Sukses

IDI: Pemerataan Dokter Spesialis Sulit Diatasi Tanpa Jaminan Keamanan

Pemerataan dokter spesialis di daerah akan sulit diatasi tanpa adanya jaminan keamanan.

Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Moh. Adib Khumaidi menyoroti kendala pemerataan dokter spesialis di daerah. Bahwa pemerataan dokter spesialis akan sulit diatasi tanpa jaminan keamanan dari pemerintah daerah setempat.

Pemerintah juga perlu memperbaiki infrastruktur termasuk akses menuju fasilitas kesehatan sehingga baik tenaga kesehatan, dokter spesialis maupun masyarakat bisa mengakses layanan kesehatan dengan lebih baik.

PB IDI akan selalu menjadi mitra strategis pemerintah untuk mendorong berkembangnya layanan kesehatan di Indonesia.

"Namun, kendala pemerataan dokter spesialis di daerah, terutama wilayah terpencil akan sulit diatasi apabila hal-hal seperti jaminan keamanan dan keselamatan serta akses infrastruktur tidak diperbaiki oleh pemerintah,” tegas Adib melalui pernyataan tertulis yang diterima Health Liputan6.com pada Sabtu, 11 Maret 2023.

PB IDI meminta kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, serta seluruh aparat keamanan di daerah terutama di wilayah konflik untuk memberikan jaminan keamanan dan keselamatan pada para tenaga kesehatan yang bertugas di daerah tersebut.

Jaminan keamanan tersebut kembali disuarakan IDI seiring kejadian dokter Mawar meninggal di Nabire, Papua Tengah. Dokter spesialis paru bernama Mawartih Susanty meninggal di rumah dinasnya di daerah RSUD Nabire, Papua.

“Hal penting untuk mengatasi kendala dalam pemerataan dokter terutama dokter spesialis di daerah adalah belum ada jaminan keselamatan dan keamanan bagi para tenaga kesehatan yang bertugas, terutama di wilayah konflik," terang Adib.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kekurangan Dokter Spesialis Harus Diurus

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui bahwa jumlah tenaga dokter spesialis atau sub spesialis di dalam negeri masih kurang. Dia menyebut hal ini menjadi persoalan bagi sektor kesehatan di Indonesia.

"Memang problemnya, kita masih punya problem dalam negeri. Dokter spesialisnya masih kurang, atau dokter yang punya sub spesialis masih kurang. Saya sudah bisikin ke Pak Menkes, ini harus diurus," kata Jokowi saat meresmikan Mayapada Hospital Bandung Jawa Barat, Senin (6/3/2023).

Ia pun telah meminta Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim untuk memperbanyak dan mempermudah pendidikan dokter spesialis. Hal ini agar masyarakat yang sakit dapat tertangani dengan baik.

"Saya minta tadi juga ke Pak Menkes dan akan saya sampaikan ke Mendikbud juga, untuk pendidikan dokter spesialis agar dibanyakin dan dimudahkan. Sehingga masyarakat kita betul-betul semuanya yang sakit dapat tertangani," jelas Jokowi.

Jokowi menyampaikan alat kesehatan (alkes) dan fasilitas di rumah sakit saat ini sudah banyak yang bagus. Namun, kata dia, ada beberapa hal yang harus ditingkatkan oleh pihak rumah sakit agar pelayanan ke masyarakat semakin baik.

"Alkes dan ruang fisik sudah banyak yang bagus, tapi masih banyak yang belum bagus. Itu harus diperbaiki. Sehingga layanan rumah sakit ke masyarakat menjadi semakin baik," ujarnya.

3 dari 3 halaman

Sulitnya Akses ke Dokter di Daerah

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin menegaskan, kekurangan dokter spesialis di Indonesia berdampak terhadap akses layanan kesehatan masyarakat. Akibatnya, terjadi antrean pasien yang panjang dan sulitnya akses terhadap dokter di seluruh daerah di Indonesia.

“Kurangnya dokter spesialis itu nyata. Masyarakat hingga kini sulit untuk mendapatkan akses ke dokter," tegasnya dalam pernyataan resmi yang diterima Health Liputan6.com pada Senin, 13 Februari 2023 malam.

Demi mempercepat produksi dokter spesialis, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bersama Lembaga Pengelola Pendidikan (LPDP) menambah kuota beasiswa tahun 2023 yang menyasar 1.600 peserta. 

Jumlah ini bertambah, sebelumnya tahun 2022 hanya 600 peserta.

"Untuk itu, Pemerintah ingin mempercepat produksi dokter spesialis sehingga kekurangannya dapat segera diatasi, salah satunya melalui pemberian beasiswa ini,” sambung Budi Gunadi.

Beasiswa kerja sama Kemenkes dan LPDP ini juga ditujukan untuk dokter, dokter gigi, subspesialis, fellowship dan sumber daya manusia (SDM) kesehatan lainnya.

Kemenkes bersama LPDP terus berupaya meningkatkan jumlah penerima beasiswa pendidikan dokter spesialis, yang semula 300 menjadi 600 di tahun 2022. Pada 2023 menjadi 1.600, kemudian tahun 2024 akan disediakan sebanyak 2.500 beasiswa untuk dokter spesialis, sub-spesialis, termasuk fellowship lulusan luar negeri.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.