Sukses

HEADLINE: WHO Prediksi Potensi Penyakit X Jadi Pandemi Berikutnya, Ancaman Serius?

Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Ghebreyesus, menyerukan negara-negara di dunia untuk menandatangani pandemic treaty (perjanjian pandemi) agar dapat bersiap menghadapi "Disease X atau Penyakit X".

Liputan6.com, Jakarta - Meski kini status kesehatan dunia telah bergeser menjadi endemi, mimpi buruk pandemi COVID-19 masih menghantui. Terlebih, musim dingin yang melanda sebagian wilayah dunia membawa lonjakan penyakit pernapasan. Mau tidak mau, sejumlah praktik perlindungan diri pada masa pandemi kembali dilakukan. Setidaknya, masyarakat harus kembali mengenakan masker sebagai upaya perlindungan diri pribadi.

Hal itu pun memicu para ahli kesehatan dunia berpikir ke depan, tentang bagaimana mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan wabah besar berikutnya.

Mengawali 2024, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyerukan kepada negara-negara di dunia untuk menandatangani pandemic treaty atau perjanjian pandemi demi bersiap menghadapi kemungkinan munculnya ancaman kesehatan global berikutnya.

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus berbicara dalam World Economic Forum (WEF) di Davos, Swiss pada 17 Januari 2024, berharap agar kepala-kepala negara bisa mencapai kesepakatan pandemi pada Mei mendatang untuk mengatasi "musuh bersama" tersebut. Dia mengatakan bahwa pandemi berikutnya setelah COVID-19 mungkin disebabkan oleh virus “placeholder” hipotesis bernama “Penyakit X.”

Penyakit X merupakan istilah untuk menggambarkan penyakit yang belum diketahui tapi berpotensi menyebabkan krisis kesehatan global. 

Diprediksi 20 Kali Lebih Mematikan

WHO memperkirakan, penyakit tersebut mungkin sudah sedang dalam perjalanan. Menurut para ilmuwan, Penyakit X bisa 20 kali lebih mematikan ketimbang COVID-19. Pada 2017, WHO menambahkan Penyakit ke dalam daftar pendek patogen untuk diteliti karena dinilai dapat menyebabkan "epidemi internasional yang serius". 

Diketahui, pada 2022 lalu, WHO mengumpulkan 300 ilmuwan untuk meneliti 25 keluarga virus dan bakteri guna membuat daftar patogen yang mereka yakini berpotensi mendatangkan malapetaka dan harus dipelajari lebih lanjut. Termasuk dalam daftar tersebut adalah Penyakit X yang pertama kali dikenali oleh organisasi tersebut pada tahun 2018.

WHO mengatakan virus ini “mewakili pengetahuan bahwa epidemi internasional yang serius dapat disebabkan oleh patogen yang tidak diketahui.”

Tedros mengatakan di Davos, COVID-19 adalah Penyakit X yang pertama, namun penting bagi negara-negara di dunia untuk bersiap menghadapi pandemi berikutnya.

"Ada hal-hal yang tidak diketahui yang mungkin terjadi, dan apa pun yang terjadi adalah soal kapan, bukan apakah, jadi kita perlu memiliki penggantinya, untuk penyakit yang tidak kita ketahui," kata Tedros Ghebreyesus. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Pentingnya Sistem untuk Menghadapi Ancaman Penyakit X

Merujuk pada kejadian semasa pandemi COVID-19 di mana virus SARS-CoV-2 banyak memakan korban, Tedros menilai penting untuk memiliki sistem yang bisa mengatasi krisis serupa itu.

"Kita kehilangan banyak orang selama pandemi Virus Corona COVID-19 karena kami tidak dapat menangani mereka," kata Tedros Ghebreyesus pada konferensi global WEF seperti dikutip dari FOX News, Kamis (25/1/2024).

"Mereka bisa diselamatkan, tapi tidak ada ruang. Tidak ada cukup oksigen. Jadi bagaimana Anda bisa memiliki sistem yang bisa berkembang ketika dibutuhkan?"

Tedros mengatakan, respons bersama melalui pandemic treaty akan membantu dunia bereaksi lebih baik terhadap kemungkinan wabah lainnya.

"Perjanjian pandemi ini dapat menyatukan seluruh pengalaman, seluruh tantangan yang kita hadapi, dan seluruh solusi menjadi satu," kata Tedros Ghebreyesus. "Perjanjian ini dapat membantu kita mempersiapkan masa depan dengan cara yang lebih baik."

"Ini adalah kepentingan global bersama, dan kepentingan nasional yang sempit tidak boleh menjadi penghalang," pungkas Tedros Ghebreyesus. 

 

3 dari 5 halaman

Para Pakar Proaktif Buat Rencana Hadapi Disease X

Meskipun virus yang secara hipotesis digolongkan ke dalam Disease X tersebut belum diketahui keberadaannya saat ini, para peneliti, ilmuwan, dan pakar berharap bisa secara proaktif membuat rencana tindakan untuk memerangi virus tersebut dan mempersiapkan sistem kesehatan jika virus tersebut menjadi pandemi – sebuah kemungkinan yang bisa saja terjadi. Pakar mengatakan kepada CBS News bahwa hal ini bisa terjadi lebih cepat dari yang kita perkirakan.

“Ada jenis virus yang memiliki tingkat kematian sangat tinggi yang dapat mengembangkan kemampuan untuk menularkan secara efisien dari manusia ke manusia,” kata Dr. Amesh Adalja dari Pusat Keamanan Kesehatan Johns Hopkins.

Pakar penyakit menular dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Biomedis Universitas Buffalo Jacobs Thomas Russo, MD pun menyatakan penting untuk para ahli dan ilmuwan terus memantau kemungkinan ancaman kesehatan baru jika mengingat pengalaman terkait kemunculan COVID-19.

"Konsep Penyakit X ini adalah salah satu pembelajaran yang kami peroleh dari pandemi COVID-19,” kata Dr Russo.

"Ketika umat manusia meminimalisir hambatan-hambatan penyebaran penyakit baru, seperti contoh antara manusia dan spesies lain melalui pasar hewan hidup dan penggundulan hutan. Kita juga perlu melakukan pengawasan dan penelitian yang berkelanjutan serta peningkatan biosekuriti di seluruh dunia.”

 

4 dari 5 halaman

Indonesia Rentan Disease X

Seperti disinggung Tedros, Russo pun mengatakan tidak ada cara untuk mengetahui kapan Penyakit X akan muncul, dan kita juga tidak dapat menebak seberapa mematikan penyakit tersebut.

Meski demikian, Indonesia disebut sebagai salah satu negara yang sejak lama dikategorikan rawan akan kemunculan penyakit infeksi baru, termasuk Penyakit X.

“Karena beberapa faktor, secara geografis Indonesia ini negara kepulauan dengan keragaman geografi dan dekat dengan negara-negara lain seperti Australia. Ditambah populasi yang besar dengan frekuensi perjalanan yang sangat tinggi. Ini dapat memfasilitasi terjadinya penyebaran penyakit infeksi,” kata Dicky kepada Health Liputan6.com melalui pesan suara dikutip Kamis, (25/1/2024).

Dicky menambahkan, tingginya densitas populasi atau kepadatan penduduk di beberapa area bisa mempermudah penularan penyakit. Misalnya, di kota-kota besar yang padat dengan interaksi tinggi.

“Di sisi lain, kita ini adalah negara dengan dua sisi dari aspek performa infrastruktur kesehatannya. Bagus di beberapa kota besar, tapi di sebagian besar wilayah lainnya terutama yang terpencil, kepulauan, timur, ini tidak memadai atau masih buruk dan terbatas.”

Hal ini dapat menjadi tantangan dalam mengakses layanan kesehatan. Dan dapat menjadi kendala dalam kecepatan mendeteksi penyakit sehingga respons pun telat.

Faktor berikutnya yang membuat Indonesia menjadi negara rentan terhadap penyakit infeksi adalah biodiversity atau keragaman hayatinya.

“Indonesia adalah negara yang kaya dengan biodiversity, meski secara ekologi ini sangat bermanfaat, tapi ini juga meningkatkan risiko pada penyakit zoonosis atau penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia.”

Kedekatan atau keintiman kontak antara hewan liar dan hewan domestik termasuk dengan manusianya itu sendiri bisa berpotensi meningkatkan peluang perpindahan patogen dari satu spesies ke spesies lain.

“Artinya risiko terjadinya penyakit zoonosis menjadi sangat besar. Dan kita tahu, 70 persen dari penyakit infeksi baru termasuk yang menjadi pandemi adalah zoonotic disease, khususnya viral zoonotic disease.” 

Di sisi lain, kondisi iklim dan cuaca di Indonesia bisa mendorong kemudahan sebaran dari beberapa jenis patogen.

“Misalnya di iklim tropis, Indonesia lebih mudah untuk mengalami perkembangan penyakit. Misalnya yang disebarkan oleh nyamuk, demam tifoid itu salah satunya.”

Ditambah, Indonesia adalah negara yang memiliki peran besar dalam perdagangan serta perjalanan internasional.

“Ini tentu bisa berkontribusi pada kecepatan sebaran penyakit infeksi. Dan dalam konteks ini, karena begitu banyak pintu masuk kita, baik bandara, pelabuhan, ini bisa berpotensi jadi jalan masuk patogen-patogen.”

5 dari 5 halaman

Upaya Kemenkes Bersiap Hadapi Penyakit X

Fakta bahwa Indonesia berisiko mengalami penyebaran Disease X pun diakui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). Meski demikian, Kabiro Komunikasi Kemenkes Siti Nadia Tarmizi  menekankan kemungkinan kemunculan dan penyebaran Disease X tak cuma di Indonesia tapi juga di beberapa negara lain.

Penyakit X adalah istilah untuk menggambarkan penyakit yang belum diketahui patogennya tapi berpotensi menyebabkan krisis kesehatan global.

Kemungkinan sebaran Penyakit X bisa saja muncul mengingat 70 persen penularan penyakit pandemi berasal dari hewan ke manusia atau disebut dengan zoonosis.

"Risiko Penyakit X bisa saja terjadi karena 70 persen penularan penyakit potensi pandemi berasal dari hewan yang kita sebut dengan zoonosis," Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI, Siti Nadia Tarmizi.

"Dan, risiko ini sama di berbagai negara," kata Nadia lewat pesan singkat ke Health Liputan6.com pada Kamis (25/1/2024).

Sebelumnya, epidemiolog Dicky Budiman mengatakan bahwa Disease X berpotensi menyebar termasuk di Indonesia. Dicky mengatakan, Indonesia adalah salah satu yang sebetulnya sudah sejak lama dikategorikan sebagai negara yang rawan untuk kemunculan penyakit infeksi baru, termasuk Penyakit X.

Kemenkes pun melakukan beberapa upaya deteksi dini kehadiran Penyakit X itu. Salah satunya dengan menjalankan surveilens genomik. Ini adalah suatu upaya dari para peneliti untuk mengumpulkan data penyakit misalnya berasal dari virus serta mendeteksi varian baru serta memantau tren varian yang beredar.

"Selain itu dengan monitoring surveilen penyakit di daerah-daerah kalau ada penyakit yang tiba-tiba muncul dengan jumlah orang yang jatuh sakit banyak," jelas Nadia.

Kemudian, menjalankan inisiatif one health yang merupakan kolaborasi berbagai instansi. Mulai dari bidang kesehatan satwa liar, hewan ternak dan manusia."Ini kesiapsiagaaan menghadapi potensi kalau ada penyakit baru," lanjut Nadia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini