Sukses

Aturan Minum Air yang Tepat Berdasarkan Usia agar Ginjal Tetap Sehat

Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PB PERNEFRI) dr Pringgodigdo Nugroho, Sp.PD-KGH merekomendasikan takaran konsumsi air mineral berdasarkan usia.

Liputan6.com, Jakarta - Asupan air sangat berpengaruh bagi tubuh. Namun, ada aturan yang harus diperhatikan ketika minum air, tidak asal banyak.

Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PB PERNEFRI) dr Pringgodigdo Nugroho, Sp.PD-KGH merekomendasikan takaran konsumsi air mineral berdasarkan usia.

"Minum itu sangat berpengaruh bagi tubuh, asupan cairan harus cukup, melalui minum air putih, namun tentu ada takaran dan batasan tertentu, agar tidak merusak ginjal,” kata Pringgodigdo di Jakarta, Senin (15/1), dilansir Antara.

Pringgodigdo mengatakan minum air mineral, atau biasa disebut air putih, sangat penting untuk kesehatan karena air memiliki peran yang vital dalam menjaga fungsi tubuh. Beberapa alasan mengapa air terbaik untuk tubuh itu meliputi pemeliharaan keseimbangan cairan, penyediaan nutrisi, pembersih racun, menjaga keseimbangan elektrolit dan pH tubuh, mempertahankan kesehatan kulit, penyokong fungsi otak, hingga pencegahan dehidrasi dan berbagai penyakit.

Cegah Masalah Kesehatan 

Minum air yang cukup juga dapat membantu mencegah berbagai masalah kesehatan, seperti batu ginjal, infeksi saluran kemih, dan sembelit. Namun, Pringgodigdo menekankan penting untuk dicatat bahwa kebutuhan cairan tiap individu berbeda-beda tergantung pada berbagai faktor seperti tingkat aktivitas fisik, iklim, kondisi kesehatan, dan utamanya usia.

Takaran Minum Air Berdasarkan Usia

Bagi usia remaja dan dewasa, kebutuhan air rata-rata yang dapat dicukupi adalah sebanyak dua liter per hari. Namun, Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Ginjal dan Hipertensi jebolan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu menyebut, konsumsi air mineral lebih dari jumlah tersebut juga tidak baik.

“Rata-rata orang dewasa dua liter (air mineral) cukup, kalau masih sehat biasanya dua liter cukup, karena bisa kalau kelebihan tidak bagus juga, bisa jadi tubuh terlalu banyak mengeluarkan carian, jadi buang air kecil terus, dan yang baik kita harus menjaga kesimbangan,” Pringgodigdo menjelaskan.

Sementara itu, untuk aturan minum air putih bagi usia lanjut (di atas 60 tahun), ia menyarankan untuk mengonsumsi air mineral tidak kurang dan tidak lebih dari 1,5 liter per hari.

Berdasarkan rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), bayi usia 0–6 bulan memerlukan cairan 700 mili liter (mL) per hari, bayi 7–12 bulan memerlukan cairan 800 mL per hari, anak 1–3 tahun 1,3 liter, anak 4–8 tahun 1,7 liter. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Periksa Ginjal Berkala

Lebih lanjut, selain memenuhi kebutuhan cairan tubuh, Pringgodigdo menyoroti pentingnya pemeriksaan kondisi kesehatan ginjal secara berkala ke dokter sedini mungkin. Ia menyarankan, untuk melakukan pemeriksaan ginjal pada tiap orang yang telah menginjak usia 15 tahun ke atas.

Hal ini bukan tanpa alasan, pasalnya, penyakit ginjal merupakan salah satu gangguan kesehatan yang gejalanya sering tidak terdeteksi, sebelum akhirnya telah mencapai stadium tinggi. Hipertensi (pemicu utama penyakit ginjal) dan penyakit ginjal pada usia muda saat ini juga terus meningkat. 

 

3 dari 3 halaman

Penyakit Ginjal Bisa Serang Usia Muda

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan 2018, pada penduduk usia 15 tahun ke atas didapatkan faktor risiko seperti proporsi masyarakat yang kurang makan sayur dan buah sebesar 95,5 persen, proporsi kurang aktifitas fisik 35,5 persen, proporsi merokok 29,3 persen, proporsi obesitas sentral 31 persen dan proporsi obesitas umum 21,8 persen. Data tersebut di atas menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dengan data Riskesdas tahun 2013.

“Penyakit ginjal bisa menyerang usia muda, di atas 15 tahun itu sudah harus segera pemeriksaan diri. Gejala penyakit ginjal hingga saat ini juga belum bisa terdeteksi, hanya saja salah satu gejalanya itu kalau urin berbusa, tapi kalau sudah berbusa itu sudah terlambat, kalau yang belum parah biasanya tidak ada tanda-tandanya, makanya perlu pemeriksaan rutin ke dokter,” imbuh Pringgodigdo.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini