Sukses

Becermin dari Kasus Sri Mulyani yang Menuduh Kakak-Beradik Gay

Banyak hal yang bisa kita jadikan pelajaran dari kasus Sri Mulyani, yang menuduh kakak beradik gay.

Liputan6.com, Jakarta Pengunggah video viral kakak-beradik yang dituduh gay, Sri Mulyani, sudah meminta maaf lewat sebuah tulisan di akun Facebook pribadinya.

Perempuan ini awalnya berniat ingin menendang sepeda motor kakak-beradik tersebut. Ia merasa risih melihat tingkah laku keduanya dan akhirnya mengaku salah karena telah memviralkan video tersebut.

 

Saat bicara empat mata dengan keluarga kakak-beradik yang dituduh gay itu, Sri Mulyani juga menuding bahwa yang mereka lakukan di muka umum itu, tidak lazim dilakukan di Indonesia.

Namun menurut mereka, kata Sri Mulyani, cara bercanda yang mereka lakukan itu lazim di budaya mereka.

"Alhamdulillah sekarang mereka sudah paham. Dengan Bahasa Indonesia yang masih belum lancar dia mengatakan kalau itu adalah adik kandungnya. Yang duduk di depan kakak dan di belakang adiknya. Kemudian saya meminta bukti kalau mereka adalah benar saudara kandung agar semua jadi lebih clear. Setelah saya melihat copy identitas mereka di selembar kertas HVS, saya mulai percaya, walaupun ada sebagian yang disamarkan untuk melindungi privasi mereka. Yang saya lihat nama belakang yang sama dan foto," tulis Sri Mulyani.

Dalam permintaan maaf itu Sri Mulyani mengimbau siapa saja yang ikut menyebarkan video kakak-beradik yang dituduh gay itu untuk menghapusnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Ketika Menuduh Seseorang Gay

Saat hal ini ditanyakan kepada psikolog klinis dewasa dari PION, Rena Masri, amat menyayangkan tindakan yang dilakukan Sri Mulyani dengan menyebarkan video berisi tuduhan terhadap seseorang.

Namun, apa yang dilakukan perempuan tersebut sebenarnya sudah terjadi sejak dulu di kehidupan sehari-hari kita. Hanya saja, dulu itu sebatas omongan dari mulut ke mulut, saat kumpul bersama teman.

"Dari dulu (sebenarnya) kita sudah gampang men-judge orang. Bedanya, dulu tidak ada sosial media. Dulu, segala sesuatu yang kita lihat, ceritanya ke teman dulu tanpa memperlihatkan bukti. Kalau sekarang, begitu melihat suatu kejadian langsung memasukkannya ke sosmed. Ruang lingkupnya tidak lagi kecil, tapi seluruh dunia bisa tahu," kata Rena saat dihubungi Health Liputan6.com pada Rabu, 27 Desember 2017.

 

3 dari 4 halaman

Menuduh orang gay tanpa bukti, mesti bagaimana?

Rena pribadi lebih mengimbau agar kita lebih bijak dalam menggunakan sosial media. Ia berharap masyarakat belajar untuk tidak langsung menilai buruk seseorang tanpa tahu yang melatarbelakangi tindakan tersebut. Apa pun yang ingin disebarkan, jangan cuma sekadar mempridiksi dan mengira-ngira, karena kalau salah bisa berakibat fatal.

"Kayak si ibu ini yang cuma melihat laki-laki pelukan langsung bilang gay. Ternyata, mereka adalah kakak beradik. Memang, sekarang lagi booming soal gay-gay-an ini, tapi apa lantas langsung menilai dua laki-laki yang sebenarnya pelukannya biasa aja, dengan sebutan gay? Dari kasus ini kita belajar, bagaimana melihat sebuah peristiwa dan menyikapinya dengan bijak, melihat jangan setengah-setengah tapi harus menyeluruh," kata Rena.

4 dari 4 halaman

Becermin dari kasus menuduh orang gay

Dulu pun sebenarnya begitu. Gosip antarteman hanya sebatas apa yang kita lihat saja. Akan tetapi, dampaknya tidak separah seperti sekarang, yang mana sebuah kasus tanpa tahu kebenarannya bisa jadi viral.

"Sekarang jatuhnya mencemarkan nama baik," kata Rena.

Namun, Rena di sisi lain salut karena ibu yang menuduh kakak beradik gay tersebut sudah meminta maaf. Rena berharap, permintaan maaf itu bisa menjadi efek jera buat dia pribadi, dan pembelajaran buat yang lain. Jangan sampai hal seperti ini terulang lagi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.