Sukses

Suhu Panas di Arab Saudi Diprediksi Tembus 50 Derajat Celsius

Suhu panas terjadi di berbagai kawasan dunia, termasuk Arab Saudi.

Liputan6.com, Riyadh - Suhu panas sedang terjadi di berbagai belahan dunia. Di bagian timur Asia, suhu tinggi tercatat di China dan Korea Selatan. Suhu panas juga dirasakan di Arab Saudi hingga menuju angka 50 derajat Celsius.

Tingginya suhu di Arab Saudi membuat pemerintah meminta masyarakat tidak keluar rumah pada siang hari.

Dilaporkan Al Arabiya, Senin (31/7/2023), Pusat Nasional Meteorologis di Arab Saudi menyebut suhu bakal mencapai 50 derajat Celsius di seantero Arab Saudi pada pekan ini.

Provinsi di wilayah timur akan mengalami kenaikkan suhu antara 48 hingga 50 derajat Celsius. Sementara, Riyadh akan mengalami suhu antara 46 hingga 48 derajat Celsius.

Kementerian Kesehatan Arab Saudi telah memberikan peringatan pada pekan lalu agar masyarakat waspada saat keluar rumah akibat gelombang panas yang terjadi.

Masyarakat diminta agar tidak keluar rumah antara pukul 11 siang hingga 3 sore.

Selama pekan lalu, suhu sudah mencapai antara 45 hingga 49 derajat Celsius. Al-Ahsa mencatat suhu hingga 49 derajat Celsius. Jeddah dan Qaisumah mencatat suhu 45 derajat Celsius.

Sekjen PBB Antonio Guterres juga baru-baru ini memperingatkan bahwa dari gelombang panas yang terjadi. Bumi sudah tak lagi disebut pemanasan global, tetapi perebusan global.

"Era pemanasan global sudah selesai. Era perebusan global telah tiba," ujar Guterres. "Perubahan iklim ada di sini. Ini menakutkan. Dan ini baru permulaan."

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

22% Perusahaan Global yang Kurangi Emisi, Sisanya Justru Bikin Pemanasan Ekstrem

Sebelumnya dilaporkan, sebagian besar perusahaan terbesar di dunia hampir tidak melakukan perubahan apa pun dalam lima tahun terakhir untuk mengurangi polusi yang dapat memicu bencana perubahan iklim.

Hal itu diungkapkan dalam laporan terbaru yang disusun oleh perusahaan pemeringkat, ESG Book.

Melansir CNN Business, Jumat (9/6) laporan baru dari ESG Book menyebutkan bahwa perusahaan besar lebih cenderung berkontribusi pada tingkat pemanasan yang ekstrem atau sama sekali tidak sama sekali mengungkapkan emisi gas rumah kaca mereka.

Penyedia data keberlanjutan itu menemukan bahwa hanya 22 persen dari 500 perusahaan publik terbesar dunia yang melakukan upaya pencegahan perubahan iklim yang selaras dengan Perjanjian Paris, yang bertujuan membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri. 

"Data kami menyajikan pesan yang jelas: kami perlu berbuat lebih banyak, dan kami perlu melakukannya dengan cepat," kata CEO ESG Book, Daniel Klier.

"Tanpa perubahan mendasar dalam cara ekonomi global beroperasi, tidak jelas bagaimana kita melihat perubahan yang signifikan," ujarnya.

Seperti diketahui, lmuwan iklim menganggap kenaikan 1,5 derajat dalam suhu global rata-rata sebagai titik kritis utama, di luar itu kemungkinan banjir ekstrem, kekeringan, kebakaran hutan, dan kekurangan pangan dapat meningkat secara dramatis.

ESG Book mencatat, ada 45 persen perusahaan global yang disurvei berkontribusi pada pemanasan setidaknya 2,7 derajat Celsius.

Suhu itu sudah memasuki kategori tingkat pemanasan yang merusak, yang dapat membuat miliaran orang terkena kondisi panas yang berbahaya.  Namun kabar baiknya, angka tersebut menandai penurunan dari 61 persen dalam survei ESG Book tahun 2018.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.