Sukses

Videokan Suami Saat Aniaya Anak, Cara Ibu Lindungi Buah Hati dengan Barang Bukti

Baru-baru ini media sosial diramaikan oleh kasus penganiayaan anak yang dilakukan oleh ayah kandung di Jakarta Selatan.

Liputan6.com, Jakarta - Baru-baru ini media sosial diramaikan oleh kasus penganiayaan anak yang dilakukan oleh ayah kandung di Jakarta Selatan.

Dalam video singkat yang menjadi viral, seorang ayah melakukan kekerasan fisik kepada anaknya yang masih kecil. Namun, alih-alih langsung menolong, sang ibu malah mengambil video atas kejadian tersebut sambil berteriak dan menangis.

Hal ini disayangkan oleh sebagian warganet, mereka berpendapat bahwa ketimbang bikin video lebih baik lindungi anaknya.

“Harusnya ibunya melerai bukan malah sibuk ambil video, miris melihat sikap ibu ini,” kata seorang warganet.

Pendapat lain pun datang dari kriminolog Haniva Hasna. Menurutnya, pengambilan video penganiayaan tersebut dibutuhkan sebagai barang bukti untuk melakukan proses hukum.

“Sebagai barang bukti ketika akan melakukan proses hukum atau setidaknya meminta pertolongan/perlindungan terhadap pihak lain,” kata kriminolog yang akrab disapa Iva kepada Health Liputan6.com melalui pesan tertulis, Rabu 28 Desember 2022.

Menurut Iva, memang akan terjadi pro kontra terkait hal ini. Namun, barang bukti menjadi hal yang sangat penting untuk proses hukum yang akan ditempuh.

“Mungkin akan terjadi pro dan kontra, kenapa istri tidak langsung melakukan pembelaan atau perlindungan terhadap anaknya. Tetapi dari sudut pandang yang berbeda bahwa alat bukti sangat diperlukan untuk proses hukum yang akan ditempuh.”

Di samping itu, pengambilan alat bukti juga termasuk dalam tindak perlindungan terhadap anak.

“Pengambilan alat bukti bisa dimasukkan dalam perlindungan terhadap anak tersebut,” katanya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Dampak Besar KDRT

Lebih lanjut Iva menjelaskan bahwa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menimbulkan dampak sangat besar. Baik bagi si korban maupun keluarganya.

Kondisi ini bisa diperparah dengan lingkungan sekitar yang kurang tanggap terhadap kejadian KDRT di sekitarnya. Dengan alasan KDRT merupakan masalah domestik sehingga apabila ada kejadian KDRT, orang lain tidak perlu campur tangan.

Selain menimbulkan luka fisik dan psikis berkepanjangan bagi perempuan dan anak yang menjadi korban KDRT, peristiwa kekerasan akan terekam dalam memori otak anak-anak yang menyaksikannya.

“Jangan heran jika anak-anak yang menyaksikan dan bahkan menjadi korban KDRT akan melakukan hal serupa dengan teman sebaya mereka dan ke anak-anak mereka kelak.”

Anak yang tumbuh dan berkembang dalam keluarga yang mengalami KDRT cenderung akan meniru ketika mereka dewasa. Anak perempuan yang melihat ibunya dipukul ayahnya dan ibunya diam saja, tidak melapor atau melawan, maka anaknya cenderung memiliki reaksi yang sama ketika mengalami KDRT saat berumah tangga.

3 dari 4 halaman

Penanganan Korban

Adapun tindakan yang harus diberikan kepada ibu dan anak korban KDRT, pertama-tama memberi bantuan keselamatan baik fisik maupun psikisnya.

Bantuan Fisik dengan cara memberikan pengobatan untuk menyembuhkan luka yang dialami. Lalu menyiapkan bukti untuk proses selanjutnya (lapor polisi) bila perlu. Kemudian yang tidak kalah penting adalah membantu secara psikologis dengan:

- Menerima korban apapun yang terjadi tanpa memandang latar belakangnya

- Memahami bahwa korban merupakan pribadi yang tidak sama dengan korban lainnya, masing masing orang beda respons serta cara menyembuhkan luka

- Tidak menghakimi korban, pendamping harus memahami perilaku korban tanpa menghakimi atau melakukan penilaian secara sepihak

- Memberikan pertimbangan yang bersifat obyektif dan masuk akal dalam setiap tindakan penanganan masalah yang diambil sehingga korban tidak merasa disudutkan atau disalahkan.

4 dari 4 halaman

Peran Lingkungan

Menurut Iva, masyarakat masih beranggapan bahwa KDRT adalah urusan “dapur “ orang. Padahal korban adalah pihak yang lemah dan perlu ditolong.

Beberapa karakteristik korban adalah merasa tidak memiliki harga diri dan keberanian untuk melakukan perlawanan, malu bila menyampaikan kepada orang lain akibat ancaman pelaku. Bila kondisinya demikian, artinya korban sangat butuh bantuan orang sekitar.

Sosialisasi harus terus dilakukan oleh RT/RW atau lembaga setempat terkait KDRT sehingga masing-masing warga mengetahui bagaimana cara deteksi dini dan cara memberi pertolongan terhadap korban.

Sampaikan kepada korban bahwa tetangga adalah warga yang siaga memberikan bantuan dan perlindungan. Bantuan itu bukan selalu secara langsung, bisa saja dilakukan dengan cara membantu melaporkan kepada RT sehingga pelaku mendapat teguran langsung.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.