Sukses

Prancis Kembali Kuasai Rekor Roti Baguette Terpanjang Sedunia, Panjangnya 140,53 Meter

Para tukang roti Paris berhasil merebut kemenangan atas pesaing mereka di Italia yang menciptakan baguette dengan panjang hampir 133 meter pada tahun 2019.

Liputan6.com, Suresnes - Selama lima tahun terakhir, hak bergengsi atas baguette terpanjang di dunia tidak dimiliki oleh penduduk desa kecil ataupun kota di Prancis, melainkan oleh sekelompok tukang roti sekitar 800 km jauhnya dari Prancis, yaitu di Como, Italia.

Seperti dilansir dari The Guardian, Senin (6/5/2024), pada hari Minggu (5/5) sekelompok tukang roti beranggotakan 12 orang dari Prancis bertekad untuk mengambil kembali hak tersebut dengan menghabiskan waktu berjam-jam untuk menguleni, membentuk, dan memanggang dengan harapan meraih kembali kemenangan.

Setelah sekitar 14 jam, upaya mereka dinyatakan berhasil. 

"Rekor dunia untuk roti baguette terpanjang telah dipecahkan," demikian tulis pemerintah Kota Suresnes, di pinggiran barat Paris, di akun media sosialnya. "Baguette yang dibuat hari ini di Suresnes memiliki panjang 140,53 meter!!!!"

Para tukang roti telah bekerja keras mulai pada pukul 3 pagi dengan harapan dapat mengalahkan rekor sebelumnya, yaitu dengan panjang 132,62 meter.

Meskipun diperkirakan sekitar 320 baguette dijual setiap detik di Prancis, prestasi Italia pada tahun 2019 bukanlah kali pertama negara tersebut menyandang gelar roti baguette terpanjang. Pada tahun 2015, baguette sepanjang 122 meter yang dipanggang di Milan Expo disertifikasi sebagai baguette yang memecahkan rekor.

"Di Italia?" kata seorang warga setempat kepada surat kabar Le Parisien pekan ini saat ia keluar dari sebuah toko roti sembari membawa baguette yang terjepit erat di bawah lengannya.

"Itu gila. Jika ada satu rekor yang seharusnya menjadi milik kami di Prancis, yaitu rekor tersebut."

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Dedikasi Warga Prancis untuk Merebut Rekor

Sentimen yang sama juga terdengar di antara para tukang roti yang berkumpul di dek observasi Terrase du Fecheray di Suresnes, tempat percobaan mereka untuk memecahkan rekor dengan latar belakang pemandangan luas kota Paris dan Menara Eiffel.

"Saya harap kita akan dapat merebut kembali rekor untuk Prancis," tulis Sylvan Lecarpentier, salah satu yang ikut serta, dalam sebuah unggahan media sosial menjelang acara tersebut.

Dalam pernyataan yang mempublikasikan acara tersebut, penyelenggara menguraikan tantangan melelahkan yang dihadapi para tukang roti.

"Adonan akan diuleni, dibentuk di tempat, dan kemudian dipanggang di depan publik dalam oven bergerak di bawah tenda," demikian pernyataannya. "Akan dibuat sesuai pedoman klasik, dengan tepung gandum, air, ragi, dan garam sebagai satu-satunya bahan."

Baguette, yang harus memiliki ketebalan minimal 5 cm sepanjang seluruhnya, diperkirakan akan memakan waktu sekitar delapan jam untuk dipanggang, tambah pernyataan itu.

Sekitar 13 jam setelah para tukang roti mulai bekerja, pemerintah kota mengatakan baguette sudah selesai.

"Sekarang pertanyaan pentingnya: seberapa besar #baguette kami?" tanyanya di media sosial, dengan menambahkan foto baguette saat sedang diukur.

Baguette tersebut akan segera dipotong untuk dibagi-bagikan kepada masyarakat, serta diberi kepada orang-orang yang tinggal di jalanan Suresnes.

3 dari 4 halaman

Ditetapkan Jadi Warisan Budaya Takbenda UNESCO

Roti baguette dengan bagian luarnya yang keras dan bagian tengahnya yang lembut, tetap menjadi bagian klasik dari kehidupan Prancis.

Menurut Federasi Nasional Toko Roti Prancis, lebih dari enam miliar buah baguette dipanggang setiap tahun di Prancis dan status warisan budaya takbenda dari badan PBB telah diberikan untuk menghormati tradisi tersebut.

Seperti mengutip dari NST.com, Senin (6/5/2024), direktur jenderal UNESCO Audrey Azoulay, mengatakan, "Ini merayakan seluruh budaya, yaitu ritual harian dan elemen struktural dari makanan yang identik dengan berbagi dan keramahtamahan."

Saat berkunjung ke Amerika Serikat, Presiden Prancis Emmanuel Macron memuji pengakuan UNESCO atas "pengetahuan" Prancis.

"Ini merupakan sesuatu yang tak ada bandingannya," katanya.

Pada tahun 2022, Prancis telah kehilangan sekitar 400 toko roti artisanal per tahun sejak 1970, dari 55.000 (satu per 790 penduduk) menjadi 35.000 (satu per 2.000). Penurunan tersebut disebabkan oleh penyebaran toko roti industri dan supermarket luar kota di daerah pedesaan, sementara penduduk kota semakin memilih untuk membeli burger ketimbang baguette ham.

4 dari 4 halaman

Sedikit Sejarah Mengenai Baguette

Meskipun baguette tampaknya abadi dalam kehidupan Prancis, baguette baru mendapatkan namanya kembali secara resmi pada tahun 1920, ketika undang-undang baru menetapkan berat minimun (80 gram) dan panjang maksimum (40 cm) untuk sebuah baguette.

"Awalnya, roti ini dianggap sebagai produk mewah. Kelas pekerja memakan roti yang biasa saja," kata Loic Bienassis, dari Institut Sejarah dan Budaya Pangan Eropa, yang membantu menyiapkan dokumen UNESCO.

"Lalu konsumsi mulai meluas, dan warga pedesaan bisa menikmati baguette pada 1960-an dan 70-an," tambahnya.

Sudah ada yang bilang bahwa roti panjang ini sudah umum di abad ke-18. Salah satu kisah populernya adalah ketika Napoleon memerintahkan agar roti itu dibuat dalam tongkat tipis, sehingga lebih mudah untuk dibawa oleh tentara.

Sementara tautan lain menyebut bahwa baguette ada kaitannya dengan pembangunan metro Paris pada akhir abad ke-19, dan gagasan bahwa baguette lebih mudah dirobek dan dibagikan, sehingga dapat menghindari pertikaian antara pekerja.

Prancis mengajukan permintaannya ke UNESCO pada awal 2021, dan akhirnya baguette ditetapkan pada 2022.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini