Sukses

Thailand Akan Libatkan Wanita Lajang dan Kelompok LGBT demi Genjot Angka Kelahiran

Pemerintah Thailand berencana untuk menjadikan pengobatan infertilitas sebagai manfaat mendasar yang tercakup dalam skema jaminan kesehatan negara.

Liputan6.com, Bangkok - Pemerintah Thailand berencana mengumumkan langkah-langkah terbaru untuk mempromosikan inseminasi buatan, upaya menggenjot angka kelahiran.

Langkah tersebut termasuk mendorong prosedur di kalangan perempuan lajang dan komunitas LGBTQ.

Menteri Kesehatan Thailand Cholnan Srikaew dalam pertemuan dengan perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk Thailand Jos Vandelaer, mengatakan bahwa kementerian kesehatan telah menugaskan Departemen Kesehatan (DoH) untuk mengambil langkah-langkah untuk mendukung akses terhadap perawatan infertilitas dan konseling terkait konsepsi.

Departemen Kesehatan diminta untuk mencari cara untuk memaksimalkan kemampuan menyediakan prosedur inseminasi buatan termasuk layanan inseminasi intrauterin (IUI) dan fertilisasi in vitro (IVF) bagi mereka yang membutuhkan.

Cholnan juga menyebut bahwa amandemen undang-undang untuk membuat pengobatan infertilitas dapat diakses oleh perempuan lajang dan komunitas LGBTQ+ juga sedang dipertimbangkan. Ia mengatakan bahwa amandemen tersebut diharapkan akan diajukan pada bulan Maret.

Kementerian berencana untuk menjadikan pengobatan infertilitas sebagai manfaat mendasar yang tercakup dalam skema jaminan kesehatan negara.

"Meningkatkan kesuburan telah dimasukkan dalam agenda nasional melalui kampanye Melahirkan, Dunia Hebat," kata Dr Cholnan, seperti dikutip Bangkok Post, Rabu (14/2/2024).

"Kementerian telah berupaya melindungi hak-hak kesehatan reproduksi dan seksual masyarakat, terutama mereka yang berada dalam kelompok sensitif. Misi ini mendapat dukungan baik dari badan-badan internasional, antara lain WHO, United Nations Population Fund (UNFPA) dan United Nations Children's Fund (UNICEF)," jelasnya.

Menurut Kementerian Dalam Negeri, jumlah populasi penduduk saat ini sebanyak 66.052.615 jiwa, turun 0,06 persen atau 37.860 jiwa dibandingkan tahun 2022. Jumlah angka kelahiran tahun lalu sebanyak 485.085 jiwa merupakan yang terendah dalam 70 tahun terakhir.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

China Lakukan Upaya Serupa

Selain Thailand, China juga menawarkan layanan perawatan kesuburan demi menggenjot angka kelahiran. 

Tahun lalu, Administrasi Keamanan Kesehatan Nasional mengatakan akan memperluas cakupannya untuk membantu menanggung biaya bagi keluarga yang sedang melakukan program hamil. 

Cakupan baru tersebut meliputi teknik teknologi reproduksi berbantu (ART) dan juga analgesia persalinan untuk mengurangi rasa sakit saat melahirkan. Prosedur ART yang paling umum dilakukan adalah In Vitro Fertilization (IVF).

Selain itu, otoritas China juga akan menambahkan obat-obatan pemicu ovulasi ke dalam program tersebut sebagai upaya untuk mengurangi infertilitas. 

Program perawatan kesuburan gratis merupakan bagian dari upaya yang lebih luas untuk membujuk lebih banyak orang menikah dan memiliki lebih banyak anak.

3 dari 4 halaman

Korsel Juga Alami Penurunan Populasi

Negara seperti Korea Selatan juga mengalami masalah yang sama, yakni penurunan populasi. 

Bahkan, Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol pernah meminta agar jajaran di pemerintahannya untuk merenungi soal rendahnya angka kelahiran di Korea Selatan. 

Pemerintahan Presiden Yoon berjanji untuk mengambil langkah-langkah agar angka kelahiran kembali bertambah di negaranya.

"Isu rendahnya angka kelahiran membutuhkan kita untuk menangani situasinya dengan lebih serius dan merenung terkait penyebab-penyebab dan solusi-solusi dari dimensi yang berbeda dari sebelumnya," ujar Presiden Korsel Yoon Suk Yeol. 

4 dari 4 halaman

Jepang Terancam Musnah Akibat Angka Kelahiran Anjlok

Negara maju seperti Jepang bahkan mengalami ancaman yang lebih parah, di mana Negeri Sakura itu terancam musnah jika tidak dapat memperlambat penurunan angka kelahiran. Hal tersebut ditegaskan oleh penasihat Perdana Menteri Fumio Kishida.

"Jika kita terus seperti ini, negara ini akan hilang," kata Masako Mori dalam wawancara di Tokyo setelah Jepang mengumumkan pada Februari 2023 jumlah bayi yang lahir tahun lalu merosot ke rekor terendah.

Tahun 2022, jumlah kematian di Jepang dua kali lebih banyak daripada kelahiran. Angka kelahiran kurang dari 800 ribu, sementara angka kematian mencapai 1,58 juta.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.