Sukses

Rajin Bangun Pagi Bikin Lebih Bahagia dan Kurangi Risiko Depresi

Penelitian telah mengungkap manfaat lebih dari rajin bangun pagi. Ini dampak baiknya bagi tubuh

Liputan6.com, Jakarta Rajin bangun pagi agar rezeki tidak dipatuk ayam. Istilah semacam itu sering kita dengar dan menggambarkan bahwa bangun tidur di pagi hari memberi peluang bagi kita untuk mendapatkan keberuntungan.

Di sisi lain, rajin bangun pagi juga mempengaruhi kesehatan mental dan fisik secara keseluruhan. Hal itu terungkap dalam sebuah penelitian yang diterbitkan di jurnal Nature Communication terbaru.

Dilansir dari Prevention pada Senin (11/2/2019), Jacqueline Lane dari Massachusetts General Hospital dalam penelitiannya, menyatakan bahwa orang yang bangun pagi pada dasarnya akan lebih sehat dan bahagia daripada mereka yang bangun lebih siang. Lane melihat bahwa mereka yang bangun lebih awal memiliki komponen genetik yang lebih spesifik, dalam menurunkan risiko terkena depresi dan penyakit kronis.

"Individu yang cenderung lebih bahagia, adalah mereka yang tipe bangun pagi," kata Lane dalam sebuah wawancara bersama Today

 

Simak juga video menarik berikut ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bangun pagi kurangi risiko depresi

Untuk penelitian ini, para ilmuwan menggunakan sampel populasi yang terdiri dari dua kelompok. Mereka adalah 250 ribu orang di Amerika serikat dan 450 ribu orang di Inggris. Lane dan rekan-rekannya menggunakan ukuran waktu tidur untuk mengevaluasi biologi sirkadian yang berkaitan dengan gen.

Mereka memisahkan kelompok tersebut ke kelompok orang yang bisa bangun pagi, serta mereka yang rajin begadang sehingga bangun terlambat. Lane dan timnya memeriksa gen para partisipan untuk menentukan hubungan gen dengan waktu bangun tidur mereka, serta kaitannya dengan kesehatan.

"Kami memperlihatkan bahwa menjadi orang yang bangun pagi terkait dengan kesehatan mental yang lebih baik, tetapi tidak mempengaruhi indeks massa tubuh atau risiko diabetes tipe 2," kata Lane dalam hasil penelitian ini.

"Ada juga hubungan antara preferensi malam dan risiko skizofrenia (dan depresi) yang lebih tinggi," tambahnya dalam sebuah wawancara.

Namun, Lane mengatakan bahwa sesungguhnya penelitian ini tidak sesederhana itu. Dia menambahkan bahwa genetika pada orang-orang yang sering tidur larut hanyalah sebagian dari dirinya.

"Ini lebih tentang lingkungan, dengan hidup yang tidak selaras terhadap jam internal Anda. Mencoba mengubah hidup dari "burung hantu" menjadi rajin bangun pagi memiliki konsekuensi kesehatan yang serius," imbuhnya.

Namun, penelitian ini tidak ada salahnya menjadi acuan bagi orang-orang untuk mengatur tanda bangun tidur lebih awal.

"Ini mungkin menentukan kapan Anda menentukan kegiatan atau waktu sarapan Anda," kata Lane.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.