Sukses

Pengamat: Anies dan Ganjar Berupaya Turunkan Elektabilitas Prabowo dalam Debat Capres

Semula sejumlah isu internasional diprediksi akan meramaikan debat capres pada Minggu malam, termasuk Palestina, Rohingya atau Laut China Selatan. Palestina sendiri disinggung oleh ketiga capres. Demikian pula dengan Laut China Selatan. Namun, tidak dengan isu Rohingya, yang belakangan ramai dibahas mengingat jumlahnya semakin besar di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Debat capres kedua sebagai bagian dari tahapan pelaksanaan Pilpres 2024 telah berlangsung pada Minggu (7/1/2023) malam dengan tema pertahanan, keamanan, hubungan internasional, globalisasi, geopolitik, dan politik luar negeri. Penyampaian visi misi diawali oleh capres nomor urut tiga Ganjar Pranowo, disusul capres nomor urut satu Anies Baswedan, dan terakhir oleh capres nomor urut dua Prabowo Subianto.

Semula sejumlah isu internasional diprediksi akan meramaikan debat capres pada Minggu malam, termasuk Palestina, Rohingya atau Laut China Selatan. Palestina sendiri disinggung oleh ketiga capres. Demikian pula dengan Laut China Selatan. Namun, tidak dengan isu Rohingya, yang belakangan ramai dibahas mengingat jumlahnya semakin besar di Indonesia.

"Tidak munculnya sejumlah isu penting tersebut harus kita pahami dalam konteks prosedur debat dan tujuan yang ingin dicapai tiap capres melalui debat," ujar pengajar di Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM) Irfan Ardhani kepada Liputan6.com, Senin (8/1), saat diminta pandangannya terkait absennya isu Rohingya dalam debat capres kemarin malam.

Secara prosedural, ungkap Irfan, isu tersebut bisa muncul dalam pertanyaan panelis dan pertanyaan antar-capres.

"Dalam hal ini, saya kurang memahami apakah panelis tidak menyiapkan pertanyaan tentang isu-isu tersebut (kecuali Laut China Selatan) atau memang tidak muncul dalam undian saja," tutur Irfan.

Fenomena lain yang dipertontonkan dalam debat capres kemarin malam adalah bagaimana Prabowo "dikeroyok" oleh Anies dan Ganjar, yang menyerangnya dengan isu-isu pertahanan. Sebut saja Anies, yang mengulang isu pembelian alutsista bekas.

"Lantas mengapa isu itu tidak dimunculkan melalui pertanyaan antar-capres? Saya rasa tiap capres, khususnya Anies dan Ganjar, melihat debat sebagai sarana untuk meningkatkan elektabilitas pribadi sembari menurunkan elektabilitas lawan paling kuat, yakni Prabowo. Isu seperti Rohingya dan Laut China Selatan mungkin dianggap tidak memiliki dampak elektoral yang signifikan. Oleh karena itu, mereka memilih pertanyaan tentang pertahanan yang dapat memunculkan persepsi mengenai inkompetensi Prabowo sebagai menteri pertahanan."

Irfan menambahkan, "Mengenai kemerdekaan Palestina, saya kira semua capres memiliki aspirasi yang sama sehingga tidak perlu ditanyakan. Sebagai catatan, statement Prabowo tentang Gaza justru mengundang sentimen negatif di media sosial."

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Visi Misi Prabowo dan Ganjar Dinilai Dekat dengan Jokowi

Menurut Irfan, pada dasarnya visi misi masing-masing calon tentang hubungan internasional dan politik luar negeri bukanlah hal baru.

"Karena berakar kuat pada tradisi politik luar negeri Indonesia. Dalam hal ini, visi misi tiap capres memiliki refleksi dalam kepemimpinan sebelumnya," ujar Irfan.

"Prabowo dengan jelas menyebut akan mempertahankan prinsip bebas aktif dan politik luar negeri bertetangga baik. Di samping itu, dia juga ingin mempertahankan diplomasi ekonomi Jokowi dalam bentuk hilirisasi. Untuk mewujudkannya, dibutuhkan kapabilitas pertahanan yang mumpuni. Visi misi Prabowo ini sebenarnya dekat dengan politik luar negeri era Orde Baru dan Jokowi."

Sementara itu, sebut Irfan, Ganjar cenderung menekankan pada diplomasi kekinian untuk mencapai kepentingan nasional.

"Kepentingan nasional ini dia definisikan sebagai 'lapangan pekerjaan untuk rakyat' dengan cara mengundang investasi asing. Hal ini menunjukkan kedekatan visi misi Ganjar dengan diplomasi ekonomi ala Jokowi," terang Irfan.

Di sisi lain, kata Irfan, Anies memiliki pendekatan yang agak berbeda.

"Dia ingin Indonesia memainkan peranan aktif sebagai pemimpin regional (khususnya di ASEAN) dan global. Cara yang diusung Anies adalah menawarkan gagasan demi kemaslahatan global yang akan berdampak positif bagi Indonesia. Pendekatan ini di satu sisi dekat dengan politik luar negeri Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan di sisi lain mengkritik Jokowi yang dianggapnya pasif dan transaksional," ujarnya.

3 dari 3 halaman

Sikap Anies dan Ganjar soal Laut China Selatan

Ketika bicara soal Laut China Selatan dalam debat capres kemarin malam, Anies menekankan peran kunci ASEAN dalam isu tersebut.

Merespons pandangan Anies, Irfan menuturkan, "Saya kira Anies benar saat menyebut ASEAN sebagai kunci untuk mengatasi masalah Laut China Selatan. Persoalannya, ASEAN bisa dilihat sebagai dua sisi mata uang dalam isu tersebut. Di satu sisi, ASEAN bisa dilihat sebagai bagian dari pemecahan masalah."

"Anies berada dalam posisi ini yang biasa disebut sebagai ASEAN optimist maka tidak mengherankan jika Anies ingin melakukan re-engagement dengan ASEAN seperti yang dilakukan Indonesia di era SBY," ujar Irfan.

Adapun Ganjar, kata Irfan, justru melihat ASEAN sebagai bagian dari masalah.

"Ganjar menyoroti lemahnya prosedur pengambilan keputusan ASEAN yang membuat organisasi ini seolah-olah lumpuh dalam mengatasi isu Laut China Selatan. Posisi Ganjar ini biasa disebut ASEAN pessimist. Sebenarnya, statement Ganjar itu memantik banyak pertanyaan seperti apakah Indonesia akan mereformasi prosedur pengambilan keputusan di ASEAN ataukah Indonesia akan meninggalkan ASEAN sembari menggunakan infrastruktur diplomatik lain untuk mengatasi permasalahan tersebut?"

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.