Sukses

BPOM RI Perketat Penggunaan Pelarut Obat Usai Kemunculan Kasus Gagal Ginjal Akut DKI Jakarta

Belajar dari kasus gagal ginjal akut akan ada pengetatan penggunaan bahan pelarut obat.

Liputan6.com, Jakarta - Belajar dari kasus gagal ginjal akut yang semula dicurigai akibat konsumsi obat sirup, Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) berencana memperketat penggunaan bahan pelarut obat.

Dijelaskan Kepala BPOM RI, Penny K Lukito, bahan pelarut tidak hanya digunakan dalam pembuatan obat sirup berbasis kimia, melainkan juga sebagai tambahan pembuatan obat tradisional.

"Penggunaan pelarut tidak hanya di obat, tapi suplemen kesehatan, vitamin anak bentuk cair dan sebagainya," kata Penny saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi IX DPR RI di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta pada Rabu, 15 Februari 2023.

"Dan itu (penggunaan bahan pelarut) kami tegakan terus, kemudian kami evaluasi, pelarut juga digunakan pada obat tradisional," dia menambahkan.

Bahan Pelarut yang Terkandung di Obat Sirup

Bahan pelarut seperti yang terkandung pada obat sirup, antara lain Polietilen Glikol (PEG), sorbitol, propilen glikol dan gliserol dapat berpotensi mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) tinggi jika digunakan tidak sesuai kadar standar.

Cemaran EG dan DEG yang melebihi ambang batas berujung pada kejadian gagal ginjal akut pada anak.

"Strateginya dikaitkan dengan langkah-langkah yang akan dilakukan karena memang penggunaan pelarut juga sangat intensif dilakukan pada obat tradisional dan pemberian sertifikasi cara produksi obat tradisional yang baik juga akan kami review (tinjau) kembali," Penny menambahkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pengujian Pelarut dan Produk Obat Jadi

Ditegaskan kembali oleh Penny K. Lukito, peraturan-peraturan yang berkaitan dengan sertifikasi dan penegakan kewajiban, BPOM akan meninjau penggunaan bahan baku pelarut obat.

"Ini lebih mencermati pelaksanaan kewajiban dari industri farmasi dalam melakukan upaya pengujian ya, yang harus memang kewajiban dari mereka. Jadi industri farmasi punya kewajiban bagaimana upaya dengan izin Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang diberikan kepada mereka, tetap melakukan pengujian (terhadap produk obat)," tegasnya.

Pengujian yang dimaksud menyasar untuk setiap pemasukan penggunaan dari bahan baku pelarut disertai melakukan pengujian pada produk obat jadi.

"Berdasarkan cemaran yang sebelumnya tidak ada standarnya, sekarang sudah ada di dalam Farmakope revisi yang baru ya. Ini diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan. Di dalam Farmakope yang baru sudah menegakkan aturan dikaitkan dengan cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG)," terang Kepala BPOM Penny.

"Tentunya, akan ada lagi langkah-langkah secara aktif yang harus dilakukan dan itu akan diawasi oleh Badan POM dengan pengujian EG dan DG untuk setiap batch produk yang dihasilkan oleh  industri farmasi."

3 dari 3 halaman

Uji Sampel Sirup pada Kasus Ginjal Akut

Berkaitan dengan kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) pada Februari 2023, BPOM mendapatkan informasi dari Kemenkes pada tanggal 2 Februari 2023 adanya sirup obat yang diduga menjadi penyebab kasus GGAPA tersebut.

Pada rilis 9 Februari 2023, BPOM melakukan langkah-langkah responsif dengan melakukan investigasi, penelusuran, pengambilan dan pengujian sampel termasuk pemeriksaan ke sarana produksi. BPOM telah melakukan penelusuran, sampling, dan pengujian terhadap sampel pada tanggal 2-3 Februari 2023, di antaranya:

  • sampel sirup sisa obat pasien
  • sampel sirup obat dari peredaran dengan nomor bets yang sama dengan sampel yang dikonsumsi oleh pasien
  • sampel sirup obat dari tempat produksi (retained sample) dengan nomor bets yang sama dengan sampel yang dikonsumsi oleh pasien
  • sampel sirup obat dengan bets yang berdekatan
  • sampel bahan baku sorbitol yang digunakan dalam proses produksi
  • sampel sirup obat lain yang menggunakan bahan baku dengan nomor bets yang sama (2 produk sirup berbeda).

Seluruh sampel sirup dan bahan baku tersebut di atas telah dikirim dan diuji di laboratorium Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPPOMN) BPOM.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa seluruh sampel yang diuji memenuhi syarat (MS), artinya sirup obat memenuhi persyaratan ambang batas asupan harian sehingga aman digunakan sepanjang sesuai aturan pakai.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.