Sukses

Terungkap Alasan Hasil Uji Obat Sirup BPOM Beda dengan Labkesda DKI

Alasan di balik hasil uji obat sirup di laboratorium (lab) BPOM berbeda dengan Labkesda DKI Jakarta.

Liputan6.com, Jakarta - Sempat santer beberapa waktu lalu soal perbedaan hasil uji obat sirup antara laboratorium (lab) Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) dengan Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) DKI Jakarta.

Kepala Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional BPOM RI, Mohamad Kashuri menjelaskan, ada beberapa faktor penyebab perbedaan hasil uji obat sirup dengan Labkesda DKI Jakarta. Dalam hal ini, pemeriksaan sampling obat sirup perihal kasus gagal ginjal akut.

"Terkait dengan perbedaan hasil uji, apa sebabnya? Sangat banyak faktornya. Yang pertama, terkait dengan integritas sampel. Homogenitas di dalam preparasi -- persiapan sampel untuk dianalisis -- sangat menentukan," jelasnya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi IX DPR RI di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/2/2023).

"Yang kedua adalah peralatan, apakah peralatan sudah dikalibrasi dan bekerja sesuai dengan sistem yang sudah ditetapkan apa tidak."

Tak hanya dari sisi alat dan sampel uji, faktor kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) turut menentukan hasil uji obat sirup di Lab BPOM dan Labkesda DKI.

"Yang ketiga adalah kompetensi SDM. Ini sangat menentukan, yang mana SDM akan memiliki otoritas di dalam melakukan teknik analisis interpretasi data juga sangat memungkinkan hasilnya berbeda," ucap Kashuri.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Lab BPOM Jadi Rujukan Negara Lain

Faktor lain yang menyebabkan hasil uji obat sirup berbeda dengan Labkesda DKI adalah sensitivitas alat uji sampling. Proses pengujian dan alat di lab BPOM telah sesuai standar yang ditetapkan konsensus secara nasional maupun internasional.

Bahkan lab BPOM menjadi rujukan negara-negara di dunia, khususnya di ASEAN. BPOM pun menerima berbagai sampel obat dan makanan dari sejumlah negara lain untuk dibantu pengujiannya.

"Sensitivitas alat juga demikian. Bagaimana dengan uji yang dilakukan Badan POM? Kami telah menetapkan standar yang sudah diakui oleh konsensus nasional maupun internasional," Mohammad Kashuri menuturkan.

"Laboratorium BPOM dirujuk oleh negara-negara ASEAN. Kami juga diakui oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), prakualifikasi WHO, dan menerima sampel dari beberapa negara lain yang diujikan ke kami."

Untuk diketahui, lab Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPPOMN) BPOM RI telah ditetapkan menjadi 'Asean Food Reference Laboratory (AFRL) untuk Bahan Tambahan Pangan (BTP)' pada sidang Prepared Foodstuff Product Working Group ke-19 di Yangon, Myanmar pada tanggal 3-4 September 2014.

Salah satu tugas AFRL adalah menyelenggarakan pelatihan tentang analisis BTP dalam produk pangan untuk laboratorium Badan POM dan di luar Badan POM, termasuk laboratorium pengujian pangan dari negara-negara ASEAN yang merupakan National Food Reference Laboratory (NFRL).

Pelatihan ini dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan personel laboratorium dalam hal pengujian mutu dan keamanan produk serta memperluas wawasan pengujian BTP dalam produk pangan.

3 dari 3 halaman

Analisis Uji Obat Sesuai Kriteria Saintifik

Sebelumnya, terjadi perbedaan hasil pemeriksaan obat Praxion antara BPOM RI dan Labkesda DKI Jakarta terkait kasus gagal ginjal akut yang dilaporkan pada awal Februari 2023.

Berdasarkan keterangan Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin, hasil pemeriksaan sampel darah pasien setelah mengonsumsi Praxion dinyatakan ada kandungan Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) dalam darah anak tersebut.

Kedua cemaran itu juga ditemukan dalam sampel obat yang diminum pasien. Sedangkan, hasil pengujian BPOM, dari 7 sampel termasuk sampel sisa obat pasien menunjukkan, obat Praxion masih sesuai ketentuan atau standar di Farmakope Indonesia. Artinya, obat ini aman dipakai sepanjang sesuai aturan pakai

Menanggapi perbedaan pemeriksaan tersebut, Kepala Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional BPOM, Mohamad Kashuri menyakini, prosedur pengujian yang dilakukan mengacu pada standar internasional sehingga sudah sesuai dengan kriteria tertentu.

"Adanya perbedaan di tempat lain kita harus mendalami lebih detail mana hal yang berbeda tersebut. Tapi yang jelas, prosedur yang kita gunakan, kemudian hasil analisis interpretasi data, ini juga sudah sesuai dengan kriteria-kriteria yang scientific," katanya saat konferensi pers di Kantor BPOM RI, Jakarta, Rabu (8/2/2023).

Adapun standar internasional yang diacu adalah standar yang ada di ketentuan Comission Implementing Regulation (EU Comission) dan Food and Drug Administration (FDA) Office of Regulatory Affairs.

"Jadi dalam menetapkan ini, kita juga melihat literatur yang digunakan. Sains itu sangat ilmiah dan mudah dicerna secara masuk akal atau tidak, kita menggunakan kaidah-kaidah tersebut dalam menginterpretasikan data yang kita peroleh," tutur Kashuri.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.