Sukses

Persekusi Rusia ke Umat Muslim Tatar Diungkap Tokoh Crimea

Aktivis HAM dan politisi Crimea Tamila Tasheva mengungkap perlakuan negatif Rusia ke kelompok Muslim Tatar Crimea.

Liputan6.com, Jakarta - Aktivis HAM dan Perwakilan Permanen Presiden Ukraina di Crimea, Tamila Tasheva, menyampaikan bantahan terhadap anggapan Rusia memiliki sikap pro-Muslim. Tamila berkata banyak warga Muslim di Crimea yang menjadi target persekusi dan tahanan politik Rusia

"Jika mereka (Rusia) menghormati Muslim, mereka tidak menahan mereka. Mereka tidak membersihkan budayanya, budaya Tatar Crimea," ujar Tamila Tasheva kepada Liputan6.com saat berkunjung ke Jakarta, Kamis (2/3/2023).

Crimea merupakan kawasan Ukraina yang direbut Rusia pada 2014. Di daerah itu, ada etnis Tatar Crimea yang mayoritas beragama Islam. 

Situs Human Rights Watch (HRW) juga menyebut Muslim Tatar menjadi korban persekusi Rusia sejak Crimea direbut. Mereka menjadi target karena secara vokal menolak okupansi Rusia di Crimea. Pihak HRW kerap meminta Rusia membebaskan aktivis-aktivis Tatar yang ditangkap.

Tamila bercerita bahwa Mejlis (Majelis) Tatar Crimea dicap radikal oleh Rusia. Simpatisan Mejlis pun menjadi target. Ada juga kasus penghilangan orang di Crimea, seperti yang terjadi kepada Ervin Ibrahimov.

Pria itu menghilang pada 2016 ketika ditangkap seorang berseragam.

"Ia diculik oleh orang-orang yang memakai seragam polisi, dan hingga momen ini, kami tidak punya informasi tentangnya. Ia menghilang," ujar Tamila.

Tamila pun berpesan kepada masyarakat Indonesia agar membaca lebih banyak informasi agar bisa menghindari propaganda. Ia menyorot propaganda juga sudah ada di TikTok. 

Dalam kunjungannya ke Indonesia, Tamila bertemu dengan beberapa tokoh Islam, termasuk dari MUI. Ia pun optimistis pemahaman mengenai isu Ukraina dan Islam bisa semakin baik di kalangan masyarakat. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

461 Anak Ukraina Terbunuh dalam Setahun Perang dengan Rusia

Sebelumnya dilaporkan, Ombudsman Ukraina Dmytro Lubinets menyatakan bahwa 461 anak telah terbunuh sejak dimulainya perang Rusia-Ukraina satu tahun lalu.

"Angka-angka ini belum final. Untuk mengklarifikasi ini, pekerjaan masih berlanjut di daerah yang diduduki sementara, dibebaskan, dan di mana konflik berlanjut," kata Lubinets kepada Anadolu dalam sebuah wawancara, Jumat (24/2), dikutip dari Antara, Sabtu (25/2/2023).

Menurut dia, saat ini sulit untuk menentukan jumlah pasti warga Ukraina yang melarikan diri dari negara itu sejak awal perang.

Sementara berdasarkan angka Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), terdapat lebih dari 8 juta pengungsi Ukraina di Eropa hingga 20 Februari 2023, 5 juta diantaranya telah terdaftar dalam berbagai program perlindungan nasional negara-negara Eropa.

Lubinets lebih lanjut mengatakan ombudsman tidak tahu berapa banyak warga Ukraina yang berada di Rusia dan Belarusia, tetapi lebih dari 15 juta orang meninggalkan Ukraina berdasarkan informasi dari badan pengungsi PBB tentang jumlah mereka yang melintasi perbatasan Ukraina.

Dia juga mencatat bahwa banyak anak yang dirugikan akibat perang.

"Ada 520.000 anak Ukraina di luar negeri karena perang yang dilakukan oleh Rusia," kata dia.

3 dari 3 halaman

Ratusan Ribu Anak Jadi Pengungsi, Ribuan Kehilangan Orang Tua

Karena Rusia menghalangi akses informasi dan kontak tentang warga Ukraina yang dideportasi secara ilegal dengan segala cara, Lubinets memperkirakan jumlahnya bisa mencapai hingga 150.000 anak.

Dia juga mengatakan 6.447 anak--yang kehilangan orang tua mereka-- telah diidentifikasi. Sebanyak 1.233 di antaranya tidak memiliki keluarga.

"Sebagian besar dari anak-anak ini, yaitu 4.161 dari mereka, untuk sementara ditempatkan dengan kerabat dan kenalan. Yang lainnya berada di keluarga asuh dan panti asuhan keluarga, sementara 4.400 anak, termasuk 638 yang terkait dengan keadaan agresi militer Rusia terhadap Ukraina, diberikan status yatim piatu atau kehilangan pengasuhan orang tua,” ujar dia.

Dia juga mengatakan 2.826 anak tanpa satu atau lebih orang tua dievakuasi ke zona aman di Ukraina, dan 5.325 anak dikirim ke luar negeri.

Lubinets menambahkan bahwa kesehatan mental hampir 1,5 juta anak di Ukraina terancam, dan pendidikan 5,7 juta anak telah terganggu.

Pada 24 Februari tahun lalu, Rusia mendeklarasikan operasi militer khusus di Ukraina, yang mengakibatkan kematian sedikitnya 8.006 warga sipil dan 13.287 orang luka-luka, menurut angka terbaru PBB.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.