Sukses

Studi: Perubahan Iklim Terkait dengan Penyusutan Otak Manusia

Diperlukan lebih banyak penelitian untuk menentukan apakah dampak perubahan iklim pada fisiologi manusia merupakan hasil spesifik dari perubahan iklim atau efek tidak langsung dari elemen lain dari perubahan lingkungan.

Liputan6.com, Washington - Studi terbaru menunjukkan hubungan antara perubahan iklim di masa lampau dan penyusutan otak manusia. Penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan Jeff Mogran Stibel dari Natural History Museum di California, Amerika Serikat, ini menggambarkan bagaimana manusia berkembang dan beradaptasi dalam merespons tekanan lingkungan.

"Mengingat tren pemanasan global, sangat penting untuk memahami dampak perubahan iklim, bila ada, pada ukuran otak manusia dan pada akhirnya perilaku manusia," ungkap Stibel seperti dilansir Science Alert, Senin (17/7/2023).

Penelitian mempelajari bagaimana ukuran otak dari 298 spesimen manusia berubah selama 50.000 tahun terakhir dalam kaitannya dengan suhu global, kelembapan, dan curah hujan. Ketika suhu lebih panas, rata-rata ukuran otak jadi lebih kecil dibanding saat lebih dingin.

Kajian Stibel sebelumnya tentang penyusutan otak mendorong studi terbarunya ini karena dia ingin memahami akar penyebabnya.

"Memahami bagaimana otak telah berubah dari waktu ke waktu pada hominin sangat penting, namun sangat sedikit penelitian yang telah dilakukan mengenai hal ini," ungkap Stibel.

"Kita tahu bahwa otak telah tumbuh pada seluruh spesies selama beberapa juta tahun terakhir, namun kita hanya tahu sedikit tentang tren makroevolusi lainnya."

Stibel memperoleh data tentang ukuran tengkorak dari 10 sumber terpisah yang sudah dipublikasikan, dengan total 373 pengukuran dari 298 tulang manusia selama 50.000 tahun. Dia memasukkan perkiraan ukuran tubuh yang disesuaikan dengan wilayah geografis dan jenis kelamin untuk memperkirakan ukuran otak.

Stibel melakukan penelitiannya menggunakan empat rentang usia fosil yang berbeda, yaitu 100 tahun, 5.000 tahun, 10.000 tahun, dan 15.000 tahun untuk membantu mengoreksi kesalahan penanggalan.

Lalu dia membandingkan ukuran otak dengan empat catatan iklim, termasuk data dari European Project for Ice Coring in Antarctica (EPICA) Dome C.

Dalam 50.000 tahun terakhir, telah terjadi fenomena Glasial Maksimum Terakhir, yang menyebabkan suhu rata-rata menjadi lebih dingin secara konsisten hingga pengujung Zaman Pleistosen Akhir. Kemudian pada Zaman Holosen suhu rata-rata naik hingga hari ini.

Analisis menunjukkan pola umum perubahan ukuran otak manusia, yang berkorelasi dengan perubahan iklim saat suhu naik dan turun. Otak manusia rata-rata mengalami penyusutan yang cukup besar, yaitu lebih dari 10,7 persen, selama periode pemanasan Zaman Holosen.

"Perubahan ukuran otak tampaknya terjadi ribuan tahun setelah perubahan iklim dan ini terutama terlihat setelah Glasial Maksimum Terakhir, sekitar 17.000 tahun," terang Stibel dalam laporan penelitiannya.

Pola evolusi ini terjadi dalam periode waktu yang relatif singkat, mulai dari 5.000 hingga 17.000 tahun, dan tren menunjukkan bahwa pemanasan global yang sedang berlangsung dapat berdampak buruk pada kognisi manusia.

"Bahkan sedikit penyusutan otak manusia yang masih ada dapat berdampak pada fisiologi dengan cara yang belum sepenuhnya dapat dipahami," tulis Stibel dalam makalahnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Faktor Lain yang Berkontribusi pada Perubahan Ukuran Otak

Analisis Stibel menunjukkan pula bahwa tingkat kelembapan dan curah hujan berpengaruh pada pertumbuhan otak. Sementara suhu adalah faktor yang lebih signifikan, penelitian ini menemukan korelasi yang lemah antara musim kemarau dan volume otak yang sedikit lebih besar.

Masih ada pertanyaan tentang apa sebenarnya penyebab variasi ukuran otak manusia. Hasil penelitian memang menunjukkan bahwa perubahan iklim terkait dengan perbedaan ukuran otak, namun iklim tampaknya tidak menjelaskan semua evolusi variasi.

Menurut Stibel, faktor ekosistem seperti predasi, efek iklim tidak langsung seperti vegetasi, atau faktor non-iklim seperti budaya dan teknologi juga dapat berkontribusi pada perubahan ukuran otak.

"Hasil studi ini menunjukkan bahwa perubahan iklim dapat memprediksi ukuran otak manusia dan perubahan evolusioner tertentu pada otak mungkin merupakan respons terhadap tekanan lingkungan," demikian kesimpulan laporan Stibel.

"Diperlukan lebih banyak penelitian untuk menentukan apakah dampak perubahan iklim pada fisiologi manusia merupakan hasil spesifik dari perubahan suhu atau efek tidak langsung dari elemen lain dari perubahan lingkungan."

Studi yang dilakukan Stibel telah dipublikasikan di Brain, Behavior and Evolution.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini