Sukses

Korea Utara Klaim Sukses Tempatkan Satelit Mata-mata di Orbit, Korea Selatan Kembali Lakukan Pengawasan Udara Garis Depan

Badan Teknologi Dirgantara Nasional menyebut peluncuran satelit mata-mata sebagai hak sah Korea Utara untuk meningkatkan kemampuan pertahanan diri.

Liputan6.com, Pyongyang - Korea Utara pada Rabu (22/11/2023) mengklaim telah berhasil menempatkan satelit mata-mata di orbit melalui upaya peluncuran ketiganya tahun ini, yang menunjukkan tekad negara tersebut membangun sistem pengawasan berbasis ruang angkasa.

Klaim Korea Utara belum dapat dikonfirmasi secara independen. Para pengamat meragukan apakah satelit itu cukup canggih untuk melakukan pengintaian militer.

Badan Teknologi Dirgantara Nasional Korea Utara (NADA) mengatakan bahwa Chollima-1, roket pembawa baru satelit, secara akurat menempatkan satelit Malligyong-1 ke orbit pada Selasa (21/11) malam, sekitar 12 menit setelah lepas landas dari pusat peluncuran utama negara itu.

Beberapa ahli menilai Malligyong-1 kemungkinan hanya mampu mendeteksi sasaran besar seperti kapal perang atau pesawat terbang. Namun, dengan mengoperasikan beberapa satelit sejenis, Korea Utara bisa mengamati Korea Selatan setiap saat.

NADA menyebut peluncuran satelit mata-mata sebagai hak sah Korea Utara untuk meningkatkan kemampuan pertahanan diri. Satelit mata-mata, sebut NADA, akan membantu meningkatkan kesiapan perang Korea Utara dalam menghadapi gerakan militer musuh yang berbahaya.

Badan tersebut menyatakan bahwa Kim Jong Un mengawasi peluncuran di lokasi kejadian dan mengucapkan selamat kepada para ilmuwan dan pihak lain yang terlibat. NADA membocorkan bahwa Korea Utara akan meluncurkan beberapa satelit mata-mata lagi untuk memantau Korea Selatan dan wilayah lainnya dengan lebih baik.

Melalui juru bicara Dewan Keamanan Nasional Adrienne Watson, Amerika Serikat (AS) mengecam keras Korea Utara atas peluncuran tersebut. PBB telah melarang Korea Utara melakukan peluncuran satelit, menyebutnya sebagai kedok uji coba teknologi rudal.

"Hal itu meningkatkan ketegangan dan berisiko mengganggu stabilitas situasi keamanan di wilayah tersebut dan sekitarnya," ungkap Watson, seperti dilansir AP, Rabu, seraya menambahkan bahwa peluncuran melibatkan teknologi yang berhubungan langsung dengan program rudal balistik antarbenua (ICBM) Korea Utara.

Menurut penilaian Korea Selatan dan Jepang, roket yang membawa satelit tersebut terbang dari pantai barat Semenanjung Korea dan melintasi Pulau Okinawa di Jepang menuju Samudra Pasifik. Pemerintah Jepang sempat mengeluarkan peringatan rudal J-Alert untuk Okinawa, mendesak warga berlindung.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Dibantu Rusia?

Satelit mata-mata adalah salah satu aset militer utama yang didambakan Kim Jong Un, yang ingin memodernisasi sistem persenjataannya untuk mengatasi apa yang disebutnya meningkatnya ancaman yang dipimpin AS. Dua kali upaya peluncuran Korea Utara awal tahun ini berakhir dengan kegagalan karena masalah teknis.

Korea Utara telah berjanji peluncuran ketiga akan dilakukan pada Oktober. Para pejabat Korea Selatan mengatakan penundaan hingga saat ini kemungkinan terjadi karena Korea Utara menerima bantuan teknologi Rusia untuk program peluncuran satelit mata-matanya.

Korea Utara dan Rusia, keduanya merupakan musuh AS, telah berusaha keras untuk memperluas hubungan mereka dalam beberapa bulan terakhir. Pada September, Kim Jong Un melakukan perjalanan ke Timur Jauh Rusia untuk bertemu Presiden Vladimir Putin dan mengunjungi situs-situs militer utama, memicu spekulasi intens mengenai kesepakatan senjata antara kedua negara.

Dugaan kesepakatan berupa Korea Utara memasok senjata konvensional untuk mengisi kembali stok amunisi Rusia yang terkuras dalam perang Ukraina dan sebagai imbalannya, Korea Utara mendapat bantuan Rusia dalam meningkatkan program nuklir dan militer lainnya.

Selama kunjungan Kim Jong Un ke Rusia, Putin mengatakan bahwa negaranya akan membantu Korea Utara membangun satelit. Putin mengakui bahwa Kim Jong Un menunjukkan minat yang besar pada teknologi roket.

Kesepakatan semacam itu akan melanggar larangan PBB terhadap perdagangan senjata apapun yang melibatkan Korea Utara.

3 dari 3 halaman

Korea Selatan Tangguhkan Perjanjian Tahun 2018

Leif-Eric Easley, profesor di Universitas Ewha di Seoul, mengatakan peluncuran pada Selasa ini menimbulkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban, seperti apakah satelit Korea Utara benar-benar melakukan fungsi pengintaian dan apakah Rusia memberikan bantuan teknis dan bahkan bantuan material.

"Yang sudah jelas adalah bahwa ini bukan peristiwa yang hanya terjadi sekali saja, melainkan bagian dari strategi Korea Utara yang memprioritaskan kemampuan militer dibandingkan pembangunan ekonomi, memberikan ancaman dibandingkan melakukan rekonsiliasi dengan Korea Selatan, dan semakin menyelaraskan diri dengan Rusia dan China dibandingkan melakukan diplomasi dengan Korea Selatan dan AS," tutur Easley.

Sejak tahun lalu, Korea Utara melakukan sekitar 100 uji coba rudal balistik dalam upaya membangun gudang senjata nuklir yang dapat diandalkan yang menargetkan AS dan sekutunya. Banyak pakar asing mengatakan Korea Utara masih memiliki beberapa teknologi yang tersisa untuk dikuasai guna memperoleh rudal nuklir yang berfungsi.

Dalam pernyataan tertulisnya kepada AP, Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol menuturkan bahwa keberhasilan peluncuran satelit pengintaian Korea Utara menandakan bahwa kemampuan ICBM Korea Utara telah ditingkatkan ke tingkat yang lebih tinggi.

Yoon Suk Yeol, yang saat ini sedang melakukan kunjungan kenegaraan ke Inggris, mengadakan pertemuan darurat dewan keamanan, di mana Korea Selatan akhirnya memutuskan menunda perjanjian pengurangan ketegangan yang disepakati tahun 2018 dengan Korea Utara. Dengan demikian, Korea Selatan akan melanjutkan pengawasan udara di garis depan terhadap Korea Utara.

Menteri Pertahanan Korea Selatan Shin Wonsik kemudian memerintahkan militernya bersiap menghadapi kemungkinan bahwa Korea Utara akan menggunakan penangguhan perjanjian tersebut sebagai alasan untuk melancarkan provokasi.

Korea Utara berada di bawah 11 putaran sanksi PBB atas uji coba nuklir dan rudalnya di masa lalu. Namun, kemungkinan besar Korea Utara tidak akan terkena sanksi baru atas peluncuran rudal pada Selasa mengingat Rusia dan China akan menghalangi respons keras Dewan Keamanan PBB.

Para pengamat telah jauh-jauh hari mengungkapkan bahwa Kim Jong Un pada akhirnya ingin menggunakan peningkatan kemampuan persenjataannya untuk meraih konsesi yang lebih besar dari AS seperti keringanan sanksi.

​

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.