Sukses

Respons Kedubes Rusia Soal Perintah Mahkamah Pidana International yang Ingin Tangkap Vladimir Putin: Ini Tak Bisa Diterima

Pihak Kedubes Rusia mengaku ikut menandatangani Statuta Roma yang membentuk ICC pada tahun 2000, tetapi tidak pernah meratifikasi perjanjian untuk menjadi anggota.

Liputan6.com, Jakarta - Pihak Kedutaan Besar Rusia di Jakarta menegaskan tidak peduli pada perintah penangkapan Presiden Vladimir Putin yang datang dari Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC). Keinginan ICC bahkan dibilang tidak berguna. 

Dua orang Rusia yang dicari-cari oleh ICC adalah Vladimir Putin dan Maria Lvova-Belova yang merupakan Komisioner Hak Anak di Rusia. Mereka berdua dituding mendeportasi paksa anak-anak Ukraina ke Rusia. 

Pihak Rusia mengatakan perintah ICC tak berguna karena Rusia bukan bagian Statuta Roma yang mengakui kekuatan dari ICC.

Mengutip BBC, Rusia diketahui menandatangani Statuta Roma yang membentuk ICC pada tahun 2000, tetapi tidak pernah meratifikasi perjanjian untuk menjadi anggota.

"Kami ingin menyatakan bahwa tentunya bagi Rusia langkah ini tidak bisa diterima. Dan ini sebenarnya tak berguna jika kamu membahas Rusia, sebab negara kami tidak mengakui yurisdiksi dari ICC," ujar kepala bagian politik dan bilateral Kedubes Rusia, Roman Romanov, Rabu (12/4/2023).

Berdasarkan situs United Nations Treaty Collection, Rusia dulu pernah tanda tangan statuta itu, namun mengumumkan keluar dari ICC pada 2016. Presiden Rusia Vladimir Putin menyetujui perintah untuk menarik negaranya dari proses bergabung dengan ICC.

Negara lain yang keluar dari ICC adalah Amerika Serikat. Indonesia juga tak pernah ikut Statuta Roma. 

Ukraina juga ternyata juga tak ikut tanda tangan Statuta Roma. Namun, situs Center for Strategic and International Studies (CSIS) menjelaskan bahwa Ukraina telah mengakui yuridiksi ICC sejak 2015. 

Alhasil, ICC memiliki kewenangan untuk mendakwa Vladimir Putin dan Maria Lvova-Belova atas kejahatan di saat perang terhadap anak-anak Ukraina. 

CSIS juga menegaskan bahwa kepala negara tidak mendapat imunitas kejahatan dari ICC.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

ICC Ingin Tangkap Vladimir Putin, Hikmahanto: Akrobat Hukum Belaka yang Tidak Mungkin Efektif

Pakar hukum internasional Hikmahanto Juwana memberikan kritik pedas terhadap langkah ICC yang ingin menangkap Presiden Rusia Vladimir Putin. Pihak ICC menuduh Presiden Putin melanggar pasal Statuta Roma tentang deportasi paksa anak.

Namun, langkah ICC dianggap Hikmahanto sebagai "akrobat hukum". Faktor yang disorot Hikmahanto adalah Rusia sebagai kekuatan besar dunia, sehingga tidak mungkin Presiden Putin akan menyerahkan diri. Putin juga bisa bermanuver dengan mengurangi kunjungan ke luar negeri.  

Keputusan ICC juga dinilai janggal, sebab Rusia tak pernah mengakui Statuta Roma. 

"Upaya Jaksa international Criminal Court (ICC) atau Mahkamah Kejahatan Internasional untuk melakukan penangkapan Presiden Putin terus terang janggal karena Rusia bukan penandatangan dan negara yang meratifikasi Statuta Roma sehingga tidak seharusnya Putin bisa dibawa ke ICC," ujar Hikmahanto Juwana dalam keterangannya kepada Liputan6.com, Senin (20/3).

Hikmahanto juga menyorot kenapa ICC menggunakan deportasi anak sebagai alasan ingin menangkap Vladimir Putin, sebab dampak serangan Rusia ke Ukraina lebih dari sekadar anak-anak. Ia pun menduga alasan ICC dibuat-buat.

"Hal ini seolah mencari-cari alasan agar Putin dapat diseret," jelas Hikmahanto.

3 dari 3 halaman

4 Alasan Putin Sulit Ditangkap ICC

Lebih lanjut, Hikmahanto mengungkap empat alasan kenapa Vladimir Putin akan sulit ditangkap oleh ICC.

1. Pemerintahan Putin masih tegak berdiri sehingga tidak mungkin pemerintahan Putin sendiri menyerahkan Putin ke ICC.

2. Proses ekstradisi dari ICC tidak mungkin dilakukan mengingat pemerintahan Putin akan mengabaikannya.

3. Rusia adalah negara besar yang tidak mungkin dipaksa oleh negara lain untuk menyerahkan Putin, termasuk melalui embargo ekonomi.

4. Putin akan membatasi diri untuk ke luar negeri untuk menghindari kunjungan ke negara yang bersedia untuk melakukan ekstradisi Putin atas permintaan dari Jaksa ICC.

Melihat sulitnya ICC menangkap Vladimir Putin, serta bagaimana Rusia tidak akan langsung menyerahkan pemimpinnya, Hikmahanto pun menganggap ICC hanya melakukan akrobat hukum.

"Proses hukum yg dilakukan oleh Jaksa ICC hanyalah akrobat hukum belaka yang tidak mungkin efektif diwujudkan," ucap Hikmahanto. 

Guru Besar Hukum Internasional UI dan Rektor Universitas Jenderal A. Yani itu juga mengingatkan bahwa ada preseden ketika langkah ICC tidak efektif. Hal itu terkait pemerintahan Sudan. 

ICC ingin memanggil presiden Sudan Omar Basyir karena tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan genosida. Pemerintah Sudan baru setuju ingin berkolaborasi dengan ICC pada 2021 setelah Basyir lengser.

"Jaksa ICC pernah mengeluarkan perintah untuk menghadirkan Presiden Sudan Omar Basyir namun baru berhasil saat pergantian pemerintahan di Sudan dan pemerintahan tersebut adalah pihak yang menjatuhkan Presiden Omar Basyir. Sehingga pemerintahan yang menggantikan tidak sungkan untuk menyerahkan mantan Presiden Omar Basyir," ujar Hikmahanto. 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini