Sukses

Ventilasi Minim, Penghuni Lapas Berisiko Kena TBC

Penghuni asrama, pondok pesantren, hingga lembaga pemasyarakatan (lapas) begitu rentan terkena tuberkulosis.

Liputan6.com, Jakarta Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Wiendra Waworuntu mengatakan masih banyak orang Indonesia yang rentan terkena penyakit tuberkulosis (TBC). Terutama penghuni asrama, pondok pesantren, dan lembaga pemasyarakatan (lapas).

"Kenapa saya bilang warga binaan di lembaga pemasyarakatan rentan (kena TBC), karena di sana tidak ada ventilasi," kata Wiendra dalam temu media di gedung Kemenkes, Kuningan, Jakarta pada Selasa (19/3/2019).

Kemenkes, kata Wiendra, tidak bisa mengubah bentuk lapas. Maka dari itu, penting bagi warga binaan mendapatkan pemeriksaan tuberkulosis serta  edukasi pencegahan penyakit TBC.

"Jadi harus kita patuhi untuk tahu tentang cara pencegahan. Selain itu juga adalah pendampingan hidup bersih dan sehat," ujar Wiendra.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pasien HIV rentan kena TBC

Wiendra juga mengatakan, orang dengan penyakit tertentu juga rentan terkena tuberkulosis. Terutama penyakit yang menurunkan daya tahan tubuh seperti diabetes melitus, HIV, dan kanker.

Pasien dengan masalah kesehatan semacam itu juga berisiko terkena TB. Sayangnya, seringkali mereka tidak mau diperiksa tuberkulosis.

"Orang HIV itu kadang tidak mau diperiksa tuberkulosis. Padahal itu salah satu faktor risiko," kata Wiendra.

Dalam pertemuan jelang Hari TBC Sedunia pada 24 Maret 2019 ini, Wiendra mengatakan bahwa TBC bisa sembuh. Asalkan, pasien makan obat secara teratur dan tidak boleh putus.

"Biasanya orang yang batuk darah begitu sebulan itu sudah enak, kalau sudah begitu pasti ngapain saya minum obat, berhenti," kata Direktur Kesehatan Ditjen Kekuatan Pertahanan Kementerian Pertahanan Arie Zakaria yang hadir di kesempatan yang sama.

"Padahal paling tidak itu pengobatan sembilan bulan, bayangkan kalau sudah kena tulang itu minum obatnya bisa dua tahun dan itu lebih berat," tambah Arie. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.