Sukses

Korban Banjir Libya Hadapi Ancaman Diare hingga Kolera, Begini Upaya WHO Beri Layanan Kesehatan

Menurut WHO, sebagian besar risiko kesehatan bagi para penyintas banjir berasal dari keberadaan air yang terkontaminasi. Dan buruknya fasilitas kebersihan serta sanitasi.

Liputan6.com, Jakarta - Bencana banjir yang melanda wilayah timur Libya dua pekan lalu membawa pengaruh buruk bagi kesehatan masyarakat terdampak.

Sejak bencana terjadi pada 10 September 2023, 4.014 orang dilaporkan tewas dan lebih dari 8.500 orang hilang.

Tim pencarian dan penyelamatan telah berhasil mengevakuasi 452 orang yang selamat dari puing-puing bangunan yang runtuh. Antara 30.000 dan 35.000 orang yang mengungsi akibat banjir saat ini tinggal di tenda-tenda dan pemukiman yang penuh sesak di wilayah Provinsi Derna. Di sana, mereka memiliki akses terbatas terhadap air bersih dan sanitasi.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebagian besar risiko kesehatan bagi para penyintas banjir berasal dari keberadaan air yang terkontaminasi. Dan buruknya fasilitas kebersihan serta sanitasi.

Risikonya mencakup ancaman wabah penyakit yang ditularkan melalui air seperti diare akut dan kolera. Serta wabah penyakit yang ditularkan melalui vektor seperti demam tifoid, demam berdarah, malaria, dan demam kuning.

Tantangan-tantangan ini diperparah dengan terganggunya layanan kesehatan, terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak, perempuan dan pasien dengan penyakit kronis.

Di sisi lain, puluhan ribu orang telah kehilangan orang yang dicintai, rumah, mata pencaharian, dan semua harta benda mereka. Sehingga menempatkan mereka pada risiko besar mengalami tekanan mental akut.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Upaya WHO Bantu Korban Banjir Libya

Menyadari hal tersebut, WHO mendukung upaya pemulihan akses terhadap layanan kesehatan dan mengendalikan penyebaran penyakit menular. Terutama di antara puluhan ribu orang yang kini tinggal di tempat pengungsian.

“Besarnya bencana ini sangat mengejutkan. Kami berkolaborasi erat dengan mitra kami, otoritas nasional, dan komunitas internasional untuk memberikan bantuan penting, menyelamatkan nyawa, dan memulihkan layanan kesehatan penting selama periode yang penuh tantangan ini,” kata Perwakilan WHO di Libya, Dr. Ahmed Zouiten, mengutip keterangan resmi, Sabtu (23/9/2023).

Sebuah tim antarlembaga Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengkaji daerah-daerah yang terkena dampak dan mengidentifikasi empat prioritas yakni:

  • Menyediakan air bersih
  • Mencegah wabah penyakit
  • Memulihkan layanan kesehatan primer
  • Membangun dukungan kesehatan mental dan psikososial bagi para penyintas.
3 dari 4 halaman

Laporan Ketersediaan Fasilitas Kesehatan

WHO telah melakukan asesmen terhadap 78 fasilitas kesehatan. Termasuk 24 rumah sakit dan 54 fasilitas layanan kesehatan primer. H

Hasil asesmen menunjukkan, lebih dari setengah fasilitas kesehatan dilaporkan ditutup atau tidak berfungsi karena rusaknya infrastruktur dan kekurangan staf, obat-obatan, persediaan dan peralatan.

Distrik Derna, Al-Jabal Al-Akhdar dan Al-Marj termasuk di antara yang paling parah terkena dampaknya.

Untuk itu, Kementerian Kesehatan Libya dan WHO berupaya memulihkan fungsi di 10 fasilitas kesehatan dengan mendirikan enam rumah sakit lapangan (field hospital).

Sebuah rumah sakit lapangan sudah didirikan di Derna. RS darurat ini memiliki 100 tempat tidur, 10 tempat tidur perawatan intensif, layanan radiologi, departemen kebidanan dan ginekologi.

Di kota Assahel di Al-Jabal Al-Akhdar, WHO telah mengerahkan klinik keliling untuk melayani desa Al-Bayada, di mana satu-satunya rumah sakit di pedesaan telah rusak dan terpaksa ditutup.

WHO juga telah menyediakan obat-obatan penyakit kronis ke pusat layanan kesehatan primer di AlBayda, AlMarj, Derna, Shahat dan Sousa.

4 dari 4 halaman

Sediakan Dukungan Kesehatan Mental

Pada 21 September, tim dari WHO yang dipimpin oleh Ahmed Zouiten bertemu dengan otoritas kesehatan di Derna untuk meninjau kebutuhan yang paling mendesak.

Layanan dukungan kesehatan mental dan psikososial akan diprioritaskan pada komunitas yang terkena dampak. Dengan layanan mulai dari pertolongan pertama psikologis melalui sistem perawatan primer hingga perawatan psikiatrik khusus untuk orang-orang yang mengalami trauma berat.

WHO telah mengintensifkan upaya untuk mengerahkan tenaga profesional kesehatan mental yang terlatih. Selain mengatasi ancaman fisik langsung, para spesialis ini akan fokus membantu para penyintas menghadapi rasa kehilangan, kecemasan, depresi, dan gangguan stres pasca-trauma.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.