Sukses

Menkes Budi Colek Dirut BPJS Kesehatan, Ada Klaim Pneumonia tapi Dibayarnya ISPA

Ada laporan klaim pneumonia tapi malah dibayarnya ISPA oleh BPJS Kesehatan.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin menyoroti soal pembayaran klaim penyakit pernapasan, salah satunya pneumonia dan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang dibayarkan oleh BPJS Kesehatan.

Bahwa ada laporan pengajuan klaim pneumonia dari rumah sakit, tapi malah dibayarnya ISPA oleh BPJS Kesehatan. Hal ini menjadi sorotan, terlebih lagi sedang terjadi peningkatan kasus ISPA akibat dampak dari polusi udara.

"Nah, kemarin saya baru dengar ada masalah sedikit di BPJS. Ada yang mengeluh kalau rumah sakit udah diagnosis dan ngajuin klaimnya pneumonia, tapi dibayarnya ISPA sama BPJS. Soalnya (klaim pembayaran) ISPA itu lebih murah," ungkap Budi Gunadi saat Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI di Gedung DPR RI, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (30/8/2023).

"Jadi rumah sakit udah masukin klaim bayar buat pneumonia, sama BPJS enggak mau dibayar, dibayarnya klaim ISPA. Ini dispute namanya."

Dispute klaim adalah ketidaksepakatan antara BPJS Kesehatan dan fasilitas kesehatan atas klaim pelayanan.

"Ada Rontgennya Belum?"

Merespons laporan itu, Budi Gunadi sempat bertanya, sudah ada rontgennya belum? Kondisi pneumonia yang berarti sudah ada infeksi paru bisa terlihat lewat rontgen.

"Saya tanya, udah ada rontgennya belum? Kalau ada rontgen kan keliatan tuh infeksi paru atau enggak," lanjutnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Hubungi Dirut BPJS Kesehatan

Setelah dilakukan penelusuran, Menkes Budi Gunadi Sadikin menilai kebijakan klaim pembayaran untuk ISPA dan pneumonia rupanya masih berbeda-beda di tiap daerah.

Ia pun menghubungi Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti agar dapat menyeragamkan kebijakan klaim pelayanan ISPA dan pneumonia di rumah sakit.

"BPJS kebijakannya masing-masing daerah bisa beda-beda. Ada daerah yang langsung dikasih, ada daerah yang pelit, mungkin ditahan (bayar klaimnya)," terang Budi Gunadi.

"Kemaren udah ngomong sama Pak Ali Ghufron juga supaya tatalaksana ISPA sama pneumonia ini di seragamin lah Pak, supaya rumah sakit enggak usah engkel-engkelan setiap bulannya tuh berantem nagihnya yang mana."

"Kalau Ada X-Ray, Dibayarnya Pneumonia Aja"

Menurut Budi Gunadi, kalau sudah ada X-Ray atau rontgen dan terbukti itu ada infeksi paru, maka klaimnya pneumonia.

"Kalau udah ada X-Ray pasti dia pneumonia ya, dibayarnya pneumonia aja. Ini yang mesti distandardisasi di BPJS," pungkasnya.

3 dari 4 halaman

Penyakit Pernapasan Akibat Polusi

Di Indonesia, ada beberapa penyakit pernapasan atau respiratory disease yang disorot Kementerian Kesehatan (Kemenkes ) RI. Ini mencakup tuberkulosis (TB), Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK), kanker paru, pneumonia, dan asma .

"Memang ini merupakan 15 besar dari penyakit yang ada di Indonesia. Kita lihat daftar BPJS, yang besar-besar (pembayaran klaim) itu pneumonia, tuberkulosis, ISPA dan diikuti oleh asma dan PPOK, lalu kanker paru," papar Budi Gunadi Sadikin.

"Tapi tuberkulosis disebabkan oleh bakteri, tidak untuk polusi udara. Kanker paru disebabkan oleh genetika, tidak oleh polusi udara. Jadi yang disebabkan oleh polusi udara di saluran pernapasan atas itu ada asma, tapi asma ada juga karena alergi dan PPOK ini infeksi paru sama seperti pneumona."

ISPA dan Pneumonia

Kemenkes juga sudah menganalisis penyakit pernapasan yang kemungkinan besar dipengaruhi oleh polusi udara. Yakni ISPA dan pneumonia.

"Kami menganalisa pengaruh dari polusi udara adalah ISPA, pneumonia. Pneumonia adalah infeksi di paru, ISPA adalah infeksi di saluran pernapasan. Infeksi-infeksi ini bisa disebabkan oleh polusi udara," imbuh Menkes Budi Gunadi.

4 dari 4 halaman

Klaim BPJS untuk Penyakit Pernapasan Bakal Naik

Pembayaran klaim BPJS Kesehatan untuk penyakit pernapasan disebutkan Budi Gunadi Sadikin, mencapai Rp10 triliun tahun 2022. Diperkirakan pembayaran BPJS terhadap penyakit ini akan naik di tahun 2023.

"Jadi tahun 2023 pasti akan naik lagi. Ini sudah saya sampaikan ke Bapak Presiden (Joko Widodo/Jokowi), saya sebagai bankir kalau kita ngitung depresiasi investasi itu 10 tahun dibagi 10 depresiasinya," jelas Menkes Budi Gunadi Sadikin.

"Artinya, kalau kita sekarang (pembayaran klaim) Rp100 triliun itu break even, kalau 20 tahun Rp200 triliun. Ini berarti break even didepresiasi yang ada, yang bisa mengurangi biaya-biaya ini."

Sebagai informasi, depresiasi adalah biaya yang timbul karena penggunaan aktiva tetap atau aset tetap (fixed assets). Break even adalah tahap di mana pendapatan sama dengan biaya operasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.