Sukses

Penyebab dan Gejala Hoarding Disorder, Suka Timbun Barang Tanpa Melihat Nilainya

Salah satu gejala hoarding disorder adalah kesulitan dalam membuang atau memisahkan barang-barang terlepas dari nilai sebenarnya.

Direview oleh:
dr Ainni saat ini adalah dokter umum di Rumah Sakit Bakti Timah, Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau.

Liputan6.com, Jakarta - Viral di media sosial seorang pria memperlihatkan sebuah kos yang dihuni oleh wanita. Kamar kos yang dihuni wanita tersebut amat berantakan. Selain itu, penuh dengan tumpukan sampah.

Melihat kondisi kamar kos yang seperti itu, beberapa warganet menyangkutkan dengan hoarding disorder. Apa itu hoarding disorder?

Hoarding disorder adalah gangguan yang ditandai dengan kesulitan membuang atau berpisah dengan barang kepunyaan, tanpa melihat nilai dari barang tersebut.

"Hal ini berbeda dengan mengumpulkan barang pada umumnya. Pada hoarding disorder, terjadi akumulasi dari sejumlah besar barang-barang yang memadati dan mengacaukan ruang tamu sehingga ruang tamu tersebut tidak bisa digunakan lagi," kata dokter spesialis kedokteran jiwa William Surya Atmadja mengutip laman EMC Healthcare.

Hal ini berbeda dengan mengumpulkan barang pada umumnya. Seorang hoarding disorder melakukan akumulasi hingga memadati ruangan. Sehingga ruangan pun tidak bisa digunakan kembali.

Penyebab Hoarding Disorder

Menurut psikolog Craig Sawchuk Ph.D, penyebab seseorang mengalami hoarding disorder ada dua. Pertama karena depresi yang berat.

“Faktanya seorang hoarding disorder mengalami gangguan depresi komorbilitas dibandingkan dengan gangguan kecemasan lainnya,” jelasnya.

Selain itu, penyebab kedua karena sejak kecil mereka telah ditanamkan untuk tidak boros dan membuang barang.

“Bisa juga dari pengasuhan, itu terjadi dalam keluarganya yang mengajarkan segala sesuatu memiliki nilai dan dapat digunakan suatu saat nanti,” tambah Sawchuk di YouTube Mayo Clinic dikutip pada Jumat, 6 Oktober 2023.

Selain hal diatas ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami kondisi ini, yaitu:

  • Mengalami gangguan mental, seperti depresi, skizofrenia, dan gangguan obsesif kompulsif (OCD)
  • Dibesarkan dalam keluarga yang tidak mengajari cara memilah barang
  • Memiliki keluarga yang juga menderita hoarding disorder
  • Pernah ditinggalkan oleh orang yang dicintai
  • Pernah mengalami kesulitan ekonomi
  • Pernah mengalami kehilangan harta benda akibat kebakaran atau bencana alam

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Gejala Penderita Hoarding Disorder

Sawchuk menyingung soal kesehatan mental penderita hoarding disorder lebih berat dibanding yang mengalami obsessive compulsive disorder (OCD). 

Mengutip dari Verrywell Health, beberapa peneliti mendefinisikan seorang hoarding disorder memiliki sifat adiktif dalam hal benda. Hal ini yang membuat mereka memiliki keinginan kuat untuk memperoleh barang dan menyimpannya.

Berikut adalah tanda seseorang yang mengalami hoarding disorder meliputi enam gejala menurut Mayo Clinic, yakni:

  • Menyimpan terlalu banyak barang yang tidak diperlukan.
  • Kesulitan dalam membuang atau memisahkan barang-barang terlepas dari nilai sebenarnya.
  • Merasa merasa perlu menyimpan barang-barang tersebut dan kesal ketika berpikir untuk membuangnya.
  • Mengumpulkan barang-barang hingga ruangan tidak dapat digunakan.
  • Mereka menghindari atau menunda suatu keputusan.
  • Biasanya mempunyai masalah dengan perencanaan dan pengorganisasian.
3 dari 3 halaman

Pengobatan Penderita Hoarding Disorder

Menurut Sawchuk, pengobatan untuk mereka yang menderita hoarding disorder selain oleh psikolog atau psikiater, harus ditangani juga oleh keluarga.

“Keluarga memainkan peran besar dalam hal ini.”

“Kita harus mempunyai keluarga dan teman-teman yang fungsional,” lanjutnya.

Selain itu, karena kondisi kesehatan hoarding disorder berat, mereka harus melakukan perawatan medis.

“Lakukan sistem perawatan yang tepat,” jelasnya.

Kedua hal di atas harus dilakukan secara beriringan. Tidak lupa bantu mereka juga dalam memilih barang-barang yang telah menumpuk.

Dokter juga dapat meresepkan obat-obatan jika pasien menderita gangguan mental lain, seperti depresi dan gangguan kecemasan.

Obat-obatan yang biasanya diresepkan adalah jenis antidepresan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI).

Selain menjalani pengobatan, Anda bisa melakukan langkah-langkah di bawah ini untuk membantu proses pemulihan:

  • Buat daftar benda-benda di rumah.
  • Kelompokkan barang-barang menjadi “disimpan”, “buang”, “daur ulang”, atau “sumbangkan”.
  • Buang benda yang menumpuk secara perlahan tiap hari, misalnya 5 benda sehari.
  • Bersihkan maksimal 1 ruangan setiap hari atau minggu.
  • Buat jadwal harian yang tidak berlebihan, misalnya menyortir kertas-kertas kwitansi setelah sarapan sambil mendengar musik, mencuci baju setelah makan siang, atau mencuci piring setelah makan.
  • Sumbangkan barang yang layak pakai kepada orang yang membutuhkan.
  • Letakkan tempat sampah di setiap ruangan, seperti kamar, ruang tamu, dan dapur.
  • Ambil foto ruangan sebelum dan sesudah dibersihkan, kemudian lihat dan bandingkan untuk melihat pencapaian Anda.
  • Cobalah untuk membuat keputusan dengan cepat apakah akan menyimpan suatu barang atau tidak.
  • Manfaatkan teknologi, seperti menonton film di ponsel ketimbang menumpuk DVD, untuk mengurangi kecenderungan menumpuk barang.
  • Tarik napas dalam ketika merasa tidak nyaman dan tegang setiap membuang barang.
  • Berikan hewan-hewan yang dikumpulkan ke shelter

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini