Liputan6.com, Gaza - Serangan Israel terhadap sebuah sekolah di Jalur Gaza tengah menyisakan kepala-kepala yang hancur dan jasad anak-anak tak berdosa berserakan di lantai. Demikian penuturan para saksi mata.
Serangan pada Kamis (10/10/2024) sore itu menargetkan Sekolah Rafidah di Deir al-Balah, yang menampung lebih dari 1.000 orang yang mengungsi. Serangan itu menewaskan 28 warga Palestina dan melukai lebih dari 50 lainnya.
Baca Juga
"Kami duduk dengan tenang, di depan sekolah," kata Abu Hamza, yang berlindung di sana, kepada Middle East Eye, seperti dilansir Jumat (11/10).
Advertisement
Tiba-tiba, katanya, dia dan yang lainnya terkejut oleh suara ledakan besar yang menembus tiga lantai gedung.
"Orang-orang berlindung di sini karena seharusnya aman. Namun, tidak ada tempat yang aman. Israel pembohong," ujarnya.
Terdengar teriakan para perempuan saat mereka mengamati reruntuhan dan lantai sekolah yang berlumuran darah.
Warga setempat dengan tergesa-gesa mengangkut korban luka ke dalam kendaraan layanan darurat untuk dibawa ke Rumah Sakit al-Aqsa di dekatnya. Puluhan jasad dibungkus dalam kantong mayat putih besar dan dibawa untuk dikubur.
Nahed al-Zaneen (34) mengajar anak-anak pengungsi di tenda-tenda dekat sekolah Rafidah. Dia hanya beberapa meter jauhnya saat bom Israel menghantam.
"Saya keluar dan yang saya lihat hanyalah potongan-potongan tubuh di seluruh lantai. Kepala-kepala hancur, anak-anak tak berdosa berserakan di lantai," tutur Nahed.
"Apa kesalahan anak-anak ini? Apakah anak-anak ini memegang rudal? Apakah mereka punya senjata?"
Halima Zayed, yang selamat dari serangan itu, mengisahkan dia sedang duduk di ruang kelas bersama anak-anak dan suaminya.
"Kami telah mengungsi, kami telah kehilangan segalanya, kami tidak punya apa-apa. Yang paling membuat saya sedih adalah saya tidak bisa mendapatkan apa pun untuk anak-anak saya," tuturnya, sambil menangis.
Sejumlah perempuan dan anak-anak termasuk di antara korban tewas dan luka-luka.
Abu Hamza menuturkan dia kehilangan beberapa temannya dalam serangan itu.
"Kami bersama-sama, mencari perlindungan di sekolah ini selama setahun penuh," ungkap dia. "Saya melihat mereka lebih dari keluarga saya sendiri, jadi kami menjadi seperti keluarga. Kami bahkan menjadi lebih dari sekadar keluarga."
Korban Sipil Palestina Terus Berjatuhan
Serangan itu adalah yang terbaru dari serangkaian serangan Israel terhadap sekolah-sekolah yang menampung ribuan pengungsi di Jalur Gaza.
Pada 11 September, serangan Israel terhadap Sekolah al-Jawni yang dijalankan oleh PBB, menewaskan 18 orang, termasuk enam anggota badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA).
Serangan Israel lainnya pada 1 Agustus menewaskan 15 orang yang berlindung di sekolah Dalal al-Mughrabi di utara Kota Gaza. Dua hari kemudian, serangan serupa menewaskan 16 orang di Sekolah Hamama.
"Berapa lama kami harus hidup seperti ini? Katakan kami tabah, ya kami tabah, tetapi kami tidak tahan lagi," kata Nahed.
"Bagaimana Anda bisa terus hidup jika Anda melihat teman Anda atau saudara Anda atau ibu Anda atau saudara perempuan Anda atau anak Anda dalam kondisi terpotong-potong dan berserakan di lantai?"
Serangan pada hari Kamis terjadi saat pertempuran sengit terjadi antara pasukan Israel dan pejuang Palestina di Jalur Gaza Utara.
Sayap bersenjata Hamas merilis sebuah video yang dimaksudkan untuk menunjukkan penyergapan ketat di dekat persimpangan Saftawi di Jabalia di mana sebuah kendaraan militer Israel dihancurkan.
Militer Israel melancarkan operasi besar di Jabalia awal pekan ini, yang menewaskan puluhan warga Palestina. Pada hari Selasa (8/10), militer Israel mengirim pesan kepada warga Palestina di Jabalia dan Beit Hanoun serta Beit Lahia di dekatnya, yang bertujuan mengusir mereka dari rumah-rumah mereka.
Advertisement