Sukses

CIA Tak Yakin Rusia Serang Nord Stream, Siapa Dong Pelakunya?

Presiden AS Joe Biden dan CIA masih enggan menuduh Rusia atas serangan ke pipa gas Nord Stream.

Liputan6.com, Washington, DC - Wall Street Journal baru-baru ini melaporkan update terbaru tentang serangan ke pipa gas Nord Stream 1 dan 2. Akibat serangan itu, terjadi kebocoran gas.

Serangan terjadi pada 26 September 2022 di tengah perang antara Rusia melawan Ukraina. Hingga kini, belum ada yang mengakui siapa pelaku serangan.

Melansir laporan WSJ, Sabtu (17/6/2023), Direktor CIA William Burns meragukan bahwa Rusia merupakan pelaku serangan Nord Stream. Bukti-bukti tidak memberikan indikasi bahwa Rusia adalah pelakunya. 

Ketika ditanya apakah pelakunya Ukraina, Burns menjawab: "Saya harap bukan". 

Niat Sabotase Nord Stream

WSJ mengungkap bahwa ada niat Ukraina untuk menyerang Nord Stream, akan tetapi dilarang oleh Amerika Serikat. Pemerintah Ukraina pun mengaku tidak melakukan serangan. 

Menurut laporan Politico, intelijen Belanda mendapat info bahwa Ukraina ingin menyerang. Hal itu diketahui Belanda pada Juni 2023, tiga bulan sebelum adanya serangan. Dilaporkan bahwa Panglima Militer Ukraina Valery Zaluzhnyi ingin menugaskan tim kecil untuk menyerang Nord Stream. 

Intelijen Belanda lantas melaporkan itu ke AS, dan kemudian AS mengambil langkah untuk mencegah terjadinya serangan.

Presiden Zelensky telah menegaskan bahwa ia tidak pernah memberikan perintah serangan sabotase ke Nord Stream. 

Pada Maret 2023, New York Times melaporkan adanya indikasi bahwa serangan ke Nord Stream dilancarkan oleh kelompok pro-Ukraina.

Wall Street Journal turut mengabarkan hal serupa. Para kelompok pro-Ukraina itu diduga menyewa kapal yacht untuk melancarkan serangan sabotase ke Nord Stream dengan cara menaruh peledak di pipa gas tersebut.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Prabowo soal Proposal Damai Ukraina-Rusia: Diterima Monggo, Enggak Ya Tidak Masalah

Beralih ke kabar dalam negeri, Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto kembali angkat bicara soal proposal damai perang Rusia-Ukraina yang mendapat penolakan. 

Prabowo menyampaikan hal itu di  International Institute for Strategic Studies (IISS) Shangri-La Dialogue 2023 di Singapura. Menhan berkata menyampaikan proposal tersebut sebagai upaya terobosan. 

"Jadi forum itu bagus, tapi kalau saya lihat ini kalau tiap tahun kita diundang hanya untuk dengar paparan posisi (negara) masing-masing, ya kurang bermanfaat. Saya usulkan forum ini mari kita ada suatu terobosan, kita buatlah suatu usul perdamaian, masalahnya itu," kata Prabowo, Kamis 15 Juni 2023, dikutip dari Antara. 

Prabowo mengatakan dirinya tidak mempermasalahkan diterima atau tidaknya proposal damai Ukraina-Rusia tersebut.

"Kalau diterima monggo, enggak diterima, ya, enggak ada masalah. Saya kira bukan masalah yang terlalu prinsipil. Intinya juga yang saya usulkan itu langkah-langkah yang sudah dilaksanakan berkali-kali, di mana-mana," kata dia.

Prabowo mengatakan langkahnya itu merupakan usaha sebagai Menteri Pertahanan dalam menindaklanjuti upaya yang pernah dilakukan oleh Presiden RI Joko Widodo mengenai konflik Ukraina-Rusia.

"Presiden kita sudah tahun lalu beliau sendiri ke Kiev, beliau sendiri ke Moskow. Beliau memimpin usaha mencari perdamaian. Ya saya sebagai menteri beliau harus follow up. Itu usaha saya," ujarnya.

Terlepas dari itu, kata Prabowo, setiap narasi yang ia ucapkan akan mendapat pro dan kontra dari publik mengingat tahun politik yang saat ini tengah bergulir.

"Ini tahun politik, jadi mungkin kebetulan saya salah satu yang diperkirakan akan jadi capres 2024, jadi apa pun saya ngomong akan ada pro dan kontra, itu biasa. Enggak ada masalah," ucap Prabowo. 

3 dari 3 halaman

Proposal Prabowo

Prabowo menyampaikan setidaknya empat usulan: gencatan senjata di titik-titik konflik; penarikan mundur pasukan kedua pihak sejauh 15 kilometer untuk menciptakan zona demiliterisasi; pengutusan pasukan pemantau perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB); dan penyelenggaraan referendum oleh PBB di wilayah-wilayah yang oleh Prabowo disebut sebagai "daerah sengketa".

"PBB perlu mengatur dan melaksanakan referendum di wilayah-wilayah sengketa untuk memastikan secara obyektif keinginan mayoritas penduduk di berbagai wilayah sengketa tersebut," kata Prabowo pada Sabtu (3/6).

Usulan itu menuai respons yang beragam, termasuk pernyataan resmi dari juru bicara Kementerian Luar Negeri Ukraina Oleg Nikolenko yang menegaskan menolak usulan dari Prabowo.

Kemudian, pada Senin (5/6), Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Vasyl Harmianin dan Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva secara bergantian menyambangi Kementerian Pertahanan RI untuk melakukan pertemuan tertutup.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.