Sukses

Kanada Lakukan Investigasi 70 Kasus Dugaan Pelecehan Seksual di Pusat Tahanan Remaja

Polisi Kanada sedang menyelidiki setidaknya 70 kasus dugaan pelecehan seks di fasilitas penahanan remaja di provinsi Nova Scotia, pantai timur Kanada.

Liputan6.com, Jakarta - Polisi Kanada sedang menyelidiki setidaknya 70 kasus dugaan pelecehan seks di fasilitas penahanan remaja di provinsi Nova Scotia, pantai timur Kanada.

Royal Canadian Mounted Police mengatakan pada Rabu (12/7) bahwa dugaan pelecehan itu terjadi di Gelanggang Remaja Nova Scotia di Waterville, antara tahun 1988 dan 2017.

Polisi mengatakan mereka tidak dapat mengkonfirmasi identitas tersangka dan apakah lebih dari satu orang terlibat, dikutip dari laman VOA Indonesia, Jumat (13/7/2023).

Dalam konferensi pers, penyelidik mengatakan bahwa mereka yakin ada lebih banyak korban. Mereka meluncurkan hotline rahasia untuk orang-orang yang telah mengalami pelecehan seksual atau memiliki informasi tentang kejahatan yang mungkin terjadi di tempat tersebut.

Polisi mengatakan, sejauh ini tim penyelidik sudah berbicara dengan 70 penyintas sebagai bagian dari penyelidikan tersebut yang dikenal sebagai Operasi Headwind.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

WHO Pecat Ilmuwan Senior Buntut Kasus Pelecehan Seksual

Bicara soal pelecehan seksual, World Health Organization (WHO) atau Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan telah memecat ilmuwan yang memimpin delegasi Amerika Serikat (AS) ke China pada 2021 untuk bersama-sama menyelidiki asal-usul pandemi virus COVID-19, dengan alasan pelanggaran seksual.

Peter Ben Embarek, yang memimpin tim gabungan WHO dengan para ilmuwan di China, diberhentikan tahun lalu, kata badan kesehatan itu. WHO mengatakan, telah meningkatkan upaya untuk membasmi eksploitasi dan pelecehan seksual dalam beberapa bulan terakhir setelah serangkaian kasus dan insiden dilaporkan di media.

"Peter Ben Embarek diberhentikan menyusul temuan pelanggaran seksual terhadapnya dan proses disipliner yang sesuai," kata juru bicara Marcia Poole, demikian dikutip dari AP, Kamis (4/5/2023).

"Temuan terkait dugaan terkait tahun 2015 dan 2017 yang pertama kali diterima oleh tim investigasi WHO pada 2018."

Poole mengatakan, tuduhan lain tidak dapat diselidiki sepenuhnya karena "korban tidak ingin terlibat dalam proses penyelidikan."

Ben Embarek mengunjungi pasar Huanan di Wuhan, kota tempat kasus manusia pertama kali muncul, pada awal 2021. Ia bekerja sama dengan ilmuwan China untuk mencoba mengidentifikasi bagaimana virus pertama kali mulai membuat orang sakit.

 

3 dari 3 halaman

Dampak Pemecatan

Tim mengeluarkan laporan pada Maret 2021 yang mengatakan, skenario yang paling mungkin adalah bahwa COVID-19 berpindah dari kelelawar ke manusia melalui hewan lain, menolak kebocoran laboratorium sebagai "sangat tidak mungkin".

Pejabat WHO, termasuk Direktur Jenderal Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan bahwa asal-usulnya masih belum jelas dan teori kebocoran laboratorium tidak dapat dikesampingkan.

Ben Embarek, seorang ahli dari Denmark yang memfokuskan penelitiannya pada penularan penyakit dari hewan ke manusia, mengatakan kepada sebuah program TV di Denmark pada 2021 bahwa ia mengkhawatirkan laboratorium China di dekat pasar pada 2021.

Dampak pemecatan Ben Embarek terhadap upaya memecahkan teka-teki yang tersisa itu masih belum jelas. Tim gabungan WHO dan China telah dibubarkan, dan panel ahli terpisah yang disusun oleh WHO telah mengambil peran untuk mencoba menemukan asal-usul virus COVID-19. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.