Sukses

Terawan Ungkap Alasan Kembangkan Vaksin Nusantara Berbasis Sel Dendritik

Tim peneliti juga mengungkapkan efek samping Vaksin Nusantara, berdasarkan hasil uji klinis tahap pertama yang telah mereka lakukan

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Tim Pengembang Vaksin Nusantara Terawan Agus Putranto mengungkapkan alasannya mengembangkan vaksin COVID-19 berbasis sel dendritik tersebut. Hal itu ia sampaikan dalam Rapat Kerja Bersama Komisi IX DPR RI pada Rabu (10/3/2021).

Mantan Menteri Kesehatan itu mengatakan, pada 2015 dia secara pribadi telah mengembangkan proses vaksin sel dendritik di Cells Cure Center RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta.

"Ini terus mengembang, sehingga begitu ada ide untuk vaksin dendritik untuk COVID-19, gayung jadi bersambut," kata Terawan seperti dikutip dari siaran di kanal Youtube DPR RI.

Terawan juga mengatakan bahwa mereka telah mendapatkan uji vaksin COVID-19 berbasis sel dendritik pada hewan, melalui pihak ketiga dari Amerika Serikat.

"Sehingga ini bisa berjalan baik, membuat mantap kami. Saya waktu itu selaku menteri kesehatan untuk ikut peran serta dalam kegiatan anak bangsa yang ingin mengembangkan vaksin COVID-19 berbasis sel dendritik."

Terawan menambahkan, karena sifatnya yang autologus dan individual, maka vaksin COVID-19 berbasis sel dendritik ini aman.

Menurut Terawan, studi vaksin sel dendritik sudah ada di jurnal internasional. "Tetapi memang waktu itu saya publish dalam bentuk vaksin sel dendritik untuk kanker," katanya.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

 

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Efek Samping Vaksin Nusantara

Pada kesempatan yang sama, Mukhlis Achsan dari Tim Peneliti RSUP dr. Kariadi Semarang mengatakan, rekrutmen peserta uji klinis fase pertama Vaksin Nusantara sudah dimulai pada November 2020.

Skrining dan penyuntikan dimulai dari 23 Desember 2020 sampai 6 Januari 2021. Pada 3 Februari 2021 telah dilakukan monitoring dan evaluasi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan. Peneliti juga telah memberikan 4 kali respon atas temuan inspeksi BPOM.

Mukhlis mengatakan, peneliti siap melakukan uji klinis fase kedua, apabila PPUK (Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik) dari BPOM sudah dikeluarkan.

Menurut tim peneliti, dari segi keamanan, terdapat 4 orang (14,2 persen) subyek yang mengalami gejala lokal ringan meliputi nyeri lokal, kemerahan, pembengkakan, penebalan, serta gatal pada titik suntik. Kondisi ini membaik tanpa obat atau perawatan.

Dia menambahkan, pada hari ketujuh, sudah tidak didapatkan gejala lokal.

"Sebanyak 38,2 persen (11 orang) subyek mengalami reaksi sistem ringan, dan pada 24 jam pertama keluhan yang terbanyak adalah nyeri sendi, nyeri otot, serta sakit kepala. Subyek mengatakan perbaikan dengan sendirinya," lanjut Mukhlis.

Sementara pada 20 orang atau 65,6 persen, efek samping vaksin tersebut adalah keluhan grade 1 atau derajat ringan, sementara sisanya adalah kategori grade 2.

"Pada penelitian awal ini tidak kami dapatkan kejadian serious adverse event pada seluruh subyek di fase satu."

3 dari 3 halaman

Infografis Perbandingan Vaksin Covid-19 Sinovac dengan AstraZeneca

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.