zina, seberapa besar dosanya, dan sanksi seperti apa yang diterapkan pada pelaku zina, berikut penjelasan selengkapnya seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Kamis (27/4/2023).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Dosa Zina

Zina adalah perbuatan bersenggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh hubungan pernikahan (perkawinan). Namun, zina tidak hanya sebatas melakukan hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat pernikahan, tapi juga zina adalah perbuatan-perbuatan lainnya yang membangkitkan syahwat lawan jenis yang bukan suami atau istri.

Hukum zina adalah haram. Bahkan zina adalah salah satu perbuatan yang dilarang keras dalam Islam, karena termasuk salah satu dosa besar, setelah syirik dan membunuh.

Hal ini diterangkan dalam surat Al Furqan ayat 68 yang artinya,

"Dan orang-orang yang tidak menyembah Rabb yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya),"

Ada sejumlah tingkatan dari dosa zina. Tingkatan dosa zina ini didasarkan pada beberapa faktor, termasuk dengan siapa seseorang berzina dan kapan seseorang itu berzina. Adapun tingkatan dosa zina antara lain adalah sebagai berikut:

  1. Seseorang yang berzina dengan banyak orang lebih besar dosanya dari pada yang berzina dengan satu orang saja.
  2. Seseorang yang berzina terang-terangan lebih besar dosanya daripada yang berzina secara sembunyi-sembunyi.
  3. Seseorang yang berzina dengan wanita yang bersuami lebih besar dosanya daripada yang berzina dengan wanita yang tidak bersuami. Karena dalam perbuatan tersebut telah merusak perkawinan seseorang.
  4. Seseorang yang berzina dengan tetangga lebih besar dosanya daripada orang yang berzina dengan selain tetangga. Karena perbuatan tersebut dapat merusak hubungan tetangga.
  5. Seorang yang berzina dengan istri mujâhid (orang yang berjihad) di jalan Allâh lebih besar dosanya dari pada yang berzina dengan wanita lainnya.
  6. Seseorang yang berzina dengan mahramnya (seperti ibunya, kakak perempuan, adik perempuan) lebih besar dosanya daripada yang berzina dengan selainnya.
  7. Orang yang berzina pada malam atau siang bulan Ramadan lebih besar dosanya dari pada yang berzina pada selain waktu tersebut.
  8. Orang yang berzina di tempat-tempat yang mulia dan utama lebih besar dosanya dari pada yang berzina di selain tempat-tempat tersebut.
3 dari 5 halaman

Hukum Zina

Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa zina merupakan salah satu perbuatan dosa besar, setelah syirik dan membunuh. Para ulama sepakat bahwa zina hukumnya haram dan termasuk salah satu bentuk dosa besar.

Bahkan pelaku zina dapat dikenai sanksi yang sangat berat jika terbukti melakukan perbuatan zina. Meski demikian, ada sejumlah syarat yang mesti dipenuhi sebelum menetapkan seseorang sebagai pelaku zina.

Penerapan sanksi bagi pelaku zina dapat dilaksanakan jika tertuduh diyakini benar-benar telah melakukan perzinaan. Untuk itu diperlukan penetapan secara syara’. Namun Rasulullah sangat hati-hati dalam melaksanakan had zina ini. Rasulullah tidak akan melaksanakan sanksi zina sebelum yakin bahwa tertuduh benar-benar berbuat zina.

Berikut dasar-dasar yang dapat digunakan untuk menetapkan bahwa seseorang telah benar-benar berbuat zina:

1. Adanya empat orang saksi laki-laki yang kesaksian mereka harus sama dalam hal tempat, waktu, pelaku dan cara melakukannya. Allah SWT berfirman,

“Dan (terhadap) wanita yang mengerjakan perbuatan keji (berzina) hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya).”(QS. An- Nisa’:15)

2. Pengakuan pelaku zina, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Jabir bin Abdillah ra., berikut,

“Dari Jabir bin Abdullah al-Anshari ra. Bahwa seorang laki-laki dari Bani Aslam datang kepada Rasulullah dan menceritakan bahwa ia telah berzina. Pengakuan ini diucapkan empat kali. Kemudian Rasul menyuruh supaya orang tersebut dirajam dan orang tersebut adalah muhshan.” (HR. al-Bukhari)

Sebagian ulama berpendapat bahwa kehamilan perempuan tanpa suami dapat dijadikan dasar penetapan perbuatan zina. Akan tetapi Jumhur Ulama’ berpendapat sebaliknya. Kehamilan saja tanpa pengakuan atau kesaksian empat orang yang adil tidak dapat dijadikan dasar penetapan zina.

4 dari 5 halaman

Sanksi Zina

Seperti yang telah dijelaskan bahwa hukum zina adalah haram, dan tidak ada perbedaan pendapat mengenai hal itu. Bahkan pelaku zina dapat dikenai sanksi yang sangat berat setelah tertuduh benar-benar terbukti secara pasti bahwa dia adalah pelaku zina.

Setelah terbukti bahwa tertuduh benar-benar pelaku zina, maka bisa diberikan sanksi berdasarkan jenis perbuatan zina yang dilakukan. Adapun bentuk sanksi zina berdasarkan bentuk zina adalah sebagai berikut:

1. Zina Mukhshan

Zina Mukhshan adalah perbuatan zina yang dilakukan oleh seorang yang sudah menikah. Ungkapan “seorang yang sudah menikah” mencakup suami, istri, janda, atau duda. Adapun sanksi  yang diberlakukan kepada pezina mukhshan adalah rajam.

Adapun teknis pelaksanaan hukuman rajam yaitu, pelaku zina mukhshan dilempari batu yang berukuran sedang hingga benar-benar mati. Batu yang digunakan tidak boleh terlalu kecil sehingga memperlama proses kematian dan hukuman. Sebagaimana juga tidak dibolehkan merajam dengan batu besar hingga menyebabkan kematian seketika yang dengan itu tujuan “memberikan pelajaran” kepada pezina mukhshan tidak tercapai.

2. Zina Ghairu Mukhshan

Zina Ghairu Mukhshan adalah  zina yang dilakukan oleh seseorang yang belum pernah menikah. Para ahli fiqih sepakat bahwa had (hukuman) bagi pezina ghairu mukhshan baik laki-laki ataupun perempuan adalah cambukan sebanyak 100 kali.

Allah SWT berfirman,

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina maka deralah pada tiap-tiap dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada mereka mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nur: 2)

5 dari 5 halaman

Hikmah Diharamkan Zina

Seperti yang sudah dijelaskan berkali-kali sebelumnya, hukum zina adalah haram. Bahkan zina termasuk perbuatan dosa besar setelah syirik dan membunuh. Bahkan siapa saja yang terbukti telah melakukan zina dapat dikenai sanksi yang sangat berat.

Bukan tanpa alasan mengapa hukum zina haram dan sangat dilarang sehingga sanksi bagi pelakunya sangat berat. Setidaknya adalah sejumlah hikmah dari diharamkannya zina. Adapun hikmah diharamkannya zina adalah sebagai berikut:

  1. Memelihara dan menjaga keturunan, karena anak hasil perzinaan pada umumnya kurang terpelihara dan terjaga.
  2. Menjaga harga diri dan kehormatan.
  3. Menjaga ketertiban dan keteraturan rumah tangga.
  4. Memunculkan rasa kasih sayang terhadap anak yang dilahirkan dari pernikahan.
  5. Terhindar dari penyakit menular seksual.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.