Sukses

Kemenkes: Kalau Ada Sapi dan Kambing Bergejala Antraks, Tak Boleh Dijual Dagingnya

Kalau ada sapi dan kambing yang sakit seperti bergejala antraks, tidak boleh dijual sama sekali dagingnya.

Liputan6.com, Jakarta Apabila masyarakat menemukan sapi dan kambing yang sakit dan bergejala yang mengarah pada penyakit antraks, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI berpesan agar tidak dijual dagingnya. Ini karena antraks merupakan penyakit zoonosis, yang dapat menular dari hewan ke manusia.

Pesan di atas yang disampaikan Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi sekaligus menyikapi temuan kasus antraks di Gunungkidul, DI Yogyakarta. Bahwa terdapat tiga orang meninggal dunia karena antraks di Kecamatan Semanu, Gunungkidul dan 93 warga lain positif.

"Kalau ada sapi, kambing yang terlihat tiba-tiba sakit spesifik kayak antraks, itu harus langsung dibunuh dan dikuburkan," terang Nadia di Media Center MPR/DPR/DPD RI, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa, 4 Juli 2023.

"Tidak boleh dijual dagingnya. Nah, seringkali masyarakat sering jual kalau ini hewan yang berpenyakit, maunya dijual aja gitu."

Gejala Ternak yang Terserang Antraks

Sebagaimana informasi dari Balai Besar Veteriner Wates, ternak yang terserang antraks biasanya mengalami demam tinggi pada awal infeksi. Ternak mengalami gelisah, kesulitan bernapas, kejang, rebah, dan kematian.

Tidak jarang ternak mati mendadak tanpa menunjukkan gejala klinis. Selain itu, sering ditemukan adanya ekskreta berupa darah yang keluar dari lubang-lubang kumlah seperti hidung, mulut, telinga, dan anus.

Pembengkakan pada daerah tertentu seperti daerah leher, dada, abdomen, dan sekitar kelamin juga sering ditemukan pada hewan ternak. Ternak kadang tidak menunjukkan gejala keluarnya darah dari lumbang kumlah, tetapi muncul perut yang dampak kembung, nafas terengah, kekejangan dan diikuti kematian.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tak Boleh Ambil Rumput di Daerah yang Pernah Ada Kasus Antraks

Sebagai upaya sosialisasi masyarakat terhadap antraks, Siti Nadia Tarmizi menekankan harus memerhatikan daerah-daerah yang dulunya pernah ada kasus antraks.

Misalnya, perkebunan yang kemudian dimusnahkan karena kasus antraks sehingga rumput di sana seharusnya tidak boleh diambil lagi untuk pakan ternak.

"Kalau penyakit-penyakit yang bersumber pada hewan ke manusia itu tidak akan terkena kalau dia melakukan upaya preventif. Jadi kalau menggembalakan ya harus kita perhatikan mulai dulu nih menggembalakan atau mengambil rumput dari daerah-daerah yang merupakan daerah antraks," jelas Nadia.

"Biasanya masyarakat di sana tahu, oh ini dulunya ada daerah antraks. Ini bekas perkebunan yang kemudian dimusnahkan karena hampir semua ternaknya kena antraks. Itu artinya, tidak boleh mengambil dulu makanan rumput dari daerah-daerah tersebut."

3 dari 4 halaman

Tidak Disarankan Konsumsi Hewan Ternak yang Sakit

Pada tahun 2022, kasus antraks di Gunungkidul juga sempat merebak. Pada waktu itu, ada 15 ternak sapi dan kambing dari Kapanewon Ponjong dan Gedangsari dinyatakan terpapar antraks.

Sementara ada 23 warga yang dilaporkan mengalami gejala mirip antraks.

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Gunungkidul berupaya agar kasus antraks yang terjadi belum lama ini tidak meluas. Salah satunya, dengan edukasi dan sosialisasi pada masyarakat.

Penjualan Ternak Mati Tak Boleh Dilakukan

Kepala Bidang Kesehatan Hewan DPKH Gunungkidul Retno Widyastuti tidak menyarankan hewan ternak seperti sapi dan kambing dalam kondisi sakit sebagai bahan konsumsi.

"Penjualan ternak mati sakit maupun mati sebenarnya juga tidak boleh dilakukan," katanya pada 9 Februari 2023, dikutip dari kanal Regional Liputan6.com.

Retno menjelaskan, risiko penularan antraks paling tinggi terjadi saat ternak sakit disembelih. Ketika disembelih, bakteri antraks yang berdiam di darah akan kontak dengan udara dan membentuk proteksi, sehingga lebih mudah menularkan.

4 dari 4 halaman

Warga Tak Ingin Merasa Rugi

Walau begitu, Retno Widyastuti tak menampik masyarakat umumnya lebih memilih tetap memotong hewan ternak yang sakit atau mati mendadak. Sebab, warga yang merawat hewan ternak tak ingin merasa rugi.

"Kebanyakan merasa eman (sayang), jadi kalau ada ternak sakit atau mati lebih dipilih dipotong kemudian dijual," jelasnya.

Menurut Retno, kebiasaan demikian yang mempersulit pihaknya dalam mencegah penyebaran antraks. Oleh karena itu, ia mengharapkan adanya peran aktif dari masyarakat agar bisa melakukan pencegahan mandiri.

Ternak Mati Mendadak, Langsung Dikubur

Jika ada ternak mati mendadak, maka disarankan untuk langsung dikubur. Namun, bagi ternak yang masih sehat dan hendak disembelih, disarankan untuk dibawa ke Tempat Potong Hewan (TPH).

"Kalau di TPH kan semua hewan yang masuk pasti diperiksa dulu kondisinya sebelum dipotong," pungkas Retno.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini