Sukses

Ghosting, Ketika yang Tersayang Tetiba Menghilang dan Membuat Diri Meradang

Ghosting adalah tindakan menghilang/menarik diri secara tiba-tiba oleh seseorang dalam suatu hubungan.

Liputan6.com, Jakarta - Sejak beberapa hari belakangan, "ghosting" tetiba menjadi topik hangat, terutama di media sosial. Namun, rupanya kata itu telah menarik banyak perhatian sejak 2020, terutama di kalangan anak muda.

Ghosting dimaknai sebagai tindakan menghilang/menarik diri secara tiba-tiba oleh seseorang dalam suatu hubungan. Pelaku ghosting umumnya pergi tanpa alasan yang jelas, tidak merespons telepon atau pesan, hingga sama sekali tidak bisa dihubungi, seolah ditelan Bumi.

Mengutip laman Psychology Today, dalam budaya kencan modern seperti saat ini, korban ghosting menjadi fenomena yang dialami sekitar 50 persen pria dan wanita. Lalu, mendekati 50 persen lainnya pernah menjadi pelaku ghosting.

Terlepas dari seberapa umum perilaku ini, dampak ghosting bisa sangat menghancurkan korban, terutama mereka yang memang memiliki kepercayaan diri rendah.

Menerima perlakuan ghosting atau jadi korban ghosting tentu tidak nyaman. Ketika sudah menginvestasikan waktu dan perhatian, akan sangat mengecewakan jika orang yang kita prediksi memiliki perhatian yang sama ternyata menghilang begitu saja tanpa penjelasan apa pun.

Bagi banyak orang, ghosting bisa menimbulkan perasaan tidak dihargai, dimanfaatkan dan dibuang. Jika pelaku ghosting adalah orang yang sudah menjalin hubungan lama dengan Anda, perilaku tersebut lebih berpotensi menyebabkan trauma. Ketika orang yang kita sayang dan percaya memutus hubungan, itu akan terasa seperti suatu penghianatan berat.

Seperti dilansir Psychology Today, ada yang berpendapat bahwa ghosting adalah salah satu bentuk siksaan paling kejam yang muncul dari hubungan cinta. Tidak adanya ucapan perpisahan kerap membuat pasangan yang ditinggalkan tak hanya merana, melainkan juga meradang.

 

Simak Juga Video Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kenapa Terasa Menyakitkan?

Kenapa perilaku ghosting terasa begitu menyakitkan? Penolakan sosial mengaktifkan rasa sakit yang sama di otak seperti sakit fisik. Ada beberapa faktor spesifik mengenai ghosting yang berdampak pada stres psikologis.

Ghosting membuat korbannya tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Ini karena ghosting menciptakan skenario ambigu. Haruskah korban merasa khawatir? Bagaimana jika pelaku ternyata tengah sakit atau mengalami kondisi buruk? Haruskah korban marah? Mungkin pelaku hanya sedang sibuk dan akan menghubungi sewaktu-waktu. Korban ghosting tidak tahu harus bereaksi seperti apa karena korban tidak benar-benar paham apa yang telah terjadi.

Tetap terhubung dengan orang lain sangat penting bagi kelangsungan hidup, karenanya otak telah berevolusi sehingga memiliki sistem monitor sosial yang memindai lingkungan agar kita mampu merespons situasi sosial. Isyarat sosial memungkinkan kita untuk mengontrol tindakan yang pantas. Namun, perilaku ghosting menghilangkan isyarat sosial dan bisa menyebabkan korban tindakan tersebut merasa di luar kendali.

Salah satu aspek paling parah dari ghosting yakni korban tak hanya mempertanyakan validitas hubungan, melainkan juga mempertanyakan diri sendiri. Hal tersebut merupakan hasil dari sistem psikologis dasar yang berfungsi memonitor posisi sosialnya yang kemudian terkait dengan perasaan, kepercayaan diri, dan harga diri.

Kepercayaan diri bisa sangat turun dengan hadirnya penolakan. Jika seseorang mengalami beberapa kali pengalaman ghosting dalam hidup atau jika kepercayaan dirinya memang rendah, besar kemungkinan orang tersebut akan merasakan penolakan sebagai hal yang sangat menyakitkan atau memerlukan waktu lebih lama untuk melewatinya. Individu dengan kepercayaan diri rendah memiliki lebih sedikit opioid (pereda nyeri) alami yang dilepaskan ke otak dibandingkan mereka dengan kepercayaan diri tinggi.

 

3 dari 4 halaman

Alasan di Balik Perilaku Ghosting

Kenapa seseorang memilih untuk menghilang ketimbang meluangkan sedikit waktu untuk sekadar pamit ketika ingin mengakhiri sebuah hubungan? Jawabannya, Anda mungkin tak akan pernah tahu alasan pasti kenapa Anda mengalami ghosting.

Riset terdahulu yang mempelajari berbagai keterikatan dan bermacam-macam strategi putus menunjukkan, bahwa orang dengan tipe kepribadian yang punya kecenderungan menghindar, yang sulit dekat dengan orang lain karena masalah kepercayaan dan ketergantungan kerap kali menggunakan metode tidak langsung untuk memgakhiri hubungan. Artinya mereka cenderung memilih ghosting untuk menyudahi hubungan.

Mengutip laman Psycom, riset lain menemukan bahwa individu yang percaya takdir--yang berpikir bahwa hubungan memang berdasarkan takdir--cenderung melihat bahwa perilaku ghosting lebih sesuai ketimbang mempercayai bahwa hubungan memerlukan kesabaran dan kerja keras.

Laman Psychology Today menulis, pelaku ghosting umumnya menghindari ketidaknyamanan emosional mereka sendiri. Mereka tidak memikirkan dampaknya pada perasaan orang lain. Hal itu biasanya dialami oleh individu-individu yang terhubung melalui media sosial.

Sementara itu, edukator seks dan penemu situs Slutty Girl Problems Lorrae Bradbury mengatakan, "Ghosting biasanya merupakan indikasi jelas bahwa mereka tak bersedia atau tak mampu memberi Anda kata pamit yang Anda perlukan."

"Mungkin mereka sendiri tak tahu jawabannya, atau tak bisa mengkomunikasikan perasaannya dengan baik. Meski demikian, kemungkinan ANda tidak akan mendapat respons segera," lanjut Lorrae, mengutip laman Menshealth.

Hal yang sama juga disampaikan Direktur Program Pasien Psikoterapi Dewasa di Emory University Jannice Wilhauwe, PhD.

"Hal penting untuk diingat adalah ketika seseorang melakukan ghosting pada Anda, hal itu bukan menunjukkan bahwa Anda tidak layak dicintai melainkan menunjukkan kepribadian pelaku. Itu menunjukkan dia tidak punya keberanian untuk menghadapi situasi tak nyaman dari emosinya sendiri atau emosi Anda. Dan mereka mungkin tak mengerti dampak dari perbuatan itu atau bahkan tak peduli. Dengan kata lain, mereka sudah menunjukkan pesan sangat jelas pada Anda, bahwa: Aku tak punya kemapuan untuk menjalin hubungan dewasa yang sehat bersamamu," jelas Janice.

"Jadilah pribadi yang lebih baik, dapatkan kembali harga dirimu, dan biarkan dia pergi dengan tenang," tutup Janice.

 

 

4 dari 4 halaman

Infografis

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.