Sukses

Tidur Hanya 4 Jam Sehari Bikin Orang Mudah Marah

Kurang tidur memang terkenal dengan meningkatkannya rasa marah karena hal-hal di sekitar kita.

Liputan6.com, Jakarta Kurang tidur atau hanya dua sampai empat jam sehari menjadi salah satu penyebab tubuh rentan terkena penyakit. Selain itu, Anda juga lebih cepat marah akibat hal tersebut.

Para peneliti dari Iowa State University, Amerika Serikat meminta 142 peserta untuk mempertahankan pola tidur normal atau membatasinya antara dua dan empat jam selama dua malam. Kelompok pertama mendapatkan rata-rata tidur 7 jam setiap malam, sementara kelompok lainnya hanya mendapat sekitar 4,5 jam.

Dikutip dari Standard.co.uk pada Jumat (4/1/2018), para partisipan diminta untuk melakukan berbagai tugas yang diberi peringkat seperti mendengarkan suara seperti semprotan air atau yang menjengkelkan seperti sinyal statis. Percobaan itu dilakukan sebelum dan sesudah mereka tidur.

"Kami memanipulasi betapa menjengkelkannya kebisingan selama tugas dan seperti yang diharapkan, orang-orang melaporkan lebih banyak kemarahan ketika suara itu lebih tidak menyenangkan," kata rekan penulis studi Zlatan Krizan, profesor psikologi di Iowa State.

Saksikan juga video menarik berikut ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Mengalami peningkatan kemarahan

Para peneliti mengatakan, gangguan tersebut dilakukan untuk menciptakan suasana tidak nyaman denga suara-suara tersebut. Ini memungkinkan mereka untuk membuat para peserta merasa marah.

Tidak mengejutkan bahwa hasilnya menunjukkan mereka yang kurang tidur mengalami peningkatan kemarahan.

"Secara umum, kemarahan jauh lebih tinggi bagi mereka yang kurang tidur," tambah Krizan.

"Ketika tidur dibatasi, orang-orang melaporkan lebih banyak kemarahan, terlepas dari kebisingan itu," tambahnya.

Namun, tetap timbul pertanyaan di benak para peneliti. Apakah kurang tidur adalah penyebab dari munculnya kemarahan atau rasa marah yang sesungguhnya harus disalahkan atas gangguan tidur.

Para peneliti sendiri sedang melakukan penelitian lain, dengan sampel yang sedikit lebih besar selama sebulan. Adapun, studi ini dipublikasikan di Journal of Experimental Psychology: General.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.