Sukses

Peneliti Berhasil Sembuhkan Pasien COVID-19 yang Positif Selama 411 Hari

Para peneliti di Inggris berhasil menyembuhkan seorang pria yang terus-menerus terinfeksi COVID-19 selama 411 hari.

Liputan6.com, Jakarta - Umumnya virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 bertahan selama 1 hingga 2 minggu saja setelah seseorang terinfeksi. Namun, pada sejumlah individu, virus tersebut bertahan lebih lama. Seperti yang dialami oleh seorang pria di Inggris. Alih-alih pulih dalam hitungan pekan, pasien COVID-19itu malah terinfeksi lebih dari setahun. 

Peneliti Inggris mengumumkan pada awal November 2022 bahwa mereka telah berhasil menyembuhkan seorang pria yang terus-menerus terinfeksi COVID-19. Pria tersebut dikabarkan positif COVID-19 selama 411 hari. Para peneliti pun secara khusus menganalisis kode genetik virus untuk menemukan pengobatan yang tepat.

Infeksi COVID yang persisten—yang berbeda dengan long COVID atau serangan COVID-19 yang berulang—terjadi pada sejumlah kecil pasien dengan sistem kekebalan yang sebelumnya memang sudah lemah.

Dokter dan spesialis penyakit menular di Guy's and St Thomas' NHS Foundation Trust, Luke Snell mengatakan, tes COVID-19 pasien-pasien tersebut bisa menunjukkan hasil positif selama berbulan-bulan atau bahakn bertahun-tahun dengan kekambuhan sepanjang waktu. 

Infeksi dapat menimbulkan ancaman serius karena sekitar setengah dari pasien juga memiliki gejala persisten seperti peradangan paru-paru, kata Snell kepada AFP. Snell menambahkan bahwa masih banyak yang belum diketahui tentang kondisi tersebut.

Dalam sebuah studi baru yang diterbitkan dalam jurnal Clinical Infectious Diseases, tim peneliti di Guy's and St Thomas' NHS Foundation Trust dan King's College London menggambarkan bagaimana seorang pria berusia 59 tahun akhirnya dapat teratasi infeksinya setelah lebih dari 13 bulan, dilansir Medical Express

Pria yang memiliki daya tahan tubuh yang lemah akibat transplantasi ginjal itu terjangkit COVID-19 pada Desember 2020 dan terus dinyatakan positif hingga Januari 2022. 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Perawatan yang Tepat

Untuk mengetahui apakah dia telah tertular COVID-19 berkali-kali atau hanya satu infeksi persisten, para peneliti menggunakan analisis genetik cepat dengan teknologi sekuensing nanopore.

Tes, yang dapat memberikan hasil hanya dalam 24 jam, menunjukkan pria itu memiliki varian B.1 awal yang dominan pada akhir 2020 tetapi sejak itu digantikan oleh strain yang lebih baru.

Karena dia memiliki varian awal ini, para peneliti memberinya kombinasi antibodi monoklonal casirivimab dan imdevimab dari Regeneron.

Seperti kebanyakan perawatan antibodi lainnya, perawatan ini tidak lagi digunakan secara luas karena tidak efektif terhadap varian yang lebih baru seperti Omicron.

Tapi itu berhasil menyembuhkan pria itu karena dia berjuang melawan varian dari fase pandemi sebelumnya. 

3 dari 4 halaman

Resisten Terhadap Pengobatan

"Varian yang sangat baru yang prevalensinya meningkat sekarang resisten terhadap semua antibodi yang tersedia di Inggris, Uni Eropa, dan sekarang bahkan AS," kata Snell.

Para peneliti menggunakan beberapa perawatan seperti itu untuk mencoba menyelamatkan seorang pria berusia 60 tahun yang sakit parah pada Agustus tahun ini yang telah terinfeksi sejak April.

Namun tidak ada yang berhasil.

"Kami benar-benar mengira dia akan mati," kata Snell.

 

 

4 dari 4 halaman

Mencoba Paxlovid dan Remdesivir

Jadi tim menggunakan dua pengobatan antivirus yang sebelumnya tidak digunakan bersama—Paxlovid dan remdesivir—dan memberikannya kepada pasien yang tidak sadar melalui selang hidung, menurut studi pracetak non-peer-reviewed di situs web ResearchSquare.

"Ajaibnya dia sembuh dan mungkin sekarang ini jalan bagaimana kita mengobati infeksi persisten yang sangat sulit ini," kata Snell, menekankan bahwa pengobatan ini mungkin tidak cocok untuk kasus COVID normal.

Pada konferensi ECCMID di bulan April, tim mengumumkan infeksi persisten terlama yang diketahui pada seorang pria yang dites positif selama 505 hari sebelum kematiannya.

"Kasus yang sangat menyedihkan itu terjadi lebih awal dalam pandemi," kata Snell. Dia mengatakan bahwa dia bersyukur sekarang ada lebih banyak pilihan pengobatan yang tersedia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.