Sukses

Mengenal Mikrotia, Kelainan Bawaan pada Telinga yang Bisa Berdampak pada Pendengaran

Bagi anak dengan mikrotia, ada kondisi yang sampai menganggu pendengarannya atau disebut tuli konduktif. Artinya suara tidak bisa masuk ke telinga bagian dalam.

Liputan6.com, Jakarta - Mikrotia merupakan kelainan bawaan pada telinga bagian luar atau daun telinga sehingga berbentuk kecil (mikro). Mikrotia ini umumnya terjadi di satu sisi telinga, namun tidak menutup kemungkinan terjadi pada kedua telinga. 

Telinga mulai terbentuk di rahim pada trimester kedua dan biasanya selesai pada 28 minggu. Namun, ada kondisi telinga yang tidak terbentuk sempurna. Pada mikrotia penyebabnya karena kelainan genetik dan DNA yang memengaruhi ukurang telinga menjadi lebih kecil, juga memengaruhi karakteristik dari telinga.

“Kalau ada lekungan telinga yang tidak terbentuk sempurna, ini merupakan salah satu yang disebut mikrotia,” jelas dokter spesialis telinga FKUI, Prof. Dr. dr. Mirta H. Reksodiputro, sp.THT-BKL, Subsp.FPR(K).

Tidak semua orang yang mengalami mikrotia terganggu pendengarannya. Namun banyak dari mereka yang tidak terbentuk saluran telinganya. Hal inilah yang membuat orang dengan mikrotia kerap alami gangguan pendengaran.

“Kelainan mikrotia kadang disertai tidak terbentuknya liang telinga. Ini besar kemungkinan ada gangguan pendengaran” jelas Mirta dikutip dari siaran langsung Istagram @rscm.kencana pada Selasa, 7 November 2023.

Bagi penderita mikrotia yang terganggu pendengarannya disebut tuli konduktif. Artinya, suara tidak bisa masuk ke telinga bagian dalam karena adanya masalah.

Mirta menjelaskan, seseorang yang mengalami mikrotia tidak perlu khawatir akan masalah pendengaran. Seperti yang telah dijelaskan, mikrotia terjadi umumnya hanya di satu sisi saja. Sehingga mereka masih bisa mendengar normal di telinga sisi lainnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Usia Pemeriksaan Pasien Mikrotia

Bayi dengan mikrotia dengan kondisi tidak terbentuk saluran telinga bakal dilakukan screening pendengaran di umur enam bulan setelah lahir.

“Setelah itu kita perlu mengetahui struktur anatominya dengan CT Scan,” lanjut Mirta.

Tujuan CT Scan sendiri untuk memutuskan pasien perlu dioperasi saluran telinga atau tidak. Lalu untuk tindakan operasi rekontruksi daun telinga minimal dilakukan anak usia enam sampai delapan tahun.

“Tindakan operasi baru bisa dilakukan ketika anak mencapai ukuran telinga orang dewasa minimal 80 persen, yaitu di usia enam tahun,” jelas Mirta.

Hal ini dikarenakan rekontruksi terbaik menggunakan autologous dari tulang rawan pasien. Sedangkan jika anak masih terlalu kecil, sumber implan yang akan dipakai untuk operasi tidak memadai.

“Jadi itu makanya kita tunggu sampai umur enam tahun. Kemudian kita ukur lingkar dadanya minimal 60 sentimeter untuk diambil tulang rawan iga bagian tujuh, delapan, dan sembilan,” jelasnya.

3 dari 4 halaman

Penanganan Mikrotia

Seseorang dengan mikrotia belum tentu memiliki gangguan pendengaran. Sehingga untuk penangannya perlu dilakukan screening kemudian CT Scan Mastoid agar mengetahui fungsi telinga tersebut.

“Tahap awal kita periksa dulu bagaimana telinganya. Apa hanya tidak terbentuk liang telinga atau ada gangguan lebih dalam sehingga menyebabkan tuli saraf,” jelas Mirta.

Mirta menegaskan, tidak semua pasien mikrotia masuk kandidat pembuatan liang telinga. Namun untuk pasien yang masuk kategori tersebut, akan melalui tindakan pembuatan lubang atau kanal operasi.

“Kanal operasi ini untuk meningkatkan ambang dengarnya. Namun harus dinilai dulu dari CT Scan bagaimana kondisi telinga tengah,” lanjutnya.

4 dari 4 halaman

Penderita Mikrotia Kemungkinan Mengalami Sindrom Lainnya

Seseorang yang mengalami mikrotia perlu dicek seluruh organ tubuhnya. Menurut Mirta, mikrotia adalah sebuah kelainan bawaan, sehingga besar kemungkinan ada penyakit penyerta lainnya.

“Makanya kita cek juga mata, jantung, dan lainnya untuk mengetahui apakah ia termasuk dari sindrom tersebut,” jelasnya.

Secara kasat mata, penderita mikrotia dapat dilihat dari rangka wajahnya. Mirta menjelaskan, selain telinga, rahang salah satu sisi yang sama dengan mikrotia juga ikut mengecil. Sehingga, hal ini mengganggu fungsi mengunyah makanan bagi penderita mikrotia, karena rahangnya ikut mengecil.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini