Sukses

PBB Serukan Larangan Tes Keperawanan

Tes keperawanan malah merupakan tindakan kekerasan seksual yang asli.

Liputan6.com, Jakarta Sejumlah negara masih mempraktikkan tes keperawanan dengan menggunakan dua jari atau pemeriksaan vagina, salah satunya Indonesia. Mendapati fakta ini, beberapa Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerukan larangan tes keperawanan.

Badan PBB yang bersuara atas tes keperawanan yakni Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Hak Asasi Manusia PBB dan UN Women.

"Tes keperawanan adalah pelanggaran hak asasi anak perempuan dan wanita, dan dapat merugikan kesejahteraan fisik, psikologis dan sosial perempuan dan anak perempuan," kata Dr Princess Nothema Simelela, Assistant Director-General for Family, Women’s, Children’s and Adolescents’ Health, seperti dikutip dari situs WHO.

Ada beberapa negara yang masih menjalankan tes keperawanan. Selain Indonesia, ada Pakistan, Afghanistan, Brasil, Mesir, India, Iran, Irak, Jamaika, Yordania, Libya, Malawi, Maroko, Wilayah Pendudukan Palestina, Afrika Selatan, Sri Lanka, Swaziland, Turki, Kerajaan Inggris Raya, Irlandia Utara, dan Zimbabwe.

Tes keperawanan juga sering disebut sebagai tes selaput dara, dengan menggunakan "dua jari" atau pemeriksaan vagina. Beberapa pihak mengkalim tes keperawanan dilakukan untuk menentukan apakah seorang wanita atau anak perempuan telah melakukan hubungan seks.

 

 

Saksikan juga video menarik berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

WHO: Tes keperawanan tidak perlu

 

Negara Pakistan melakukan tes tersebut untuk menentukan apakah seorang wanita diperkosa atau tidak. Tes itu melibatkan memasukkan dua jari ke dalam vagina korban untuk menentukan apakah pernah melakukan hubungan seksual seperti dilansir Cutacut.

Padahal, menurut WHO, tes tersebut tidak perlu, dan dapat menyebabkan rasa sakit serta meniru tindakan kekerasan seksual yang asli. Ini juga bisa memperburuk perasaan ketidakberdayaan korban dan menyebabkan re-viktimisasi.

Selain itu, penampilan selaput dara perempuan atau wanita tidak bisa membuktikan apakah mereka telah melakukan hubungan seksual, atau aktif secara seksual atau tidak.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini