Sukses

IDI: 4 Syarat Menggunakan Obat Psikotropika

Untuk menekan penyalahgunaan obat dan psikotropika, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengimbau masyarakat agar semakin melek obat.

Liputan6.com, Jakarta Obat bukanlah satu-satunya pilihan dalam proses menuju kesembuhan. Dalam penggunaan obat haruslah didasarkan pada kondisi seseorang atau sesuai indikasi. Sebagai contoh dalam pengobatan sendiri, jika seseorang mengalami sakit kepala, maka yang bersangkutan dapat mengonsumsi obat yang disebutkan indikasinya untuk menurunkan gejala sakit kepala.

Gejala-gejala penyakit harus dikawal dan naik-turunnya dosis obat dikendalikan oleh dokter. Sehingga, apabila pasien tidak mendapatkan obat dari dokter, siapa yang mengendalikan gejala serta mengatur tinggi-rendahnya dosis obat?

Maraknya berita terkait penyalahgunaan obat-obat psikotropika, lkatan Dokter lndonesia (lDl) yang di dalamnya terdapat Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa lndonesia (PDSKJI) menyesalkan terjadinya hal ini. Hal ini mengingat, psikotropika termasuk dalam obat-obat yang wajib diperoleh menggunakan resep dokter.

Obat dari jenis psikotropika (dan juga narkotika) memiliki sifat adiktif, apabila tidak dikendalikan dapat berdampak menjadi tidak terkendali sehingga terjadi penyimpangan (penyalahgunaan dan/atau ketergantungan).

Terkait hal di atas, melalui siaran pers yang diterima Health-Liputan6.com pada Selasa (15/8/2017), lDl sebagai organisasi profesi dokter yang berdasarkan sumpah dan etika kedokteran wajib melindungi masyarakat, mengimbau beberapa hal sebagai berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Imbauan IDI

1. Mengimbau kepada masyarakat untuk memahami risiko penyalahgunaan obat-obat psikotropika dan juga narkotika yang diperoleh tanpa menggunakan resep dokter. Ketergantungan terhadap obat-obatan jenis tersebut akan memberikan dampak negatif baik fisik maupun mental pengguna.

2. Untuk pasien yang mendapatkan obat khususnya jenis psikotropika dari dokter atau apotek, bawalah dengan kantong obat dari apotek. Label pada kantong apotek berisi nama apotek, nama pasien, dan dosis pemberian per hari. Membawa obat dengan cara tersebut akan terlindungi secara hukum. Bila diperlukan, asal-usul obat bisa ditelusuri ke apotek yang mengeluarkannya, agar dapat dicocokkan dengan resep dokternya. Bisa pula diteliti lebih lanjut, apakah resep dokter cocok dengan rekam medik (medical record) di mana dokter berpraktik.

3. Mendesak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk lebih meningkatkan pengawasan peredaran obat-obat psikotropika dan narkotika serta memantau pengeluarannya dari apotek berdasarkan resep dokter. Pengawasan juga perlu dilakukan terhadap penjualan-penjualan melalui media daring (online). lDl siap mendukung upaya BPOM dalam melindungi masyarakat dari penyalahgunaan obat-obatan tersebut.

4. lDl bersama lkatan Apoteker lndonesia (lAl) selaku organisasi profesi siap meningkatkan kerja sama dalam pengawasan pengeluaran obat-obat resep melalui sistem interaksi dokter-apoteker. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu memberikan kekuatan dan kebijaksanaan kepada kita semua.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.