Sukses

IAEA Kunjungi Iran Minggu Ini Untuk Selidiki Program Nuklir Teheran

Badan pengawas nuklir PBB mengatakan bahwa tim teknisnya akan mengunjungi Teheran Minggu ini.

Liputan6.com, Teheran - Badan pengawas nuklir PBB mengatakan, pada Rabu (14/12), bahwa tim teknisnya akan mengunjungi Teheran pada Minggu (18/12) untuk menyelesaikan kebuntuan selama bertahun-tahun dalam penyelidikan terhadap temuan partikel uranium yang tidak diumumkan Iran di wilayahnya.

Sudah bertahun-tahun Badan Energi Atom Internasional (IAEA), yang berbasis di Wina, Austria, meminta Iran menjelaskan keberadaan uranium buatan manusia yang tidak diumumkannya itu, yang ditemukan di tiga lokasi berbeda. IAEA juga telah meminta “akses ke lokasi dan bahan baku” itu, serta kumpulan sampelnya.

“Atas undangan Iran, tim teknis IAEA akan berada di Teheran hari Minggu,” ungkap juru bicara IAEA, dikutip dari VOA Indonesia, Kamis (15/12/2022).

Kunjungan pada 18 Desember itu ditujukan untuk “mengatasi masalah pengamanan luar biasa yang dilaporkan sebelumnya,” tambahnya.

Kepala IAEA Rafael Grossi tidak dijadwalkan datang bersama tim tersebut kali ini.

Sebelumnya, pada Rabu (14/12), Iran telah mengatakan bahwa pejabat IAEA akan mengunjungi negaranya untuk menyelesaikan “keambiguan” klaim-klaim mengenai aktivitas rahasia di negara itu.

Masalah itu semakin mempersulit upaya menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran tahun 2015 yang telah mati suri semenjak Amerika Serikat menarik diri secara sepihak dari perjanjian itu, di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump tahun 2018.

“Interaksi kami dengan lembaga itu terus dilakukan, dan kami harap kami dapat membuat kemajuan yang efektif dengan lembaga tersebut agar dapat mengatasi hambatan dan keambiguan yang ada,” kata Mohammad Eslami, kepala Organisasi Energi Atom Iran, kepada wartawan di Teheran.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Sempat Kunjungi Iran

Delegasi IAEA sebelumnya berencana mengunjungi Teheran bulan lalu, namun kunjungan itu batal dilakukan setelah dewan gubernur lembaga tersebut menyesalkan kurangnya kerja sama Iran dalam memberikan jawaban yang “secara teknis kredibel.”

Dengan tidak adanya kemajuan, badan itu mengatakan pihaknya tidak dapat menjamin keaslian dan integritas program nuklir Iran.

Jumat lalu, Eslami mengatakan bahwa jejak uranium yang diperkaya, yang ditemukan di Iran, diimpor dari luar negeri.

Perjanjian nuklir tahun 2015 memberikan keringanan sanksi bagi Iran dengan imbalan pembatasan program nuklirnya, untuk menjamin bahwa Teheran tidak dapat mengembangkan senjata nuklir – sesuatu yang selalu dibantah oleh Iran.

3 dari 4 halaman

Iran Bersikeras Capai Kesepakatan di Perundingan Nuklir

Dalam pembicaraan yang berlarut-larut dengan negara-negara adidaya untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir tahun 2015 yang carut marut, Iran, pada Selasa (6/9), bersikeras untuk menyelesaikan “empat topik” dalam perundingan itu.

Empat poin yang disampaikan oleh juru bicara pemerintah Iran itu terkait dengan jaminan yang akan Amerika Serikat dalam kesepakatan baru, keringanan sanksi, dan pemantauan PBB terhadap fasilitas-fasilitas nuklir Iran, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Kamis (8/9/2022).

Juru bicara Ali Bahadori-Jahromi dalam konferensi pers mengatakan “seperti yang dikatakan Presiden Iran Ebrahim Raisi, kami telah mengupayakan dan akan terus mengupayakan empat topik (tersebut )dalam negosiasi.”

Pada poin pertama, ujarnya, “jaminan Amerika harus meyakinkan” terutama mengacu pada permintaan Iran bahwa pemerintah Amerika Serikat di masa depan tidak lagi membatalkan perjanjian itu sebagaimana yang dilakukan mantan presiden Donald Trump pada tahun 2018.

“Verifikasi obyektif dan praktis harus disiapkan dalam kesepakatan itu,” tambahnya, untuk memastikan agar sanksi ekonomi tidak saja dicabut di atas kertas, dan bahwa perusahaan-perusahaan internasional dapat kembali ke Iran dan beroperasi secara bebas.

Bahadori-Jahromi juga mengatakan “penghapusan sanksi harus bermakna dan berkelanjutan” karena Iran yang kaya minyak benar-benar berharap dapat menuai manfaat ekonomi dari keringanan sanksi itu.

Perjanjian nuklir yang asli menjanjikan pencabutan sanksi dan bantuan pada Iran sebagai imbalan atas jaminan untuk tidak mengupayakan pembuatan senjata nuklir.

4 dari 4 halaman

Trump Menarik Diri dari Kesepakatan Nuklir

Trump menarik AS keluar dari perjanjian itu pada tahun 2018 dan menerapkan kembali sanksi ekonomi yang berat terhadap Iran. Hal tersebut mendorong Iran membatalkan komitmennya dalam perjanjian itu.

Sejak April 2021 lalu, Iran – dengan bantuan mediasi Uni Eropa – telah kembali terlibat dalam perundingan untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir itu. Perundingan langsung dilakukan bersama Inggris, China, Prancis, Jerman dan Rusia; sementara perundingan tidak langsung dilakukan dengan Amerika Serikat.

Uni Eropa pada 8 Agustus lalu mengajukan apa yang disebut sebagai teks akhir untuk menghidupkan kembali perjanjian itu.

Iran dan Amerika telah mengeluarkan tanggapan atas proposal tersebut.

Amerika Serikat, pada Kamis (1/9) lalu, melabeli tanggapan terbaru Iran itu sebagai hal yang “tidak konstruktif,” dan menambahkan bahwa Washington akan mengeluarkan jawabannya sendiri melalui Uni Eropa.

Bahadori-Jahromi mengatakan “perundingan tentang kesepakatan itu terus berlanjut, tetapi pihak lain harus menghentikan tuntutan yang berlebihan.”

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.